Photo Editing I

Memasuki minggu ketiga pelatihan fotografi program Permata Photojournalist Grant (PPG) 2021, kesepuluh penerima program akan melalui empat sesi Photo Editing. Saat materi Photo Editing, peserta diminta menyiapkan 45 frame foto dari seluruh foto yang telah mereka dapatkan saat pengerjaan proyek foto masing-masing. Dari 45 frame tersebut, mereka diminta untuk memilih 15 frame yang mereka anggap menarik dan dapat digunakan dalam rangkaian photo story mereka. 

Kesepuluh perserta dibagi ke dalam dua ruang breakout room, 5 orang dengan bimbingan mentor Rosa Panggabean (Fotografer Lepas) dan 5 orang dengan bimbingan mentor Yoppy Pieter (Fotografer Lepas). Di dalam kelas tersebut, masing-masing peserta mempresentasikan foto-foto yang mereka ambil. Mentor menjadi teman diskusi, menyampaikan pendapat dan masukan untuk frame-frame tersebut. Mereka juga merefleksikan penemuan data baru, kesulitan, dan pelajaran yang para peserta temukan selama proses pengerjaan di lapangan.

Setelah 120 menit di ruang breakout room, seluruh peserta dan mentor kembali ke ruang utama. Edy Purnomo menutup pertemuan dengan meminta peserta untuk berhati-hati dengan simbolisasi dari suatu cerita atau benda yang ingin disampaikan. Simbolisasi tidak sekadar menyematkan makna pada suatu hal. Lebih jauh tentang simbolisasi dan kaitannya dengan literasi visual akan disampaikan dalam kelas Visual Literasi. Catatan lain dari Edy Purnomo dan mentor lain terkait dengan hal-hal teknis yang masih perlu banyak diperbaiki oleh peserta. 


Menelaah Proyek Personal bersama Yoppy Pieter

Pertemuan ketiga program Permata Photojournalist Grant (PPG) 2021 digelar di ruang virtual dengan tajuk Developing Your Project: Make It Personal & Matter, jumat (4/2/2022). Mentor Yoppy Pieter (Fotografer Lepas dan alumni PPG 2011) membuka kelas dengan mengajukan berbagai pertanyaan, 

“Kenapa proyek kita harus menjadi sesuatu yang personal dan otentik? 

Kenapa cerita kita penting untuk diceritakan? 

Kenapa pula cerita kita harus penting? Kenapa cerita kita harus memiliki relasi yang kuat dengan kita?”

Rentetan pertanyaan tersebut senjaga ditembakan Yoppy untuk memantik peserta agar dapat membayangkan proses yang harus dilalui dalam proyek foto. Dalam pemaparannya, Yoppy memberikan beberapa poin dari Kenneth Kobre dalam Photojournalism, The Professional Approach. Pertama, pentingnya ada ide dan tema yang kuat untuk diceritakan,”Sebaiknya proyek tidak dimulai dari ide bentuk visual, pikirkan terlebih dahulu ide dan tema yang kuat untuk diceritakan,” paparnya. Memotret dengan bentuk visual di benak bahkan sebelum tema cerita matang, cenderung menghasilkan proyek yang berantakan dan membatasi gerak eksploratif yang seharusnya dilakukan.

Kedua, Yoppy mengingatkan peserta untuk memiliki jawaban personal atas pertanyaan “Mengapa kamu orang yang tepat untuk mengerjakan proyek ini?” 

Poin ketiga, peserta perlu mencari relevansi proyek dengan topik yang sedang berkembang di masyarakat. Meski tema cerita merupakan isu domestik dan personal, perlu ditelisik lebih dalam aspek apa yang bisa diangkat untuk memperkuat cerita, serta membuatnya terhubung dengan realitas sosial yang lebih luas. 

Dalam poin keempat, Yoppy menekankan aspek standar teknis fotografi yang wajib dikuasai sebelum membuat proyek foto. Konsistensi dalam hal teknik fotografi dan modus visual berperan besar dalam membentuk nuansa cerita foto. Nuansa visual yang diaplikasikan secara tepat dalam sebuah cerita berpotensi untuk menggerakkan emosi seseorang yang melihatnya nanti. Di poin kelima, penyusunan cerita akan berakhir di proses Editing. Proses ini mencakup post processing, bentuk narasi visual dan sequence. Semuanya diperlukan dalam mendukung ide dan tema.  

Di sesi selanjutnya, Yoppy memaparkan tentang metode Mind Mapping. Metode ini perlu dilakukan untuk mengukur pemahaman cerita dan isu dalam sebuah proyek visual storytelling, melalui pendekatan flowchart dan mengatur informasi secara visual. Metode ini juga dikenal sebagai diagram laba-laba, disusun dengan membentuk ide sentral yang dikelilingi oleh cabang subtopik. Cabang-cabang tersebut menghasilkan sub-cabang berupa kata dan frasa pendek yang terkait dengan sub-topik.

Mind Mapping bukanlah daftar frame yang akan difoto, namun lebih kepada metode dalam memahami suatu masalah menggunakan pertanyaan-pertanyaan kritis. Melalui daftar pertanyaan kritis tersebut, kita akan diarahkan untuk memotret yang terlihat (seen) dan sesuatu yang tidak terlihat (unseen). 

“Kita cenderung melihat sebuah cerita hanya dari lapisan A (seen), padahal kita harus menceritakan juga hal-hal yang berada di lapisan terbawah (layer B, unseen) untuk mendapatkan cerita yang jernih.” Untuk mengeksplorasi layer B, dibutuhkan pemahaman mendalam terhadap isu yang akan diceritakan. Perlu spirit investigatif untuk menemukan tidak hanya fenomena, namun juga perasaan, emosi dan filosofi dari subjek yang akan dipotret.   

Menurut Yoppy, Mind Mapping juga bermanfaat sebagai, 1) membantu mengingat informasi karena konsep dan data yang kompleks dapat ditampilkan dengan sederhana lewat bentuk, warna, kata dan gambar; 2) mendorong praktik creative thinking dengan melihat konsep sentral dari berbagai sudut yang berbeda, yang pada gilirannya dapat melahirkan ide-ide baru; 3) menguraikan masalah kompleks ke dalam komponen solutif untuk merespons suatu kasus. Memusatkan masalah ke topik utama kemudian meluaskannya ke luar dapat mempermudah proses analisis secara terstruktur.

Kemudian Yoppy memperinci tiga lapisan dalam Mind Mapping, 1) lapisan ‘Cerita Utama’ sebagai lapisan pokok dalam flowchart yang ditempatkan sebagai sumber cabang-cabang pembantu. Di lapisan ini, fotografer diharapkan sudah memiliki “protagonis”/tokoh utama dalam proyeknya. Protagonis tidak sebatas manusia, dia bisa juga berupa benda atau fenomena; 2) lapisan ‘Mengapa’ sebagai ranah fotografer mempertanyakan kembali tentang pentingnya proyek yang akan dibuat, dan landasan apa saja yang menjadi pondasi munculnya gagasan di lapisan “Cerita Utama”; 3) lapisan ‘Pertanyaan’ berisi daftar pertanyaan kritis yang merujuk pada lapisan ‘Mengapa’ dan nantinya akan dijawab melalui visual atau data.

Pertanyaan memiliki kekuatan investigatif dan menjadi upaya fotografer untuk mengkaji: riset apa yang harus dilakukan, siapa narasumber yang akan ditemui, dan mengumpulkan informasi-informasi penting yang baru. Melalui pertanyaan-pertanyaan kritis, fotografer akan memiliki fleksibilitas dalam memotret tanpa harus kebingungan “Saya motret apa lagi ya?”.  

Sebelum menutup presentasinya, Yoppy memperlihatkan Mind mapping karya personalnya yang berjudul Trans Woman: Between Colour and Voice yang memperlihatkan headline dan cabang-cabang berisi informasi dan data yang ia dapat dari risetnya.

Usai pemaparan materi dari Yoppy Pieter, peserta terbagi dalam dua ruang breakroom untuk mempresentasikan hasil Mind Mapping yang mereka buat. Bersama mentor kelompok masing-masing, kesepuluh perseta dipandu untuk meluruskan keruwetan data riset dan observasi melalui metode Mind Mapping

 “Kembangkan ketertarikan lebih pada isu cerita. Sehingga pertanyaan yang mencuat tidak normatif dan berputar di situ-situ saja. Ciptakan lebih banyak pertanyaan dan gali lebih banyak informasi.” pungkas Rosa Panggabean, rekan sesama mentor menutup pelatihan. 


Photo Story I: Ragam Bentuk Narasi Visual

“Kita semua bisa bercerita,” ujar Rosa Panggabean, di kelas kedua Permata Photojournalist Grant 2021, Jumat (25/02/2022). Alumni PPG 2011 ini membawakan tentang ragam narasi visual. Dalam paparannya, Rosa menjelaskan, otak manusia pada dasarnya bekerja dengan mengasosiasikan emosi dan visual. Karena itu, pada dasarnya, setiap manusia adalah seorang storyteller atau pencerita. 

Meski punya cara kerja otak yang sama, namun ada perbedaan antara orang biasa dengan fotografer atau storyteller, orang biasa bercerita untuk diri sendiri sementara fotografer atau storyteller bercerita dan menyampaikan ke publik. Namun baik orang biasa atau fotografer, keduanya sama-sama menggunakan asosiasi visual untuk memperkuat cerita foto. 

Selain persamaan dan perbedaan cara kerja, ia juga menerangkan kebutuhan manusia akan konsumsi visual dan format narasi visual terus berkembang. Dulu, mediumnya hanya foto/gambar untuk format publikasi koran dan majalah, tapi sekarang, ada banyak platform visual, dari pameran, buku foto, situs hingga media sosial. 

“Untuk mengetahui format narasi visual yang akan digunakan, kita harus tahu output dari foto cerita yang akan kita buat,” sambung Rosa. Dalam konteks program PPG misalnya, karya peserta akan dipresentasikan dalam format pameran dan buku. Namun harus juga dipertimbangkan, apabila cerita foto kelak akan dimuat di masing-masing media tempat peserta bekerja. 

Dalam perkembangan narasi visual, Rosa mendedah beragam bentuk klasik, seperti diptych, sequence, series, dan blok. Sekilas ia juga membahas tentang EDFAT (Entire, Detail, Frame, Angle and Time), metode yang kerap digunakan dalam foto jurnalistik, sebagai bentuk eksplorasi teknis untuk memperkaya cerita foto. Rosa memperkaya visual peserta dengan gagasan Marc Prust (peneliti, fotografer, dan staf ahli WordPress Photo). Menurut Marc Prust, bentuk-bentuk visual naratif saat ini berupa; visual diary, portofolio, narrative, typology, continuous story dan photographic essay

Rosa lalu berbagi berbagai referensi visual yang memperlihatkan ragam narasi visual karya-karya fotografer Indonesia maupun dunia berdasar gagasan Marc Prust. Untuk Visual Diary, foto-foto dari kisah personal yang kerap digabungkan dengan teks oleh si fotografer/seniman dengan perspektif personal, Rosa menyebut karya Ravy Shaker “Letter to Moses” dan mengenalkan bentuk-bentuk visual yang digagas oleh  Antonius Immanuel dengan karya “Online Dating”. 

Kisah mereka tidak hanya berbasis cerita personal namun diperkuat dengan layer cerita tambahan. Ravy Shaker tidak hanya mempresentasikan hasil diskusi bersama istrinya, tapi juga mengisahkan secuil realitas imigran. Antonius tidak hanya mencari tahu sendiri bagaimana fenomena online dating bekerja, ia juga menemukan bahwa teman kencan perempuan yang ia temui rentan menjadi korban kekerasan seksual.

Metode kedua, portofolio adalah koleksi foto dengan format konsisten tentang satu topik spesifik, di mana setiap gambar mengilustrasikan sebuah aspek dari cerita. Karya “Red Ink” dari Max Pinckers dan Iqbal Lubis (alumni PPG) “Rambo di Teluk Jakarta” menggunakan pendekatan portofolio untuk menyusun cerita.

Selanjutnya, pendekatan yang paling umum digunakan untuk membuat photo story adalah Narrative. Pendekatan ini dipopulerkan oleh Eugene Smith, fotografer yang kerap dipanggil sebagai bapak photo story. Dalam Narrative, cerita foto memiliki alur yang jelas. Cerita foto dibangun dengan foto pembuka, adegan klimaks dan foto penutup. Contoh karya dengan pendekatan ini adalah “Country Doctor” oleh Eugene Smith dan “Kresnapaksa” oleh Arif Hidayah (alumni PPG)   

Metode keempat adalah Typology. Metode ini menggunakan rangkaian foto untuk membicarakan tentang topik yang berdekatan melalui visual struktur yang hampir identikal, meski objek yang difoto berbeda. Jan Banning hampir selalu menggunakan metode tipologi dalam semua proyeknya. Atet Pramadia (alumni PPG) menggunakan pendekatan ini untuk membuat karya “Pusako Minang”.  

Pendekatan berikutnya adalah Continuous Story. Metode ini digunakan untuk menceritakan sebuah topik spesifik, gaya visual tidak perlu konsisten namun setiap foto merepresentasikan sebuah klimaks visual. Format ini biasanya digunakan oleh foto jurnalis untuk menceritakan mega isu yang sedang terjadi di dunia. Contohnya adalah karya Wasteland oleh Kadir Van Lohuizen.  

Format terakhir adalah Photographic Essay. Dalam photographic essay, sebuah cerita diutarakan lewat rangkaian foto, diperkuat oleh aspek estetika tata ruang halaman publikasi, dan dikombinasikan dengan beragam visual perspektif. Umumnya, format yang digunakan untuk cerita foto semacam ini telah ditentukan sebelumnya oleh editor foto/klien. Sebagai contoh, Putu Sayoga dalam reportase “The Ring of Fire” menggunakan format vertikal dan diptych sesuai dengan arahan penugasan. 

Salah seorang peserta, ​​Bhagavad Sambadha (wartawan Tirto.id) mengajukan pertanyaan, “Idealnya apakah kita sudah tahu format apa yang kita gunakan dari awal atau sembari jalan?.” Menanggapi pertanyaan tersebut, Rosa mengungkapkan, “Idealnya memang kita sudah tahu sedari awal format visual seperti apa. Namun, kita jangan menutup diri dengan apa yang kita temui di lapangan. Jika ada fakta atau data baru, sebagai jurnalis kita tidak boleh menutup mata. Ketika itu bisa dimasukkan dengan pendekatan lain yang berbeda, mengapa tidak?”

Rosa menutup sesi materi sekaligus mengingatkan peserta, “Saat membuat proyek visual, gunakan elemen visual untuk bercerita, bukan menggunakan elemen teks.” Elemen teks dinilai sulit digunakan untuk membangun asosiasi emosi dan visual. 

Setelah sesi materi usai, peserta bersama dengan para mentor: Edy Purnomo, Rosa Panggabean, dan Yoppy Pieter mendiskusikan dan mempertajam proposal masing-masing peserta. Kemudian peserta dibagi menjadi dua kelompok untuk mempermudah proses mentoring. 


Kelas Pertama: Pengenalan Tema Courage dan Presentasi Proposal

Bersamaan dengan pembukaan program Permata PhotoJournalist Grant (PPG) 2021 pada Selasa 22 Februari 2022, sesi dilanjutkan dengan orientasi program oleh Kepala Sekolah PPG, Ng Swan Ti (PannaFoto Institute), kelas pertama dengan materi pengenalan tema Courage oleh Edy Purnomo dan pitching proposal oleh setiap peserta.

Di sesi pengenalan tema, Edy Purnomo memulai dengan brainstorming untuk memahami suatu kata kunci. Beliau meminta peserta untuk memaknai tema Courage secara cepat dalam satu kata. Respon yang didapat beragam, seperti; maju, pengorbanan, tantangan, konsekuensi, melawan, yakin, pilihan, melindungi dan takut. Kemudian beliau memberi penjelasan lebih lanjut bagaimana memperluas perspektif untuk memaknai tema Courage. Beliau juga memberi referensi karya-karya fotografer lain yang terkait dengan tema courage untuk memberi gambaran, seberapa luas dan dalam kata kunci ini dapat dimaknai.    

​​Selanjutnya, masing-masing peserta mempresentasikan proposal karya yang akan mereka kerjakan selama program PPG 2021 ini. Setiap orang dari mereka harus mempertanggungjawabkan gagasan yang mereka ajukan sebagai proposal karya. Para mentor kemudian mempertanyakan motif, keterkaitan antara tema dan ide, serta memberi pertimbangan yang diperlukan. Beberapa peserta mengajukan ide proposal yang matang, namun ada pula yang masih perlu meyakinkan diri dan menggali ide lebih dalam. 

Usai pemaparan salah satu peserta, Yoppy Pieter memberi saran, “Cara paling mudah untuk mencari ide cerita adalah dengan peduli. Carilah cerita yang kita sangat pedulikan dan mengapa kita adalah orang yang paling tepat untuk menceritakan hal tersebut.” Lalu Edy Purnomo menambahkan, “Dalam storytelling butuh jangkar sederhana untuk membantu kita mencerna dan menghubungkan gagasan abstrak dengan visual, sehingga audiens dapat menikmati dan terhubung dengan karya kita tanpa kesulitan.” Para mentor juga menekankan para peserta untuk selalu kritis menguji asumsi, memperdalam dan mempertajam isu yang akan mereka kerjakan.

Kesepuluh peserta akan dibagi menjadi dua kelompok, dimana masing-masing kelompok akan menerima bimbingan selama penyusunan cerita foto dari co-mentor; Rosa Panggabean dan Yoppy Pieter. 

Selama 3 bulan, para peserta akan mengikuti rangkaian kelas yang akan dilaksanakan setiap hari Selasa dan Jumat hingga 8 April 2022. 


Pembukaan Permata Photojournalist Grant (PPG) 2021

Selasa, 22 Februari 2021 program Permata Photojournalist Grant (PPG) 2021: Courage dibuka. Pembukaan program yang kali kedua berlangsung secara daring ini dihadiri oleh Ibu Richele Maramis (Head of Corporate Affairs PermataBank), dan ibu Ng Swan Ti (Managing Director PannaFoto Institute), mentor, peserta PPG 2021, alumni PPG & ToT, serta rekan-rekan editor foto, pewarta foto dan tamu-tamu undangan.

Richele Maramis (Head of Corporate Affairs PermataBank) memberikan sambutan dalam pembukaan Permata Photojournalist Grant 2021.

Ibu Richele Maramis (Head of Corporate Affairs PermataBank) menyambut kehadiran sepuluh keluarga besar baru PPG yang berasal dari Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan dan Sulawesi. Melalui kelas-kelas daring, program PPG mengatasi kendala geografis dan dapat menjangkau lebih banyak pewarta foto/pewarta foto lepas di berbagai wilayah di Indonesia. Beliau menyampaikan, “Melihat antusiasme para peserta serta kegiatan PPG di awal pandemi, kami percaya semangat pewarta foto di Indonesia untuk mengembangkan diri dan kemampuan bertutur secara visual masih tetap membara. Untuk itu Permata Bank konsisten mendukung mereka dalam meningkatkan kemampuan dan mewujudkan ide-ide mereka melalui foto yang akan menginspirasi siapapun yang melihatnya.” Terkait tema Courage yang diusung PPG tahun ini, beliau menambahkan, “Tema ini merefleksikan situasi global saat ini. Kita butuh keberanian untuk menjalani kehidupan.”

Ng Swan Ti memberikan sambutan kepada seluruh peserta Permata Photojournalist Grant 2021.

Kemudian, Ibu Ng Swan Ti (Managing Director PannaFoto Institute) menuturkan jika peserta PPG 2021 tidak perlu khawatir meski kelas diadakan secara daring, interaksi dan diskusi kelas tidak akan hilang. Beliau juga berharap dapat melaksanakan pameran secara luring di tahun ini. 

Selanjutnya, para peserta PPG 2021 memperkenalkan diri sekaligus menceritakan karya foto yang mereka ajukan sebagai portofolio seleksi. Ahmad Tri Hawaari (Pos Kota, Jakarta) dengan karya “Pahlawan Pandemi” menceritakan minimnya fasilitas untuk nakes saat awal pandemi. Andri Saputra (Harian Rakyat Sulsel, Makassar) berbagi tentang “Buruh Emas di Tanah Obi”, sebuah kisah pekerja tambang emas di Maluku Utara. Andry Denisah (Kontributor SOPA Images, Sulawesi) memotret kehidupan sehari-hari suku “Bajo Pengembara Laut Ulung”. Bhagavad Sambadha (Tirto.id, Jakarta) mengajak kita menyambangi ruang hidup Omah Boro, sebuah penginapan buruh angkut di Pasar Johor Semarang lewat karya “Makhluk Itu Bernama Omah Boro”. Felix Jody Kinarwan (Project Multatuli, Banten) mengungkapkan kegusaran tentang kerusakan lingkungan akibat tambang timah dan pelik kehidupan ekonomi di Pulau Bangka dalam “Tin City”. Feny Selly Pratiwi (Antara Foto, Palembang) berbagi kisah inovasi bahan pewarna alami dari tanaman gambir untuk kain jumputan yang dikembangkan di Musi Banyuasin lewat “Dari Gambir ke Gambo Muba”.

Iqbal Firdaus, salah satu peserta terpilih Permata Photojournalist Grant 2021 tengah menjelaskan karya yang dikirim untuk proposal “Bertahan di Tengah Ganasnya Limbah Cikarang”

Iqbal Firdaus (Kumparan.com, Bekasi) dengan “Bertahan di Tengah Ganasnya Limbah Cikarang” menyorot getir kehidupan masyarakat Cikarang yang terdampak limbah industri  dan pembangunan pabrik. Moch. M. Kavin Faza (Ayobandung.com, Bandung) mencari pelaku budaya kuda renggong yang semakin tergerus zaman dan mengabadikannya lewat “Merawat Budaya Kuda Renggong”. Muhammad Zaenuddin (Katadata.co.id, Jakarta) mendedahkan konflik sosial pembukaan hutan untuk perkebunan kelapa sawit di Papua Barat yang kerap memicu perselisihan antara masyarakat adat, perusahaan dan pemerintah melalui “Menanti Janji Surga”. Virliya Putricantika (Bandungbergerak.id, Bandung) menularkan optimisme lewat “Kebahagiaan-Kebahagiaan Kecil di Tengah Pandemi”, berisi momen-momen sederhana dari proses adaptasi kehidupan normal baru masyarakat Kota Bandung. Acara kemudian ditutup dengan sesi tanya jawab.

Pembukaan program menandai dimulainya rangkaian pelatihan PPG 2021 yang akan berlangsung hingga April 2022, yang akan diikuti dengan pameran foto, presentasi fotografi, forum editor foto, serta diskusi.

Informasi kegiatan-kegiatan selanjutnya dari program ini akan tersedia di www.permata-photojournalistgrant.org 

Foto bersama di pembukaan Permata Photojournalist Grant 2021.

(Dokumentasi: PermataBank / PPG 2021)


Penerima Permata Photojournalist Grant (PPG) 2021 | COURAGE

Congratulations! Kami ucapkan selamat bergabung dalam Permata Photojournalist Grant 2021 dengan tema "COURAGE" kepada Rekan-rekan terpilih:

  • Ahmad Tri Hawaari, Pos Kota – Jakarta
  • Andri Saputra, Harian Rakyat Sulsel – Makassar
  • Andry Denisah, Kontributor SOPA Images – Sulawesi
  • Bhagavad Sambadha, Tirto.id – Jakarta
  • Felix Jody Kinarwan, Project Multatuli – Banten
  • Feny Selly Pratiwi, Antara Foto – Palembang
  • Iqbal Firdaus, Kumparan.com – Bekasi
  • Moch. M. Kavin Faza, Ayobandung.com – Bandung
  • Muhammad Zaenuddin, Katadata.co.id – Jakarta
  • Virliya Putricantika, Bandungbergerak.id – Bandung 

Kami mengundang Edy Purnomo (Fotografer dan mentor PPG), dan Edwin Putranto (Editor Foto Republika) untuk menyaring 35 aplikasi yang masuk. Dalam proses seleksi, Edy dan Edwin memberi catatan sebagai berikut:

"Portfolio yang masuk secara visual atau teknik fotografi semakin meningkat dari tahun ke tahun. Namun, cerita yang diangkat masih kurang bervariasi dan kurang mendalam." - Edy Purnomo

"Proses seleksi PPG menitik beratkan pada portofolio dan proposal yang diajukan oleh calon peserta. Karena itu, kemampuan fotografer dalam menyusun portofolio dengan cermat mutlak diperlukan. Sejatinya portofolio adalah jendela awal untuk melihat visi dan karakteristik seorang fotografer." - Edwin Putranto

Semoga, catatan ini dapat menjadi refleksi untuk PPG selanjutnya. Kami mengucapkan terima kasih dan apresiasi sebesar-besarnya kepada Rekan-rekan pewarta dan fotografer yang sudah mengirimkan aplikasi, berpartisipasi dan terus mendukung program ini. Semoga kita dapat berjumpa di kesempatan berikutnya. 


Permata Photojournalist Grant 2021 | Pendaftaran Diperpanjang Hingga 31 Januari 2022

 

PermataBank x PannaFoto Institute menghadirkan

PERMATA PHOTOJOURNALIST GRANT 2021
Tema: COURAGE

Via Zoom Meeting

Pendaftaran dibuka hingga
31 Januari 2022 pukul 20:00 WIB

Kelas dilaksanakan pada
15 Februari – 12 April 2022

Permata Photojournalist Grant (PPG) kembali hadir secara daring untuk kedua kalinya. Melalui kelas-kelas daring, kami berharap program PPG dapat menjangkau lebih banyak pewarta foto dan pewarta foto lepas di berbagai wilayah di Indonesia.

Pewarta foto dan pewarta foto lepas terpilih akan mendapatkan grant dan pelatihan dengan materi utama photo story dan materi-materi pendukung. Mentor-mentor PannaFoto Institute, Edy Purnomo, Rosa Panggabean, Yoppy Pieter, Sasa Kralj (Kroasia), dan mentor-mentor tamu akan memfasilitasi penerima PPG 2021 menemukan dan mengembangkan gagasan cerita menjadi satu foto cerita (photo story). Kelas-kelas daring akan berlangsung dalam periode 15 Februari-12 April 2022.

Syarat dan ketentuan:

  • Terbuka bagi 10 (sepuluh) pewarta foto dan pewarta foto lepas di Indonesia berusia maksimum 38 tahun, bekerja aktif atau kontributor di media cetak dan online.
  • Mengirimkan formulir pendaftaran, CV, pas foto, portfolio (foto tunggal dan foto cerita/photo story tema bebas), dan proposal foto cerita tema COURAGE ke info@pannafoto.org paling lambat tanggal 31 Januari 2022, pukul 20.00 WIB.

Informasi dan formulir pendaftaran tersedia di
www.permata-photojournalistgrant.org
(tautan di bawah ini)

Narahubung
Asa
+62 858-8812-7367
info@pannafoto.org

Informasi Permata Photojournalist Grant 2021
Formulir Pendaftaran Permata Photojournalist Grant 2021


Satu Dekade Permata Photojournalist Grant, Luluskan 95 Pewarta Foto dan Luncurkan Kembali Website

PermataBank bersama PannaFoto Institute selenggarakan Permata Photojournalist Grant ke-10 100% secara daring dan menampilkan hasil karya seluruh peserta secara virtual melalui website dengan tampilan terbaru.

Jakarta – Setelah menjalani berbagai sesi daring selama tiga bulan, Permata Photojournalist Grant (PPG) ke-10 akhirnya meluluskan 10 pewarta foto bersamaan dengan peluncuran kembali website PPG (www.permata-photojournalistgrant.org) yang telah diperbaharui. Kegiatan tersebut merupakan bagian dari acara puncak Satu Dekade Permata Photojournalist Grant yang berlangsung pada 7-9 April 2021 dengan Editor’s Talk ‘Peran Editor Masa Kini’ yang menampilkan tiga editor foto ternama (Adek Berry, Dwi Prasetya dan Muhammad Fadli) dan Editor’s Choice ‘Selected Works of PPG 2011-2020” yang menampilkan kurator foto independen internasional Jenny Smets sebagai pembuka.

Sejak dimulainya PPG sebanyak 95 pewarta foto dari 35 media di Indonesia yang telah sukses menyelesaikan program ini, 80 fotografer dari berbagai komunitas telah mengikuti program Training of Trainers dan lebih dari 1,200 peserta telah mengikuti seminar publik yang menjadi rangkaian program ini.

“Kami bersyukur bahkan dengan situasi dan kondisi saat ini, dapat terus menyelenggarakan Permata Photojournalist Grant ke-10 yang berlangsung 100% secara daring. Melalui kerja sama yang baik dengan PannaFoto, program PPG ke-10 dapat mengatasi kendala geografis yang selama ini menjadi kepedulian kami, dan menjangkau lebih banyak pewarta foto dan pewarta foto lepas di berbagai wilayah di Indonesia. Menginjak usia satu dekade PPG menunjukkan konsistensi kami dalam meningkatkan kualitas pewarta foto di Indonesia,” ujar Dhien Tjahajani, Direktur Hukum dan Kepatuhan PermataBank saat memberikan sambutan pada acara puncak Satu Dekade PPG secara daring.

Tema PPG ke-10 adalah Hope atau Harapan, yang dapat ditafsirkan secara optimis, cerita-cerita yang diharapkan dapat menginspirasi pembaca. Namun, peserta dapat juga memilih cerita-cerita dari perspektif lain untuk mengajak pembaca berempati pada subyek yang difoto.

Tahun ini PPG telah meluluskan 10 (sepuluh) pewarta foto yang berasal dari 8 media dan 2 pewarta foto lepas di Indonesia. Mereka merupakan pewarta foto yang berusia maksimum 38 tahun serta bekerja aktif atau kontributor di media cetak dan online. Selama periode November 2020 hingga Februari 2021 mereka telah mendapatkan grant dan berbagai sesi pelatihan secara daring dengan materi utama photo story dan materi-materi pendukung yang akan disampaikan oleh mentor-mentor seperti Sasa Kralj (Kroasia), Jenny Smets (Belanda) kurator independen untuk pameran fotografi dan seni, pengajar, konsultan dan editor foto. Juga turut terlibat program ini beberapa pengajar tetap dari PannaFoto Institute seperti Edy Purnomo, Rosa Panggabean dan Yoppy Pieter serta beberapa alumni PPG lainnya.

Berikut judul karya dan nama peserta:

  1. Pelita di Tengah Delta – Abriansyah Liberto (Tribun Sumsel – Tribun Network, Palembang).
  2. Terbatas Seutas Kertas – Andri Widiyanto (Media Indonesia, Jakarta).
  3. Wish You Were Here – Fanny Kusumawardhani (Pewarta Foto Lepas, Jakarta).
  4. Lara La Ode – Indra Abriyanto (Harian Rakyat Sulsel, Makassar).
  5. Mereka Yang Menguasai Pulau – Johannes P. Christo (Pewarta Foto Lepas, Denpasar).
  6. Lengkung Pelangi – Nita Dian (Tempo, Jakarta).
  7. Ombak yang Hilang – Nopri Ismi (Mongabay Indonesia, Kab. Bangka Tengah).
  8. Sekar Kekar – Rifkianto Nugroho (detikcom, Bekasi).
  9. Metamorfosa – Suci Rahayu (Kompas.com, Malang).
  10. Senandika Badai – Thoudy Badai Rifanbillah (Republika, Jakarta).

Dalam menyesuaikan dengan keadaan pandemi saat ini, seluruh karya lulusan PPG ke-10 diapresiasi dalam bentuk virtual melalui website PPG yang telah diluncurkan ulang dengan tampilan terbaru. Sebelumnya dalam menyambut acara puncak telah dilaksanakan juga 15 sesi IG Live yang menyiarkan percakapan-percakapan antara penyelenggara, pengurus dan alumni mengenai berbagai topik dalam ekosistem fotografi saat ini.

Untuk melihat seluruh karya alumni PPG selama 10 tahun terakhir dan informasi program kedepannya dapat mengunjungi: www.permata-photojournalistgrant.org.

Unduh siaran pers PPG 2020 - HOPE

 

 

 


Satu Dekade Permata Photojournalist Grant

10 tahun perjalanan
10 angkatan program Permata Photojournalist Grant
7 angkatan program Training of Trainers
7 penerima Erasmus Huis Fellowship to Amsterdam
148 alumni
101 karya foto bertutur

Pertama kali diluncurkan pada 2011, program Permata Photojournalist Grant (PPG) didedikasikan untuk mengembangkan ilmu dan talenta pewarta foto Indonesia. Peran dan dukungan para mitra, mentor, alumni, rekan media serta sahabat PPG memberikan arti penting dalam satu dekade perjalanannya. Perjalanan ini masih akan terus berlanjut karena kami percaya pendidikan merupakan salah satu faktor krusial untuk membuat perbedaan dan perubahan yang lebih baik dalam masyarakat. PPG berupaya untuk terus mendukung para pewarta foto Indonesia untuk menghasilkan karya-karya yang menginspirasi.

PermataBank mengundang Anda untuk merayakan Satu Dekade Permata Photojournalist Grant pada tanggal 7, 8, 9 April 2021 yang akan berlangsung secara virtual melalui Zoom dan kanal YouTube PermataBank.

Editor’s Talk
Peran Editor Masa Kini
Panelis:
Adek Berry
Dwi Prasetya
Muhammad Fadli

Rabu, 7 April 2021
19:00-20:30 WIB

Editor’s Choice
Selected Works of PPG 2011-2020 by Jenny Smets

Kamis, 8 April 2021
19:00-20:30 WIB

Graduation & Artist Talk PPG 2020 “HOPE”
Abriansyah Liberto (Tribun Sumsel (Tribun Network), Palembang) // Andri Widiyanto (Media Indonesia, Jakarta) // Fanny Kusumawardhani (Pewarta Foto Lepas, Jakarta) // Indra Abriyanto (Harian Rakyat Sulsel, Makassar) // Johannes P. Christo (Pewarta Foto Lepas, Denpasar) // Nita Dian (Tempo, Jakarta) // Nopri Ismi (Mongabay Indonesia, Kab. Bangka Tengah) // Rifkianto Nugroho (detikcom, Bekasi) // Suci Rahayu (Kompas.com, Malang) // Thoudy Badai Rifanbillah (Republika, Jakarta)

Jumat, 9 April 2021
19:00-21:30 WIB

Registrasi
bit.ly/satudekadeppg

Kami nantikan kesempatan untuk berjumpa dengan Anda secara virtual.

#satudekadeppg

 


Masih Berlanjut! Seri Instagram Live Menuju Satu Dekade Permata Photojournalist Grant

Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang sudah mengikuti rangkaian seri Instagram Live Menuju Satu Dekade Permata Photojournalist Grant (PPG) minggu lalu. Senang sekali dapat bertegur sapa dengan para alumni PPG & ToT dan dengan teman-teman Panna secara virtual.

Keceriaan Menuju Satu Dekade PPG masih akan berlanjut. 2 seri Instagram Live selanjutnya masih akan menghadirkan alumni PPG & ToT dan kepala sekolah PPG. Mereka akan berbagi cerita dari program PPG, kabar dan kesibukan mereka, hingga diskusi tentang fotografi hari ini.

Penasaran? Ikuti perbincangannya pada 24 & 31 Maret 2021 pukul 19:00-21:00 WIB secara live di Instagram PannaFoto. Simak jadwalnya di bawah ini. Sampai jumpa di layar Instagram!


Menuju Satu Dekade Permata Photojournalist Grant

Sepuluh tahun Permata Photojournalist Grant (PPG)! Dalam perjalanannya, kami dipertemukan dengan banyak pihak, serta beragam kesempatan untuk bekerja sama dan berkolaborasi. Pertemuan-pertemuan ini yang membawa PPG terus bergulir hingga angkatan kesepuluh tahun ini. Sebagai apresiasi atas dukungan tiada henti dari mitra, alumni, rekan media, para mentor, dan semua pihak yang telah mendukung PPG, saat ini kami tengah mempersiapkan perayaan perjalanan 10 Tahun PPG dan graduation PPG 2020 “HOPE” yang akan berlangsung pada bulan April 2021. Karena 10 tahun perjalanan ini begitu berarti, kami ingin merayakannya dengan yang juga berarti, yakni rekan-rekan yang telah menjadi bagian program PPG. Terima kasih masih mengiringi perjalanan PPG hingga hari ini.

Menuju Satu Dekade Permata Photojournalist Grant, kami mengundang alumni program PPG dan Training of Trainers (ToT) untuk berjumpa dan berbincang secara virtual melalui Instagram Live.

Saksikan seri IG Live Menuju Satu Dekade Permata Photojournalist Grant pada 17, 18, 19, 24, dan 31 Maret 2021, pukul 19:00-21:00 WIB melalui akun Instagram @pannafoto. Jadwal selengkapnya terdapat dalam poster di bawah ini. Silakan catat tanggalnya atau unduh posternya. Sampai jumpa!


Sesi Berbagi Proses Kreatif Menggarap Karya Multimedia bersama Hafitz Maulana

Rangkaian pelatihan fotografi Permata Photojournalist Grant (PPG) 2020 sampai pada tahap akhir, Selasa, (09/02/2021). Pada pertemuan kali ini, Hafitz Maulana, pewarta foto Tirto.id sekaligus alumni PPG 2019, berbagi mengenai proses kreatifnya selama menggarap karya multimedia. Sebagai informasi, pada pameran foto “Innovation” yang diselenggarakan pada tahun 2020 lalu di galeri Erasmus Huis, Jakarta, Hafitz menyajikan karyanya secara multimedia bertajuk Virtual Insanity: Inside The Life of Pro-Gamer.

Pameran foto karya peserta PPG 2020 rencananya diselenggarakan secara daring. Pada kelas-kelas sebelumnya, peserta memang sudah dibekali pengetahuan teoretis tentang multimedia oleh Saša Kralj. Namun pada sesi kali ini lebih ditujukan untuk berbagi pengalaman teknis saat membuat karya multimedia agar peserta PPG 2020 memperoleh gambaran yang utuh.

“Mungkin hal pertama yang perlu digarisbawahi, pada dasarnya multimedia itu benar-benar lintas medium. Sebetulnya tidak hanya dalam format digital saja ya, tapi bisa dipresentasikan di mana saja dan bentuknya beragam,” tutur Hafitz membuka sesi sharing.

Dalam karyanya tahun lalu, Hafitz bercerita tentang game. Ia menggabungkan foto still dengan audio sehingga menghasilkan efek dan nuansa cerita yang lebih hidup.

“Saya menyebutnya audiophotography, yaitu kombinasi antara dua medium; foto dan audio,” kata Hafitz.

Menurutnya, cara kerja audiophotography mirip seperti film. Hanya saja perbedaannya terletak pada bahan visual utama. Jika pada film, medium utamanya adalah video. Sementara audiophotography, medium utamanya adalah foto still. Sentuhan audio/sound pada karya fotografi akan memberi suasana cerita dan nuansa mood yang lebih hidup.

Secara teknis, mood akan dihasilkan melalui gabungan antara wild track dan transisi. Wild track itu bisa berupa sound effect, narrative audio, SFX, ambient, dan sebagainya. Sementara transisi dapat membantu pergerakan dari satu suara ke suara lain lebih halus (smooth). Transisi ini sangat penting karena berfungsi sebagai jembatan dari suatu cerita.

Selain hal-hal teknis, seorang sound designer harus mampu mengenali karakter audio dari suatu lokasi. “Misalnya, bagaimana sih karakter dari suara aktivitas di pelabuhan antara Makassar dan Jakarta, kedua lokasi tersebut pasti memiliki perbedaan,” ujar Hafitz.

Menurutnya, ada karakter sound endemik atau suara asli yang hanya bisa didapatkan jika kita pergi ke lapangan untuk mengambilnya. Tetapi ada pula karakter sound yang generik, misalnya suara motor dan langkah kaki, yang bisa didapatkan dari bank audio di internet secara gratis.

“Waktu saya mengerjakan proyek foto tentang game itu, saya mengobrol dengan para gamers dan mencari tahu jenis game apa saja yang mereka mainkan. Saya mengambil audio dari suara-suara yang muncul di dalam game-nya. Saya memotong-motong audionya dan berpikir bagaimana caranya agar mendapatkan satu komposisi dan bisa in line dengan photo sequence yang sudah dibentuk,” cerita Hafitz saat mengingat-ingat proses kreatif yang pernah dilakukan.

“Apakah ada kesulitan ketika mengerjakan karya sendiri? Karena karya yang dibuat Hafitz itu hanya ada 10 frame, durasinya sangat pendek,” tanya Rifkianto Nugroho di sela-sela diskusi.

Hafitz bercerita bahwa itulah kesulitan yang pertama kali ia temui. Ia harus menyiasati agar durasi audio/sound yang masuk bisa sejalan dan seirama dengan durasi perpindahan setiap foto still. Akhirnya ia bisa mengatasi hambatan tersebut. Hafitz menambahkan visual effect pada fotonya sehingga bisa sedikit mempengaruhi panjang durasi.

“Cara mengakali tampilan satu frame agar durasinya tampak panjang, berarti harus ada pergerakan. Tipis-tipis saja, tak perlu terlalu banyak efek. Misalnya bisa dengan memanfaatkan efek zoom-in dan zoom-out atau dari terang ke gelap,” terang Hafitz.

Meski hari ini merupakan pertemuan terakhir dari pelatihan fotografi program PPG 2020, masih ada hal-hal lain yang belum tuntas dan perlu dikerjakan peserta. Mereka mulai menggarap presentasi karya multimedia untuk pameran foto daring. Selain itu juga mempersiapkan diri untuk acara graduation PPG 2020 yang akan dilaksanakan bulan depan. // Rizka Khaerunnisa