PEMBUKAAN PAMERAN FOTO "PEMBERDAYAAN" KARYA PESERTA PPG III
Menutup rangkaian program Permata Photojournalist Grant (PPG) III yang telah berlangsung sejak 8 Oktober 2013 silam, PermataPhotojournalist Grant bekerjasama dengan Erasmus Huis dan Kedutaan Besar Kerajaan Belanda di Indonesia menggelar Pameran Foto bertema "PEMBERDAYAAN" di Erasmus Huis, Jakarta, dari tanggal 29 Januari hingga 22 Februari 2014.
Pembukaan pameran foto yang berlangsung pada tanggal 29 Januari 2014 ini, merupakan puncak dari rangkaian program PPG angkatan ke-3 setelah sebelumnya ke-10 pewarta foto Indonesia terseleksi ini telah mengikuti 16 sesi kelas berdurasi dua kali dalam seminggu dan mendapatkan pelatihan langsung secara intensif oleh mentor tamu Kadir van Lohuizen, co-founder NOOR photo agency & Supervisory Board di World Press Photo Foundation di Belanda.
Pameran Foto PPG 2013 : PERBERDAYAAN (29 Januari – 22 Februari 2014)
Januari 17, 2014Uncategorized @id

PermataBank dan Erasmus Huis mempersembahkan :
Pameran Foto PEMBERDAYAAN
Karya 10 Pewarta Foto Penerima Permata PhotoJournalist Grant 2013
ADITIA NOVIANSYAH – CHEPY A. MUCHLIS – FIKRI ADIN – JESSICA MARGARETHA – PRAYOGI – PRIYOMBODO – RAMDANI – TAUFAN WIJAYA – VITALIS YOGI TRISNA – WAHYU WENING
Pengumuman Penerima Erasmus Huis Fellowship To Amsterdam
Pembukaan
Rabu 29 Januari 2014
Pukul 17.00 WIB
Diskusi Foto Permata PhotoJournalist Grant 2013
Rabu 19 Februari 2014
Pukul 14.00 – 16.00 WIB
Pameran
29 Januari – 22 Februari 2014
Senin – Kamis : 09.00 – 16.00 WIB
Jumat : 09.00 – 14.00 WIB
Sabtu : 10.00 – 13.00 WIB
Erasmus Huis
Jl. HR Rasuna Said Kav S-3, Jakarta 12950
www.erasmushuis.org - Phone: (+62) 021 524 1069
Informasi selengkapnya
www.permata-photojournalistgrant.org
Permata PhotoJournalist Grant (PPG), program pertama PermataBank yang didedikasikan untuk mengembangkan ilmu dan talenta pewarta foto Indonesia. Dalam tugas kesehariannya, mereka membuat karya visual dan mewartakan kepada publik apa yang sedang terjadi di dunia ini. PPG diharapkan dapat menjadi wadah belajar agar mereka mampu mempersembahkan karya terbaik bagi masyarakat.
PPG I yang diselenggarakan pada tahun 2011 mendapat sambutan positif dari media, pihak pewarta foto dan publik. Sejak PPG II tahun 2012, PermataBank menjalin kemitraan utama dengan Erasmus Huis dan Kedutaan Besar Kerajaan Belanda di Indonesia. Dalam PPG III tahun 2013 untuk pertama kalinya program PPG meluncurkan Erasmus Huis Fellowship To Amsterdam, berupa beasiswa bagi satu Alumni PPG dari 3 Angkatan (PPG 2011- 2013) untuk berkunjung ke Amsterdam dan mengerjakan satu photo story dibawah bimbingan Kadir van Lohuizen dari agensi foto ternama, NOOR di bulan April 2014.
Erasmus Huis Fellowship To Amsterdam Submission is now open!
Through its fellowship programme, PermataBank and The Erasmus Huis will award one fellowship to an Indonesian photojournalist.
The programme offers a one week residency training in Amsterdam. During the residency, the selected candidate will have the opportunity to work on photo stories mentored by Kadir Van Lohuizen (NOOR Photo Agency), including an opportunity to attend the World Press Photo Award Days in Amsterdam.
Sesi 16 Kelas PPG: Multimedia bersama Eddy Hasby
Multimedia dan perkembangannya sangat pesat. Artinya, di dalam dunia online, kebutuhan pasar akan foto dan video cukup besar. Alhasil fotografer kerap dituntut untuk memenuhi kebutuhan ini dan tentunya memberikan peluang bagi fotografer untuk mengisi “lahan” baru tersebut melalui karya-karyanya.
“Sekarang ini kita hidup di generasi online dimana semua aplikasi dan teknologi sudah sangat terbuka dan generasi fotografer saat ini penting untuk dibekali ilmu baru termasuk multimedia,” kata Eddy Hasbi, fotografer senior harian Kompas yang saat itu menjadi mentor tamu Kelas Permata Photojournalist Grant 2013 pada hari Jumat lalu (13/12) di kelas PPG di PermataBank Tower lantai 21, Jakarta.
Di dalam sesi kelas yang berlangsung selama tiga jam, Eddy menyampaikan bahwa multimedia sendiri sebetulnya bukan hal yang baru dan saat ini dalam multimedia dikenal beberapa kategori, seperti Shoot Online, Picture Online, dan Alternative Documenter. Dengan memadukan antara foto, video, dan audio, para fotografer bisa memanfaatkan elemen-elemen tersebut untuk membuat karya multimedia. Masih menurut Eddy, tantangan utamanya adalah kemampuan untuk membuat story telling dan riset.
Untuk membuat multimedia, Eddy pun tak segan-segan membagi beberapa trik berdasarkan pengalamannya. Termasuk trik-trik seperti zoom-in, zoom out, dan panning agar multimedia yang dihasilkan tidak membosankan. Eddy juga memperkenalkan beberapa teknik baru yang mau tidak harus dikenal oleh fotografer, misalnya teknik hyperlapse, time lapse, paralaks, tilt, trekking, dll.
Menurut Eddy bagi fotografer yang ingin bergerak ke ranah multimedia sebetulnya tidaklah terlalu sulit. Satu hal yang perlu diasah adalah kemampuan si fotografer untuk memilah kapan ia harus memotret untuk karya foto still dan kapan harus merekam untuk kebutuhan video. Selebihnya adalah memadukannya dengan wawancara, materi riset, dan storyline yang sebelumnya sudah dibuat.
Di sesi kelas yang juga merupakan sesi terakhir kelas PPG, Eddy juga memutarkan beberapa teaser dan multimedia karyanya serta beberapa stopmotion dari mancanegara yang bisa dijadikan referensi bagi para peserta untuk mengenal lebih jauh tentang multimedia.
“Intinya adalah koleksi foto-foto kita bisa menjadi dokumenter asal mempunyai kekuatan bermain di story telling dan fotografer juga harus menyadari bahwa kumpulan foto-fotonya kelak bisa diolah,” kata Eddy saat mengakhiri kelas. (AWS/foto: Radityo Widiatmojo)
Photo Seminar "WHERE WILL THEY GO" - Kadir van Lohuizen (NOOR)
Seperti tahun lalu, sebagai rangkaian program Permata Photojournalist Grant (PPG) 2013, PermataBank dan Erasmus Huis kembali menghadirkan Kadir van Lohuizen (NOOR) dalam Photo Seminar “Where Will They Go” di Erasmus Huis, Jakarta hari Rabu, 4 Desember 2013. (foto: Radityo Widiatmojo)
SESI 15 Kelas PPG 2013: Editing Bersama Kadir van Lohuizen (NOOR)
Tak terasa program PPG 2013 sudah memasuki tahap akhir. Seperti tahun lalu, Kadir van Lohuizen (NOOR) dihadirkan untuk sesi Editing. Dalam sesi ini, para peserta PPG 2013 mendapat kesempatan langka untuk berdiskusi langsung dengan Kadir. (foto: Radityo Widiatmojo)
Sesi 14 Kelas PPG: Editing (3)
Tak terasa kelas PPG 2013 sudah memasui sesi ke 14 (3 Desember 2013), dimana dalam sesi ini para peserta melakukan photo editing sebelum memasuki kelas Kadir van Lohuizen esok harinya.
Sesi 13 Kelas PPG: Review Foto Story dengan Sasa Kralj
Rangkaian foto dalam sebuah photo story tidak akan memiliki arti jika tidak dilengkapi caption dan riset yang kuat. Bukan tidak mungkin story yang dihasilkan akan terlihat kurang berbobot, repetitif, membosankan dan menjadi linier. Lagi-lagi dengan riset yang kuat disertai kemampuan menulis caption berisi detail informasi, fotografer mampu menyampaikan pesan yang akan disampaikan melalui 'story' dalam foto-fotonya. Poin-poin tersebut kembali ditekankan Sasa Kralj, fotografer asal Kroasia, yang kembali hadir sebagai mentor tamu di Sesi 13 pada hari Jumat (29/11) lalu di Kelas PPG, PermataBank Tower, Jakarta.
“Story has to be researched and discovered and told through motives. It is the WHY part of the caption that gives us story and its relevance,” kata Sasa.
Lewat aplikasi online Skype, Sasa me-review photo story setiap peserta dan memberikan feedback. Berdasarkan pengalamannya, sesekali Sasa juga memberikan tips bagaimana menggarap sebuah ide untuk photo story hingga mampu menghasilkan in-depth photo story. Masih menurut Sasa, sebagai seorang fotojurnalis sangatlah penting mewawancarai narasumber, berbicara dengan para ahli di bidangnya, ke LSM atau NGO terkait projek foto yang dikerjakan agar fotografer mengetahui detail permasalahan, latar belakang serta relevansinya.
Meski terkesan rumit tapi sesi ini sangat bermanfaat bagi para peserta Kelas PPG.
“Sesi yang sangat menarik karena terkadang fotografer luput akan pemberian caption dan hanya mencantumkan judul, padahal judul tidak memberikan informasi yang detail sehingga memungkinkan pembaca atau orang yang melihat foto kita jadi berasumsi dan berpikir kemana-kemana dan menimbulkan cerita yang berbeda,” kata Prayogi, fotografer Republika yang terpilih menjadi salah satu peserta PPG 2013.
Di satu sisi, adanya caption sangatlah penting bagi editor foto karena memudahkan seorang editor untuk mengetahui alur cerita dan inti permasalahan sehingga memudahkan editor maupun fotografer itu sendiri saat proses photo editing. Menurut Sasa, editing adalah konsekuensi langsung bagi editor atas pemahaman sebuah story.
Di Sesi yang berlangsung selama kurang lebih tiga jam, Sasa juga menyarankan untuk mulai menggunakan fasilitas recorder dan merekam beberapa pembicaraan. Lantaran dari hasil photo story para peserta, beberapa diantaranya cukup potensial untuk dibuat multimedia dengan kombinasi audio dan foto. Hal lain yang ditekankan oleh Sasa selama menyampaikan materi adalah bahwasanya fotojurnalis adalah gabungan antara FOTO dan JURNALIS. Sehingga fotografer jangan hanya terjebak pada kemampuan menghasilkan foto-foto semata, tapi juga harus tetap mengasah kepekaan sebagai seorang jurnalis.
“I would like you to discover the story. So learn something new… something that you don't know and something that you can teach us,” pesan Sasa. (AWS/foto: Radityo Widiatmojo)
Sesi Panel kelas PPG
Hampir dua bulan sudah kelas PPG berjalan sejak sesi pertama berlangsung awal Oktober lalu. Selama kurun waktu tersebut, ke-10 fotojurnalis penerima Permata Photojournalist Grant 2013 telah melewati 12 Sesi Kelas dan mempelajari banyak hal. Mulai dari mengenal photo story dan jenis-jenisnya, cara membuat proposal, melakukan riset, menulis caption, visual literacy, hingga photo editing. Proses shoot and re-shoot serta self-editing seolah sudah menjadi hal rutin ketika bagi peserta demi menyelesaikan photo story masing-masing yang nantinya akan dipamerkan di akhir program.
Sebagai bagian dari program, salah satu agenda yang rutin dilakukan adalah Sesi Panel dimana Kelas PPG mengundang Tim Panelis yang terdiri dari Leila Djafaar (EVP-Head Corporate Affairs PermataBank), fotografer senior Dita Alangkara (Associated Press/AP), dan redaktur foto Hariyanto dari Media Indonesia.
Di dalam Sesi Panel yang berlangsung pada hari Selasa (26/11) di Pad@28, Senopati, Jakarta Selatan, para peserta PPG mempresentasikan photo story masing-masing berupa slideshow di hadapan Tim Panelis dengan durasi masing-masing 10 - 15 menit. Kritik maupun saran dilontarkan oleh Tim Panelis, namun tak jarang juga beberapa karya foto dan photo story beberapa peserta juga diberi pujian terutama terkait konsep cerita dan proses penggalian ide photo story terkait tema PPG tahun ini yang mengangkat tema “Pemberdayaan” (Empowerment).
“Secara teknis sebetulnya beberapa sudah oke, mungkin tantangan terbesarnya adalah bagaimana menghasilkan photo story yang betul-betul personal yang mampu menunjukkan foto-foto dengan pendekatan emosional dan ada unsur kedekatan antara si fotografer dengan subjeknya,” kata Hariyanto.
Serupa dengan Hariyanto yang menekankan pentingnya unsur emosional dan kedekatan dengan subjek, menurut Leila DJafaar, foto-foto yang menunjukkan adanya emosional tentunya memilik impact yang powerful terhadap pembaca. Leila juga menambahkan, “Tantangan lain yang rekan-rekan fotojurnalis hadapi adalah bagaimana menghasilkan photo story dengan ide maupun konsep cerita yang out of the box, yang tentunya hal tersebut mau tidak menuntut para fotojurnalis untuk melakukan riset dan banyak membaca.”
Masih menurut Leila, setiap tahunnya komite berusaha meningkatkan kualitas program PPG, baik melalui program atau materi pelajaran hingga para fotografer lokal maupun bertaraf internasional untuk hadir menjadi mentor tamu. Seperti misalnya tahun ini yang kembali menghadirkan fotografer asal Belanda pemenang World Press Photo, Kadir Van Lohuizen. Menariknya lagi, tema Pemberdayaan itu sendiri justru seolah menjawab tantangan bagi para fotojurnalis sendiri untuk juga mampu 'memberdayakan' dirinya, salah satunya dengan mengerjakan sebuah photo story.
“Banyak dari para peserta PPG memiliki potensi dan masih banyak yang bisa digali. Harapannya kalau bisa ada banyak program-program seperti PPG termasuk mengundang fotografer dari Asia sekadar untuk sharing cara kerja masing-masing atau bahkan ada kolaborasi dengan artis-artis yang bergerak di bidang seni kontemporer sekadar memperkaya wawasan & ide para peserta PPG,” tutur Dita Alangkara.
Sesi Panel yang berlangsung selama kurang lebih 4 jam tersebut ditutup dengan acara ramah-tamah. Turut hadir para mentor PPG, beberapa alumni PPG Angkatan I (2011) dan Angkatan II (2012) serta para tamu undangan seperti Bob Wardhana (Erasmus Huis), Sinartus Sosrodjojo (Advisor of PannaFoto), dan beberapa rekan dari PermataBank. (AWS/Foto: Radityo Widiatmojo)
Photo Seminar 'Where Will They Go' - Kadir van Lohuizen (NOOR) - Dec 4, 2013
PermataBank and Erasmus Huis proudly present :
Photo Seminar 'Where Will They Go'
Kadir van Lohuizen (NOOR)
Kadir's latest project, where he looks at the consequences of the rising sea levels on a global scale. He doesn't only look at the affected regions, but also investigates where people can be re-located to.
Wednesday December 4, 2013
7 - 9 pm
Open for public
Auditorium Erasmus Huis
Jl. HR Rasuna Said Kav. S - 3
Jakarta 12950
Phone (+62) 21 524 1069
CP Elisha
085692021655
Kadir van Lohuizen (The Netherlands, 1963) has covered conflicts in Africa and elsewhere, but is probably best known for his long-term projects on the seven rivers of the world, the diamond industry and migration in the Americas. He has received numerous prizes for his work, including two World Press Photo awards. In September 2007, Kadir and ten others established the photo agency and foundation NOOR. Kadir became a member of the supervisory board of World Press Photo in 2008. To date, he has published four photo books, including “Diamond Matters, the trail of the diamond” and “Rivers”. In 2011, Kadir started Via PanAm, a 12-month journey along the Pan-American highway, investigating contemporary migration in the Americas. Kadir is based in Amsterdam.
Sesi Kunjungan PPG: Sanggar Anak Akar
Memaknai konteks "Pemberdayaan" memang bukan hal yang mudah mengingat makna kata Pemberdayaan itu sendiri cukup luas dan beragam. Namun sesuai dengan tema Permata Photojournalist Grant tahun ini yang mengangkat tema "Pemberdayaan", para peserta PPG 2013 bersama-sama dengan beberapa rekan dari PermataBank berkesempatan mengunjungi Sanggar Anak Akar yang terletak di pinggiran Kalimalang, Jakarta Timur, pada hari Sabtu pagi (23/11).
Sanggar Anak Akar (SAA) merupakan organisasi nirlaba yang memberdayakan anak-anak jalanan melalui pendidikan alternatif dalam bentuk Sekolah Otonom yang ditujukan bagi anak-anak jalanan maupun masyarakat dari kondisi ekonomi kelas menengah kebawah. Melalui kunjungan ke SAA, para peserta PPG bisa melihat langsung wujud nyata dan aplikasi dari makna pemberdayaan.
Disambut oleh Bapak Ibe Karyanto (Pendiri SAA) dan Ibu Saneri (Pengurus SAA), rekan-rekan di PPG dan PermataBank diajak berkeliling melihat suasana kelas dan aktivitas Sanggar Anak Akar. Obrolan dan pertanyaan-pertanyaan seputar pemberdayaan pun mengalir begitu saja dalam suasana santai. Beberapa anak kecil yang ada di sanggar bahkan terlihat begitu antusias melihat kehadiran peserta PPG yang datang lengkap dengan kameranya. Tanpa segan mereka berpose dan tertawa di depan kamera.
Mengenai kunjungan dan program Permata Photojurnalist Grant itu sendiri, baik Pak Ibe, Ibu Saneri, maupun kawan-kawan Sanggar Anak Akar menyambut positif program tersebut. Mereka pun membuka pintu lebar-lebar bagi peserta maupun alumni PPG untuk menjadi volunteer dan menjadi bagian dari program pemberdayaan SAA sesuai dengan potensi, minat, dan profesi para peserta PPG.
Pak Ibe juga menyemangati para peserta PPG yang sedang mengerjakan projek photo story terkait tema Pemberdayaan. Ia pun menjelaskan makna pemberdayaan menurut versi Sanggar Anak Akar.
“Di Sanggar Anak Akar, pemberdayaan itu intinya adalah menemani & mendampingi. Kita ibarat teman yang berusaha membangkitkan kesadaran anak-anak (jalanan) bahwa mereka punya potensi dan harus dikembangkan,” kata Ibe menjelaskan.
Ibe menambahkan, “Kita hanya teman bicara, teman berdialog. Begitu mereka paham kemauan dan potensi masing-masing, kita dukung dan kita biarkan untuk mereka tampil dan mengembangkan diri.”
Memulai suatu kegiatan pemberdayaan memang butuh waktu dan pemikiran yang besar, namun kadang sesuatu bisa dimulai dari hal yang kecil bahkan sederhana. Salah satu caranya mungkin dengan bergabung menjadi volunteer dan berbagi ilmu & pengetahuan di Sanggar Anak Akar. Tertarik bergabung? (AWS/foto:Okky/Elisha)
Sesi 12 Kelas PPG: Proposal & Research bersama Firman Firdaus
Memasuki sesi ke-12, tak terasa hanya tinggal beberapa minggu lagi Kelas PPG 2013 akan berakhir dimana nantinya setiap peserta akan memamerkan hasil karyanya berupa foto bertutur (photo story). Selain 'digembleng' dengan teori-teori, mempraktekannya di lapangan, lantas menyelesaikan satu photo story, salah satu hal penting yang cukup sering ditekankan di Kelas PPG adalah pentingnya riset dan membuat proposal yang baik bagi para fotografer.
Karenanya, di sesi ke-12 yang berlangsung pada hari Jumat (22/11) di PermataBank Tower, Jakarta, Kelas PPG menghadirkan Firman Firdaus dari majalah National Geographic Indonesia, sebagai mentor tamu. Selama 3 jam, sosok yang akrab dipanggil Daus ini menyampaikan materi presentasi tentang pentingnya riset & proposal.
“Riset memang melelahkan tapi penting dan harus dilakukan oleh seorang fotografer. Karena riset membuat kita menjadi terbuka dan menyadari bahwa topik yang akan kita kerjakan hanyalah bagian kecil dari satu persoalan besar yang melingkupinya,” kata Daus menjelaskan.
Secara lebih detail, Daus menjabarkan kegunaan serta hal-hal apa saja yang bisa dilakukan melalui riset. Seperti menentukan narasumber primer dan sekunder, pentingnya pengalaman pribadi (personal experiences), menghindari repetisi atau pengulangan cerita serta foto yang sama, menemukan angle baru, menemukan celah untuk membuat projek berikutnya, dan yang cukup penting adalah riset membuat fotografer lebih menghemat waktu karena sudah memiliki bekal untuk mengetahui & menentukan dimana, siapa, dan apa saja yang akan difotonya.
Setelah melakukan riset, lantas apa? Menurut Daus, dengan bekal riset yang kuat maka hal selanjutnya yang perlu dilakukan adalah membuat proposal. Meski tidak mudah tapi menurut Daus ada kalanya fotografer perlu membuat proposal sebelum mengajukan pemuatan karyanya di majalah. Daus pun kemudian memberi contoh beberapa proposal yang pernah dibuat oleh National Geographic Indonesia ke National Geographic pusat yang ada di Washington.
“There is no correct formula. Sebetulnya tidak ada formula untuk proposal yang baik, tapi yang penting dalam membuat proposal adalah memiliki narasi yang kuat, ada narrative flow, harus ada sesuatu yang baru, ada story line-nya, dan fotografer bisa menjelaskan bagaimana ia akan menyajikan cerita tersebut,” kata Daus.
Sesi pendalaman materi riset dan proposal pun akhirnya ditutup dengan sesi sharing dan tanya-jawab, serta feedback dari Daus untuk proposal masing-masing peserta.
Research it well, write it well, Keep it short and simple, dan why you?
Setidaknya poin-poin tersebut adalah beberapa hal yang perlu diingat sebagai kunci untuk membuat proposal seorang fotografer bisa diterima oleh editor. (AWS/foto: Radityo Widiatmojo)