Pameran Foto Permata Youth Photostory (PYP) 2022: JOURNEY

Bulan Juni lalu, PermataBank bersama PannaFoto Institute meluncurkan Permata Youth Photostory (PYP): JOURNEY. Program ini dirancang untuk Fotografer Muda yang sedang melangkah ke dunia kerja, terutama industri fotografi. Dibuka dengan seri webinar oleh praktisi fotografi yang terbuka untuk publik, Fotografer Muda diundang mendaftarkan diri ke program workshop untuk memfasilitasi peserta untuk meningkatkan keterampilannya dalam bercerita dengan menggunakan foto, dan mengeksplor medium fotografi serta industrinya.

Dari 133 pendaftar, 10 peserta terpilih telah menjalani seri pelatihan foto cerita bersama para mentor dan menghasilkan foto cerita yang memaknai tema JOURNEY (perjalanan) dalam versi mereka:

Alfian Romli - Universitas Mataram & HIMIKOM UNRAM
Audrey Kayla - Universitas Katolik Parahyangan & Potret UNPAR
Bahiroh Adilah - Fotografer Lepas
Febby Andriyani - Universitas Syiah Kuala & Pers DETAK USK
Griselda Mahissa - Universitas Padjadjaran
Kintani Khairunnisa - Politeknik Harapan Bersama Tegal
Kurnia Ngayuga Wibowo - Fotografer Lepas & ISP Jawa Barat
Reza Saifullah - Universitas PGRI Indraprasta
Vickram Sombu - Universitas Nusa Cendana & Komunitas Film Kupang
Zamzami Mutamim - Univ. Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA & I-Fotografi UHAMKA

Akhir perjalanan singkat mereka bersama PYP akan dirayakan dengan seremoni kelulusan daring yang disiarkan lewat akun Instagram @permataphotojournalistgrant. Karya mereka kemudian akan dipamerkan secara luring untuk dinikmati publik. Para peserta juga mendapat kesempatan untuk membagikan cerita JOURNEY mereka melalui program Artist Talk.

Sosialisasi PYP 2022: JOURNEY
Selasa, 23 Agustus 2022 pukul 19.00 - 20.00 WIB
via Instagram Live @permataphotojournalistgrant

Graduation Ceremony & Artist Talk
Kamis, 25 Agustus 2022 pukul 16.00 - 18.00 WIB
via Zoom

Exhibition Permata Photoyouth Story 2022: JOURNEY
Jumat, 26 Agustus 2022 - Jumat, 30 September 2022
Pukul 08.00 - 20.00 WIB
WTC 2, Lobby Area
Jl. Jend. Sudirman Kav 29-31, Jakarta Selatan
Terbuka untuk umum

Terima kasih kepada semua mentor yang telah membagikan ilmu dan pengalamannya pada para peserta PYP, juga sejumlah institusi pendidikan dan komunitas fotografi yang telah mendukung penyelenggaraan Permata Youth Photostory (PYP) 2022, antara lain Universitas Katolik Parahyangan, Desain Komunikasi Visual Politeknik Harapan Bersama, Fotografi ISI Padang Panjang, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran, Arkademy, Kelas Pagi dan Women Photograph Indonesia.


Permata Youth Photostory (PYP) 2022: Graduation Ceremony & Artist Talk

Selamat atas kelulusan 10 FotograferMuda Permata Youth Photostory 2022: Journey yang telah mengikuti workshop fotografi bersama @pannafoto mulai dari 6 Juni Mei - 21 Juli lalu.

  • Alfian Romli, Mataram – Universitas Mataram & HIMIKOM UNRAM
  • Audrey Kayla Fachruddin, Jakarta – Universitas Katolik Parahyangan & POTRET UNPAR Bandung
  • Bahiroh Adilah, Jember – Fotografer Lepas
  • Febby Andriyani, Banda Aceh – Universitas Syiah Kuala & Pers DETaK USK
  • Griselda Mahissa, Jakarta – Universitas Padjadjaran Bandung
  • Kintani Khairunnisa, Brebes – Politeknik Harapan Bersama Tegal
  • Kurnia Ngayuga Wibowo, Cirebon – Fotografer Lepas & ISP Jawa Barat
  • Reza Saifullah, Bogor – Universitas Indraprasta PGRI Jakarta
  • Vickram Sombu, Kupang – Universitas Nusa Cendana & Komunitas Film Kupang
  • Zamzami Mutamim, Jakarta – Univ. Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA & I-Fotografi UHAMKA

Sebagai puncak penyelenggaraan Permata Youth Photostory, program kolaborasi PermataBank dan PannaFoto Institute, kami mengajak FotograferMuda untuk melihat lebih dekat karya para peserta, proses pengerjaan karya, serta kisah-kisah dibaliknya melalui “Graduation Ceremony & Artist Talk” bersama dengan 10 peserta PYP yang akan diselenggarakan secara online pada:

Kamis, 25 Agustus 2022
Pukul 16.30 - 18.00 WIB
via ZOOM

Catat tanggalnya dan daftarkan dirimu melalui link: https://bit.ly/GRADUATIONARTISTTALKPYP25


Forum Editor 2022

Forum Editor merupakan rangkaian dari program Permata Photojournalist Grant. Forum Editor ini pertama kali diadakan tahun 2019 di Erasmus Huis (sebelum COVID-19) dan tahun ini merupakan kedua kalinya Forum Editor diadakan secara tatap muka setelah pandemi COVID-19. Di masa pandemi, Forum Editor tetap diadakan meski secara daring dan berupa seminar foto yang mengundang Adek Berry (AFP) dan Muhammad Fadli (Fotografer dokumenter lepas) sebagai pembicara. Kegiatan Forum Editor kali ini diselenggarakan pada Selasa, 5 Juli 2022 di Kedai Tjikini Jakarta Pusat. Selain dihadiri perwakilan dari PermataBank, forum ini juga dihadiri oleh: Dicky Sastra (Detik.com), Dwi Prasetyo (Narasi TV), Edwin Putranto (Republika/Pemantik Diskusi), Ricky Yudhistira (Projek Multatuli/Pemantik Diskusi), Safir Makki (CNN Indonesia), Unang Ramdhani (Media Indonesia), Wahyu Saputro (Antara Foto), Yuniadhi Agung (Kompas).

Forum Editor ini digagas lantaran melihat perlunya diskusi, pembicaraan, saling tukar-pikiran, dan mempertemukan para editor untuk membicarakan isu-isu yang terjadi di media-media di Indonesia. Selama 11 tahun Program PPG berjalan, program ini menawarkan pendidikan bagi para pewarta foto di Indonesia. Namun, di satu sisi, bagi para pewarta foto yang telah mendapatkan pendidikan (workshop) di PPG, kerap kali mengalami kendala saat para pewarta foto (alumni PPG) kembali bekerja di media masing-masing terkait komunikasi dengan editornya, publikasi karya, dll. Sehingga muncul usulan dari para pewarta foto (peserta/alumni PPG) untuk melibatkan para editor foto terkait bagaimana mentransformasikan karya-karya yang mungkin tidak mainstream, tapi bisa diterima oleh media. Pada Forum Editor di tahun 2019, sempat mengundang Jenny Smets (Editor, Edukator, Kurator) untuk mengetahui situasi dan lanskap media di Belanda. Ternyata, lanskap industri media di Indonesia pun memiliki cukup banyak isu-isu menarik untuk dibahas bersama para editor maupun pewarta foto.

Sesi pemaparan singkat 11 tahun perjalanan PPG disampaikan oleh Ng Swanti yang diawali dengan pemutaran video singkat perjalanan PPG serta perkembangan pewarta foto muda di Indonesia saat ini. Ng Swan Ti menyampaikan Kilas balik perjalanan PPG selama 10 tahun sejak pertama kali diluncurkan tahun 2011; mulai dari belum memiliki poster yang memadai untuk pembukaan pendaftaran PPG hingga ragam pemilihan tema yang semakin memancing pemikiran kritis di setiap tahun.

Dari keberagaman isu tersebut, PPG tetap memegang teguh marwah jurnalisme; bagaimana merespons isu-isu terkini, konteksnya, dll, dengan memperhatikan dan mempertimbangan segala risiko jika karya-karya tersebut dipamerkan. Isu-isu yang muncul lebih kompleks, mengantisipasi respons/reaksi di media sosial, dan perlunya mitigasi konten. Beragamnya isu-isu yang diangkat peserta PPG XI turut dibahas dalam Forum Editor. Dengan terpilihnya tiga pewarta foto yang berasal dari luar Jakarta, yaitu Palembang, Kendari, Makassar, sehingga cerita dan isu yang diangkat tidak hanya berasal dari ibu kota, tapi juga mengangkat kisah-kisah lain dari daerah.

Jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya, peserta PPG XI—yang kebanyakan adalah generasi Z atau generasi milenial—lebih mengangkat isu-isu yang mewakili zaman mereka (seperti isu-isu kesehatan mental, open-relationship, dll). Pada generasi sebelumnya, isu-isu marginal yang dibicarakan seputar isu-isu sosial (misalnya kemiskinan). Di PPG XI, meski isunya berangkat dari sesuatu yang personal, tapi masih tetap menangkat isu jurnalistik. PPG juga menerima masukan dari rekan salah satu peserta PPG yang menyampaikan bahwa saat ini sudut pandang anak muda, apapun dilihat dalam ranah personal, tidak lagi struktural.

Di sesi diskusi, Forum Editor menghadirkan Ricky Yudhistira (Project Multatuli, Jakarta) dan Edwin Putranto (Republika, Jakarta) sebagai pemantik diskusi. Sesi dimulai dengan kedua pemantik, yakni Ricky dan Edwin, yang akan berbagi tentang lanskap industri media mainstream di Indonesia. Menurut Edwin, butuh waktu dan proses untuk mendobrak cara-cara kerja lama agar jurnalis foto tidak terjebak dengan karya-karya reportase. Dengan adanya editor yang jeli untuk memilih mana hal yang penting dan tidak penting untuk diliput, praktis memberikan ruang dan waktu bagi fotografer untuk eksplorasi ide dan konsep ketika ingin berkarya. Edwin mencontohkan apa yang sudah ia terapkan di medianya, yaitu mulai mengedukasi rekan-rekan editor untuk menentukan skala prioritas ketika si fotografer mendapatkan penugasan untuk liputan, sehingga fotografer bisa lebih memiliki waktu untuk eksplorasi atau sekadar melakukan riset foto.

Edwin memberikan saran, sebaiknya yang dididik tidak hanya para editor, tetapi juga para petinggi-petinggi media untuk menyadari bahwa visual saat ini bergeser, mulai dari cara pendekatan, gaya visual, hingga tema-tema/isu yang diangkat. Ia juga sepakat jika dahulu persoalan struktural adalah sesuatu yang sangat berjarak dan fotografer hanya sebagai observer, tetapi saat ini, isu-isu struktural menjadi sesuatu yang personal, riil dialami oleh mereka. Pendekatan semacam ini sudah sejak awal diadaptasi oleh Project Multatuli, yakni bagaimana hal-hal yang personal ini sebenarnya menguak sesuatu yang struktural.

Ricky Yudhistira (Project Multatuli) memberi catatan bahwa penting bagi jurnalis foto untuk tetap mengingat bahwa mereka bukan hanya fotografer, tapi jurnalis yang menyampaikan karyanya melalui medium fotografi. Dalam konteks esai foto, masalah yang sejak dulu sampai saat ini masih dihadapi oleh rekan-rekan jurnalis foto adalah kelemahan dalam menyusun narasi. Dari sisi visual, kemampuan teknis mereka tidak diragukan, tapi kemampuan bertutur dan hal-hal dasar, seperti menulis, wawancara, riset, melengkapi dengan data, dll, masih lemah sehingga berpengaruh pada kemampuan membangun narasi saat membuat esai foto. Terkait PPG, menurut Ricky, kelas penulisan & riset cukup penting sehingga bisa membantu fotografer untuk memperkuat narasi dan belajar penulisan. Saran lainnya, fotografer juga bisa tandem/kolaborasi bersama penulis jika si fotografer masih merasa ada kelemahan dari sisi penulisan.

Dicky Sastra (Detik.com) berpendapat, sebagai pewarta foto, sangat penting untuk memiliki idealisme. Namun, menurut Dicky, idealisme itu tidak harus diterapkan di kantor/media tempat si pewarta foto yang bersangkutan bekerja. Artinya, pewarta foto berada di dua sisi. Di satu sisi, sebagai seorang profesional, ia bekerja di media mainstream dengan tuntutan liputan atau memenuhi kuota foto. Di sisi lain, fotografer bisa berkarya secara mandiri tanpa harus tergantung dengan tim. Dengan terbiasa bekerja secara mandiri, fotografer masih bisa tetap menjaga idealisme dalam berkarya dengan menawarkan sudut pandang/perspektif yang berbeda ketika memotret isu-isu tertentu. Idealisme seorang fotografer tidak harus disalurkan di media/perusahaan tempat ia bekerja. Menurutnya, fotografer idealnya bisa menghasilkan atau membuat buku foto. Bukan sekadar buku sebagai bagian dari dokumentasi dan arsip, tapi juga menjadi sebuah peninggalan (legacy) dari si fotografer.

Mengakhiri diskusi dalam acara Forum Editor, Andre Sebastian selalu VP, Head of External Communications, Corporate Affairs PermataBank menutup acara berharap diskusi-diskusi semacam ini dan Forum Editor dapat berlangsung secara rutin karena kontribusi dan masukan dari para editor foto sangat berperan dalam perkembangan Program PPG.


Seminar Foto Permata Photojournalist Grant XI bersama Sebastian Liste

PermataBank dan PannaFoto Institute mengundang fotografer pemenang perhargaan Sebastian Liste (Spanyol/Brazil) untuk mengampu seminar foto dalam rangka Permata Photojournalist Grant XI COURAGE.

Selasa, 5 Juli 2022
Pukul 19.00-20.30 WIB (GMT +7)

Dalam seminar ‘Beyond the Single Images’, Liste akan membagikan pengalamannya dalam membuat proyek dokumenter berdurasi panjang dan bersifat mendalam. Banyak dari proyek yang digarapnya berfokus pada eksplorasi kehilangan dan trauma; dampak yang ditimbulkan manusia pada lingkungan; dan refleksi mengenai tempat, keluarga, dan memori.

Seminar akan diantarkan dalam bahasa Inggris, dengan opsi interpretasi bahasa Indonesia. Klik bit.ly/PPGXIPHOTOSEMINAR atau klik link di bio untuk bergabung dalam seminar!

#CaptureYourStoryCloser #PermataPhotojournalistGrant #PPG #Photojournalist #FotoJurnalistik #FotoJurnalis #Photojournalism #Fotografi #Photography


Elemen Foto Cerita Bersama Rosa Panggabean (PYP 2022)

Kamis (30/06/2022), sepuluh fotografer muda dan para mentor kembali bertemu di kelas daring Permata Youth Photostory (PYP) 2022. Di pertemuan kali ini, Rosa Panggabean (mentor dan fotografer lepas), memberi materi Pengantar Foto Cerita. Rosa membuka presentasi dengan menjelaskan, “Foto cerita adalah rangkaian foto. Jika fotonya satu, namanya foto tunggal, bukan rangkaian foto.”

Foto cerita merupakan satu kesatuan antara foto dan teks, mengangkat tema tertentu. Terdiri dari pembuka, isi dan penutup. Ada beberapa elemen foto cerita yang dapat membantu kita untuk membuat foto cerita terutama bagi pemula. Enam elemen foto cerita ini dikutip dari Life Magazine yang menerapkan panduan standar keragaman gambar bagi fotografer yang sedang bertugas jauh dari kantor pusat. Elemen-elemen ini bukanlah teori absolut atau menjadi pakem dalam membuat foto cerita yang bersifat naratif. Kita dapat mengembangkannya sesuai kebutuhan kita.

Elemen pertama adalah Pembuka atau Pengantar (Establishing Shot). Ini adalah gambar pertama yang mampu menarik dan menggiring pembaca masuk ke dalam cerita, biasanya membawa kita ke lokasi cerita. Tak jarang, di bagian ini  memuat elemen penting lainnya. Terutama karakter penting di dalam tuturan; sang tokoh. Elemen kedua adalah Potret (Portrait; portraiture). Elemen ini merupakan foto potret dari sang tokoh (character) atau pelaku-pelaku utama dalam cerita. Bisa berupa potret tungga;, bisa pula potret kelompok (group portrait

Elemen berikutnya adalah Interaksi (Interaction), yaitu potret interaksi hubungan antar pelaku cerita atau pelaku dengan lingkungannya. Baik secara fisik, emosi, psikologis atau secara profesional. Elemen keempat yaitu Penanda Utama (Signature). Elemen Penanda Utama hampir mirip dengan Elemen Interaksi, namun disini potret interaksi menjadi momen penentu. Satu foto, yang bila terpaksa, bisa mewakili keseluruhan cerita– menandai atau menggambarkan adanya perubahan. Sebuah Signature biasanya berupa suatu ‘Moment Shot’. Dimana aksi, si tokoh utama atau tokoh-tokoh yang terlibat dan lingkungannya terangkai dalam suatu komposisi yang memberi kesan mendalam (terdapat unsur drama).

Elemen selanjutnya adalah Detil (Detail). Elemen ini merupakan sesuatu yang kehadirannya sangat penting di dalam cerita, berfungsi untuk ‘memikat’ perhatian, agar pembaca mau meluangkan waktu untuk memperhatikan. Karena fungsi ini lah Detail dapat digunakan untuk menentukan langkah kecepatan (pace) alur cerita. Detil bisa berupa apa saja, tidak harus benda atau potret close-up, yang penting signifikansinya dalam cerita. Elemen terakhir yaitu Penutup (Clincher), sebuah foto terakhir yang menggambarkan situasi akhir atau penegasan untuk menutup cerita. 

“Jika mempunyai sebuah gagasan atau tema cerita, sebaiknya gagasan dituliskan dalam satu kalimat. Itu akan membantu kita dalam menentukan apa yang akan kita potret hari itu,” ujar Rosa. Ia lalu memberi contoh satu foto cerita sederhana dan mengurai cara-cara agar dapat memvisualkan sebuah gagasan. Rosa juga memberi kiat-kiat penting agar proses produksi cerita lebih efektif. Salah satunya adalah mengambil beberapa alternatif foto dari setiap elemen.

Metode cerita foto sederhana patut dicoba oleh fotografer pemula. Secara singkat; menentukan gagasan/tema cerita, lalu memotret dan mereview, serta menyusun foto dengan menentukan foto pembuka-isi-penutup merupakan langkah-langkah untuk mempermudah membuat foto cerita. Rosa mengingatkan fotografer muda untuk terus mengasah dan mengeksplorasi kemampuan fotografi dasar (komposisi, lighting, warna, dst) agar hasil cerita foto menjadi maksimal. 

Para peserta mengikuti rangkaian kelas yang akan dilaksanakan setiap hari Kamis hingga 14 Juli 2022. Ikuti kanal sosial media Permata Photojournalist Grant untuk info terkini program Permata Youth Photostory (PYP) 2022.


Webinar PYP: Healing in Nature

Program terbaru Permata Bank dan PannaFoto Institute, Permata Youth Photostory (PYP) 2022, diramaikan dengan seri webinar fotografi Permata Youth Photostory 2022 (17 Mei - 30 Juni). Di seri ini, para pelaku fotografi dapat mencari inspirasi dengan mendengar lebih banyak JOURNEY dari para praktisi fotografi yang berpengalaman.

Kamis (30/06/2022), program webinar gratis memasuki sesi terakhir. Webinar dibuka dengan pemutaran kembali video program PYP sebagai perluasan program PPG dan dipandu oleh Ibu Ng Swan Ti selaku Managing Director PannaFoto Institute. Selanjutnya, Andre Sebastian selaku Head of External Communications PermataBank memberi sambutan sekaligus apresiasi kepada seluruh mitra yang turut mendukung terlaksananya Permata Youth Photostory (PYP) 2022.  

Pendidik fotografi sekaligus pecinta alam Edy Purnomo menceritakan kisahnya menjelajahi alam bebas di berbagai daerah. Dalam perjalanannya, ia menemukan jeda dari kesibukan untuk refleksi diri dan inspirasi baru yang berfungsi sebagai tombol reset dalam kehidupan profesionalnya. Beawiharta, pewarta foto kawakan, membuka sesi dengan menceritakan dua buku foto karya Edy Purnomo, “Passing” dan “Wildtopia”. “Buku Wildtopia buatku adalah masterpiece Edy karena di sini dia berbicara soal alam, binatang, manusia dan perubahan iklim. Banyak fotografer bicara climate change dengan rumit, Edy berbeda. Ia menyajikannya dengan sederhana. Sebagai pendidik, pengamatannya tentang hewan dan alam disajikan seperti buku anak-anak untuk pengantar tidur,” ungkap Beawiharta. 

Kecintaan Edy Purnomo pada alam telah tumbuh semenjak usia kanak-kanak. “Healing in Nature” merupakan refleksi masa kecilnya di kampung halaman. Alam dan pendidikan adalah dua hal yang meramaikan masa kecilnya. Ia berusaha memberi jarak antara kecintaan pada alam dan rutinitas harian agar semangat hidupnya tak padam. 

Perjalanan Edy dengan fotografi membawanya berkarir di Agence-France-Presse, kantor berita Perancis di Indonesia. Ia menjadi saksi sejarah dan memotret aksi-aksi demonstrasi yang terjadi di tahun 90-an. Setelah masa reformasi, Edy mengalami kebuntuan dalam berkarya. Untuk membebaskan diri dari creative block, ia melakukan perjalanan ke Nepal, destinasi impiannya sejak kecil. Pada 2003 ia memberanikan diri mendaki Gunung Everest untuk pertama kalinya. Selain menikmati keindahan alam Nepal, ia juga berinteraksi dengan penduduk lokal. Dokumentasi perjalanannya di Nepal sempat dimuat di majalah lokal dan membawanya bertransisi dari pewarta foto ke fotografer lepas yang kerap mengkombinasikan alam ke karyanya.

Bagi Edy Purnomo, apa pun pekerjaanya, jika dijalankan tanpa passion atau sekadar menjadi rutinitas, maka hasilnya tidak akan maksimal. Saat mengalami kejenuhan, Edy pergi ke alam bebas dan menemukan kembali kecintaannya pada fotografi. Seiring berjalannya waktu dan teman perjalanan yang berkurang, ia mulai sering menjalani solo travelling ke alam bebas. Dengan perjalanan alam, ia membuka semua panca indera dan memberi jeda agar dapat memperhatikan sekeliling dengan lebih seksama. Alam bebas memberikannya banyak hal untuk direfleksikan. Ia juga menekankan pentingnya persiapan keamanan agar zero accident saat melakukan solo travelling.

Edy menjawab pertanyaan salah seorang fotografer muda terkait hal-hal yang perlu diperhatikan dalam storytelling, yakni dengan menguasai medium fotografi itu sendiri dan belajar memahami teknik storytelling yang berkaitan dengan cerita apa yang ingin kita ungkapkan. “Perpaduan keduanya– ketertarikan pada hal yang ingin diceritakan dan penguasaan medium fotografi menjadi kunci,” kata Edy.

Kunjungi permata-photojournalistgrant.org untuk mendapat inspirasi dari para praktisi fotografi yang berpengalaman melalui seri program fotografi oleh PannaFoto Institute. 


Proses Penciptaan Karya Visual Bersama Arum Dayu

Kamis (16/23/2022), sepuluh fotografer muda kembali bertemu di kelas daring workshop Permata Youth Photostory 2022 dengan tema JOURNEY. Di pertemuan kedua ini, Arum Dayu berbagi proses penciptaan karya visual miliknya dengan teknik visual storytelling. 

Arum Dayu memulai presentasi dengan menceritakan proses penciptaan cerita foto ‘Goddess of Pantura’. Cerita foto ini adalah proyek panjang pertamanya yang tidak memiliki beban penugasan dari media. Saat itu, ia mengaku belum memiliki metode khusus dalam menciptakan karya. Ia hanya melakukan riset observasi ke daerah jalur Pantura, salah satunya Kota Cirebon. Kemudian ia melakukan pendekatan ke subjek, sehingga ia dapat mengikuti kegiatan grup dangdut kemanapun mereka pentas. Dengan latar belakang pewarta foto yang masih kental, Arum Dayu memotret momen-momen di pertunjukan biduan dangdut Diana Sastra dari Pantura.

Setelah menyelesaikan proyek ini, Arum Dayu merasa bosan dengan pendekatan reportase dalam penciptaan karya visual yang selama ini ia gunakan. Dilandasi oleh rasa bosan tersebut, Arum membuat proyek foto kedua yang bertajuk “Kapan Nikah”. Di proyek ini, ia meninggalkan pendekatan reportase yang ‘mengejar momen’ dan membuat cerita foto dengan teknik ‘menciptakan momen’. “Kapan Nikah” adalah proyek personal yang didorong oleh kejengahan Arum yang selalu ditanya ‘Kapan Nikah?’ oleh orang tuanya. “Fotografi aku buat menjadi medium berkomunikasi dengan orang tua”, kata Arum Dayu. Menurutnya, fotografi adalah bentuk bahasa universal yang mudah diterima, salah satunya foto pernikahan. Ia membuat rangkaian foto pernikahan palsu, lengkap dengan memakai baju pernikahan adat Jawa Solo dan empat model pria sebagai pengantin pria. Arum mengerjakan semua proses produksinya sendiri, dari merias diri hingga pemotretan. “Ini ceritaku, maka aku harus mengerjakannya sendiri”, jawab Arum saat ditanya orang tuanya mengapa tidak memotret peristiwa perkawinan orang lain. Proses proyek ini membuat permasalahan kegelisahan “Kapan Nikah” orang tuanya jadi cair.

Proyek selanjutnya dari Arum Dayu berjudul “Perempuan Yang Kehilangan Wajahnya”. Ia menciptakan dua tryptic foto wanita bercadar sebagai respon terhadap cerpen Feby Indirani bertajuk Bukan Perawan Maria. Dari proyek ini Arum menjadi tertarik mengulik topik tentang hijab lebih dalam. Namun, ia ingin membicarakan hijab tanpa menyinggung aspek agama sebab ia perempuan non-muslim. Untuk itu, ia mentransformasi metode penciptaannya dengan meminjam pendekatan dari seni rupa. Secara singkat, metode ini memiliki empat tahap. Tahap pertama adalah Persiapan atau Masukan. Di tahap ini, kita melakukan observasi lapangan, riset literatur dan mindmap. Selanjutnya, semua informasi yang kita terima di tahap pertama diendapkan di tahap kedua– tahap inkubasi/pengeraman.

Di tahap berikutnya, tahap inkubasi, kita mulai mencari inspirasi. Di proyek fotografi, contohnya dengan melakukan kaji banding fotografer. Kemudian di tahap terakhir, tahap verifikasi atau evaluasi, ide kita diuji terhadap realitas dengan mulai melakukan eksperimen/pengerjaan karya. Berbekal metode tersebut, Arum akhirnya membuat cerita foto bertema hijab dengan melihatnya sebagai tren fashion dengan judul “Pasar Baru”. Ia melakukan riset ke Pasar Baru Bandung sebagai salah satu pusat perbelanjaan busana muslim terbesar di Bandung.   

“Karyaku biasanya mengalami perkembangan atau pembaharuan”, ujar Arum Dayu. Hal tersebut terjadi karena Arum Dayu tidak cukup puas dengan hasil terakhirnya. Akhirnya ia membuat Proyek Seni Pasar Baru. Arum mendokumentasikan tren busana muslim, dari penjual, pengunjung, hingga para pekerja yang ada di Pasar Baru. Tak berhenti sampai sini, Arum mengembangkan lagi proyek “Pasar Baru” dan menjadikannya proyek “Novelty Vogue”. Di proyek ini, ia bereksperimen bentuk dengan ‘menciptakan’ tren baru hijab yang terinspirasi dari tren lokal; seperti sinetron, ojek online, tren berolahraga, berkebun, dll.  Usai pemaparan Arum Dayu, kelas dibagi ke dalam breakout room. Di ruang-ruang itu, satu persatu peserta mempresentasikan hasil pemotretan mereka selama seminggu. 

Para peserta akan mengikuti rangkaian kelas yang akan dilaksanakan setiap hari Kamis hingga 14 Juli 2022. Ikuti kanal sosial media Permata Photojournalist Grant untuk info terkini program Permata Youth Photostory (PYP) 2022.


Webinar PYP: Saujana Sumpu

Program terbaru Permata Bank dan PannaFoto Institute, Permata Youth Photostory (PYP) 2022, diramaikan dengan seri webinar fotografi Permata Youth Photostory 2022 (17 Mei - 30 Juni). Di seri ini, para pelaku fotografi dapat mencari inspirasi dengan mendengar lebih banyak JOURNEY dari para praktisi fotografi yang berpengalaman.

Kamis (23/06/2022), program webinar gratis memasuki sesi kedelapan. Andre Sebastian (VP, Head of External Communications) mengapresiasi PannaFoto yang setia mendukung terselenggaranya Permata Photojournalist Grant (PPG) serta Permata Youth Photostory (PYP).

Sesi webinar kedelapan PYP mengundang Yoppy Pieter sebagai narasumber dan Caron Toshiko sebagai pemandu. Saujana Sumpu merupakan salah satu proyek foto Yoppy Pieter, sekaligus nama sebuah desa kecil dekat Danau Singkarak di Sumatera Barat. Cerita foto ini menyorot topik perantauan– kisah tentang desa yang sepi karena ditinggal penduduknya untuk merantau. Selama dua tahun, 2013 hingga 2015, Yoppy bolak-balik Jakarta-Sumatera untuk mengerjakan proyek foto ini hingga akhirnya diterbitkan menjadi sebuah buku. 

“Saya orang Jawa, orang luar Sumatera, namun jatuh cinta pada kampung ini. Kampung ini punya tanah yang luar biasa subur dan kehidupan yang tidak pernah saya temukan dimana pun”, ungkap Yoppy menjawab pertanyaan Caron Toshi perihal mengapa mendokumentasikan Desa Sumpu. “Sumpu adalah desa yang sangat subur, namun desa yang sangat sunyi dan sepi”, imbuh Yoppy. Dari proyek foto ini, Yoppy juga menemukan pergeseran konsep merantau dari pergi untuk kembali menjadi pergi dan menetap di kota. “Ini lebih dari sekadar merekam desa yang ditinggalkan, tapi bagaimana aku merepresentasikan kameraku sebagai mata para perantau yang merindukan kampungnya’, ujar Yoppy Pieter.

Caron Toshi menyoroti tiga pembabakan dalam buku foto Saujana Sumpu; kelahiran (anak muda) - kesedihan dan kesendirian - kebangkitan. Yoppy menjelaskan, pembabakan itu lahir saat proses produksi buku di tahap dummy. Pembabakan itu merepresentasikan bentuk-bentuk merantau itu sendiri. Dari awal mula merantau di usia muda untuk menghidupi diri sendiri, kerinduan akan kampung halaman hingga cara-cara berbeda untuk “kembali ke kampung” seperti menyekolahkan anak-anak Desa Sumpu atau merevitalisasi rumah.  

Dari aspek personal, Saujana Sumpu adalah perjalanan Yoppy meredefinisi identitas dirinya, akar kampung halaman dan jelajah kuliner. Saujana, secara harafiah berarti “sejauh mata memandang”. Yoppy merekam lanskap Desa Sumpu secara harafiah dan simbolis melalui gambar hitam putih. Menampilkan kemuraman sekaligus keelokan desa di punggung kaldera hingga tepi Danau Singkarak ini. Bagi Yoppy, fotografi tak hanya berfungsi sebagai medium bercerita tapi juga medium pengetahuan. Ia berharap suatu hari nanti, rekaman visual ini dapat menjadi referensi riset. Yoppy juga menaruh perhatian mendetail tentang bagaimana Saujana Sumpu ditampilkan tak hanya secara dua dimensi dalam bentuk buku, tapi juga bagaimana cerita ini dipamerkan di ruang seni. 

Yoppy Pieter kemudian menceritakan pengalamannya saat berpartisipasi di Joop Swart Masterclass 2019. Ia memperluas narasi cerita foto tentang perantauan, bermula dari tanah kelahiran para perantau hingga tanah dimana mereka saat ini menetap. Yoppy bertandang ke Indramayu untuk mendokumentasikan kehidupan warga Sumpu sebagai pelengkap rangkaian cerita Saujana Sumpu.

Kunjungi permata-photojournalistgrant.org untuk mendapat inspirasi dari para praktisi fotografi yang berpengalaman melalui seri program fotografi oleh PannaFoto Institute. 


Bertemu di Kelas Perdana PYP Journey

Kamis (16/06/2022), perjalanan pertama kelas Permata Youth Photostory (PYP) 2022 dimulai. PermataBank bermitra dengan PannaFoto Institute meluncurkan program pendidikan fotografi khusus anak muda maksimal 25 tahun. PYP memilih tema JOURNEY atau perjalanan yang dapat dimaknai dengan berbagai macam cerita, seperti perjalanan hidup, pengalaman sehari-hari, traveling dan hal-hal lain yang dekat dengan kehidupan generasi muda saat ini. Workshop daring bagi 10 peserta terpilih merupakan satu dari rangkaian kegiatan yang dimulai dengan Seri Webinar Fotografi untuk publik. Nantinya akan ada presentasi hasil workshop dan pameran bagi 10 fotografer muda yang terpilih. 

Di kelas perdana ini, Ng Swan Ti (Managing Director PannaFoto Insititute) mengawali pertemuan dengan menjelaskan gambaran program workshop daring PYP 2022. Program ini dimulai dari 16 Juni hingga 14 Juli. Selama kurang lebih satu bulan, sepuluh fotografer muda akan mendapat kesempatan untuk meningkatkan keterampilan dalam membuat foto cerita. Penugasan utama adalah membuat foto cerita dengan tema JOURNEY. Para mentor akan memberikan tugas-tugas yang mendukung pengerjaan foto cerita tersebut. Pada akhir workshop, peserta diharapkan mengumpulkan satu foto cerita yang berkualitas dan menarik untuk dipamerkan pada Agustus-September di Jakarta.

Selanjutnya sepuluh fotografer muda diperkenalkan dengan para mentor dan staff PannaFoto. Sepuluh fotografer muda kemudian dipersilakan untuk memperkenalkan diri dan bercerita tentang satu foto pilihan mereka. Presentasi foto pilihan merupakan tugas pertama mereka. Satu-persatu mereka berbagi latar belakang dan menjelaskan mengapa foto tersebut mewakilkan diri mereka. 

Setelah sesi perkenalan, kelas bersambung ke presentasi Edy Purnomo. Di pertemuan ini, Edy Purnomo mengajak para peserta untuk mengenal topik Journey lebih dalam. Journey atau perjalanan secara harafiah dapat dimaknai sebagai proses perpindahan– fisik maupun mental. Edy Purnomo kemudian memberi beberapa contoh cerita foto yang merefleksikan konsep Journey. Usai pemaparan, salah satu peserta bertanya mengenai bagaimana cara menerjemahkan ide ke bentuk visual saat topik cerita bersifat perjalanan non-fisik. Menurut Edy, terdapat 3 metode pendekatan yang biasanya digunakan. Sepuluh fotografer muda akan diajak untuk mengenal lebih jauh ketiga metode itu bersama para mentor di pertemuan selanjutnya. Dua jam terakhir kelas perdana ini digunakan para peserta untuk mempresentasikan ide cerita foto mereka ke teman sekelas dan para mentor.

Para peserta akan mengikuti rangkaian kelas yang akan dilaksanakan setiap hari Kamis hingga 14 Juli 2022. Ikuti kanal sosial media Permata Photojournalist Grant untuk info terkini program Permata Youth Photostory (PYP) 2022.


Webinar PYP: Stories through Cycling

Program terbaru Permata Bank dan PannaFoto Institute, Permata Youth Photostory (PYP) 2022, diramaikan dengan seri Webinar Fotografi Permata Youth Photostory 2022 (17 Mei - 30 Juni). Di seri ini, para pelaku fotografi dapat mencari inspirasi dengan mendengar lebih banyak JOURNEY dari para praktisi fotografi yang berpengalaman.

Kamis (02/16/2022), sesi webinar dibuka oleh Ng Swan Ti dan sambutan dari Andre Sebastian selaku Head of External Communications dari PermataBank. Beliau juga mengundang peserta Webinar Fotografi PYP dan fotografer muda untuk datang ke Pameran Foto Permata Photojournalist Grant XI COURAGE di area Lobby WTC 2.

Di sesi webinar ketujuh ini, Dita Alangkara memandu perbincangan bersama fotografer Rony Zakaria yang mendapat angin segar untuk memotret dari perjalanan bersepeda bersama komunitas yang kini menjadi kawan dan sumber inspirasinya. Sesi ini menunjukkan kegiatan sehari-hari yang dapat menjadi motivasi baru untuk berkarya bagi fotografer. 

Rony Zakaria adalah fotografer lepas yang fokus pada cerita foto dokumenter dengan aspek historis dan sosiokultural, serta bagaimana religi mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia. Ia juga kerap melakukan perjalanan keliling Indonesia untuk mendokumentasikan musik, lanskap alam, hingga isu deforestasi. Rony menjelaskan, “Salah satu yang membuat saya senang dengan fotografi adalah bertemu hal-hal unik dan orang-orang baru.” Rony yang metode kerjanya lekat dengan perjalanan atau travelling juga menghadapi hambatan gerak saat pandemi Covid-19. “Semua orang mengalami efek pandemi, termasuk profesi fotografer. Tapi hidup harus tetap berjalan dan saya berpikir bagaimana caranya untuk bertahan di pandemi ini”, imbuhnya. Di saat itu lah ia mulai menjajal hobi baru yang naik pamor saat pandemi yaitu bersepeda. 

Sembari mengayuh sepeda, ia memotret apa-apa yang menarik perhatiannya. Kemudian ia membagikan hasil jepretan mengikuti para pesepeda di akun instagram The Monochrom Cyclist. Bagi Rony Zakaria, dibandingkan dengan menggunakan kendaraan lain, mengayuh sepeda dengan lambat memberi kedekatan lebih dengan keadaan sekitar. Awalnya ia hanya menggunakan kamera telepon genggam untuk memotret, seiring waktu ia terus berlatih untuk meningkatkan stamina dan keseimbangan guna mendukungnya membuat cycling photography.

Dalam fotografi dan bersepeda, Rony menemukan makna baru dalam kebebasan dan hidup. Keleluasaan dan kemungkinan untuk bergerak, melihat dan bercerita. Rony, yang juga brand ambassador Leica Store Jakarta, membuat cerita foto dengan bersepeda di Lasem, Jawa Tengah. Didukung oleh Leica Store Jakarta, seraya mengayuh ia pun memotret kehidupan di Lasem. Dengan bersepeda, ia dapat memperluas area jelajahnya di Lasem, meski kesempatan untuk mampir ke rumah-rumah warga banyak terlewat. Hasil jepretannya lalu dipamerkan di Leica Gallery Jakarta.

Kunjungi permata-photojournalistgrant.org untuk mendapat inspirasi dari para praktisi fotografi yang berpengalaman melalui seri program fotografi oleh PannaFoto Institute.


Pembukaan Pameran Foto Permata Photojournalist Grant XI COURAGE di WTC 2 Sudirman

Rabu, 14 Juni 2022 adalah hari pembukaan pameran foto COURAGE yang menampilkan karya 10 pewarta foto penerima Permata Photojournalist Grant (PPG) edisi ke-11. Seiring pelonggaran kegiatan sosial di Jakarta, pameran diadakan secara luring di Lobby Area World Trade Center (WTC) 2 Sudirman, Jl. Jend. Sudirman Kav 29-31, Jakarta Selatan. 

Rangkaian acara diawali seremoni kelulusan peserta di Ruang Sabang 3, dibuka dengan sambutan dari Ibu Meliza Musa Rusli selaku Presiden Direktur PermataBank. Beliau mengapresiasi seluruh peserta, mentor, partner dan staf yang berkontribusi untuk keberlangsungan PPG XI. Selanjutnya, Ibu Meliza mewakili PermataBank memberikan piagam apresiasi pada PannaFoto yang diwakili oleh Ibu Ng Swan Ti (Managing Director PannaFoto Institute), dilanjutkan oleh sambutan dari Ibu Ng Swan Ti. Selepas itu, piagam apresiasi diberikan kepada para peserta PPG XI dan dilakukan prosesi tanda tangan poster sebagai simbol penutupan program workshop PPG XI. Puncaknya, Felix Jody Kinarwan diumumkan sebagai penerima Best Work Permata dalam PPG XI. Kontributor Project Multatuli (Banten) ini menerima kamera Leica persembahan Leica Store Jakarta.

Hadirin kemudian diundang bergeser ke Lobby Area untuk acara pembukaan dan tur pameran PPG XI: COURAGE. Acara dibuka dengan sambutan dari Ibu Richele Maramis selaku Head of Corporate Affairs PermataBank dan dilanjutkan penandatanganan poster oleh mitra program yang menandakan pembukaan pameran. 

Pecinta fotografi, para mentor, anggota media, serta kerabat peserta PPG XI menghangatkan area pameran dengan kehadiran mereka. Para peserta dengan antusias menceritakan cerita di balik karya foto mereka pada semua yang hadir. Langit sore yang cerah menghujani area pameran dengan cahaya yang lembut, membuat pameran terasa hidup. Pameran PPG XI: COURAGE dapat dikunjungi setiap hari dari pk 08.00 - 20.00 WIB hingga 8 Juli 2022. Ikuti akun Instagram @permataphotojournalistgrant dan @pannafoto untuk kabar terbaru seputar program publik yang akan diadakan selama periode pameran.


Webinar PYP: Karierku, Pilihanku

Program terbaru Permata Bank dan PannaFoto Institute, Permata Youth Photostory (PYP) 2022, diramaikan dengan seri webinar fotografi Permata Youth Photostory 2022 (17 Mei - 30 Juni). Di seri ini, para pelaku fotografi dapat mencari inspirasi dengan mendengar lebih banyak JOURNEY dari para praktisi fotografi yang berpengalaman.

Kamis (09/06/2022), dua alumni Permata Photojournalist Grant berbicara mengenai suka duka dibalik penciptaan karya-karya foto jurnalistik yang disajikan untuk publik. Mereka akan membagikan bagaimana menempuh jalur karier sejak mereka mengenal fotografi hingga menjadi pewarta foto.

Andre Sebastian (VP, Head of External Communications) membuka sesi webinar sekaligus mengumumkan 10 peserta terpilih PYP. Mewakili PermataBank, Andre Sebastian mengucapkan terima kasih atas antusiasme fotografer muda yang telah mengikuti sesi webinar fotografi PYP 2022. “Kami juga senang dan sangat mengapresiasi antusiasme yang sangat besar dari sekitar 133 pendaftar dari berbagai kota di Indonesia”, ungkap Andre Sebastian. Bagi fotografer muda yang belum dapat mengikuti PYP 2022, Andre Sebastian memberi semangat untuk tetap berkarya, mengikuti seri webinar gratis dan mencoba lagi di tahun depan.  

Sesi webinar keenam ini dimoderatori oleh Fernando Randy, dan diisi oleh Ajeng Dinar Ulfiana serta Thoudy Badai Rifanbillah. Ajeng Dinar, visual jurnalis di Reuters untuk Indonesia, memulai sesi dengan berbagi bagaimana kecintaan pada fotografi membawanya pada karir yang ia tekuni sekarang. “Bagiku karir ini adalah hobi yang dibayar”, ujar Ajeng. Secara singkat ia menjelaskan apa itu profesi jurnalis, serta peran dan tanggung jawab pewarta foto. Kemudian ia membagikan nilai-nilai apa saja yang harus dipegang oleh seorang fotografer saat memasuki industri foto jurnalistik. Menurut Ajeng, penting bagi fotografer untuk tetap memperhatikan etika jurnalistik dalam mengambil gambar. Seperti memeriksa kebenaran informasi yang akan disampaikan, keakuratan dan dan kelengkapan dalam memotret subjek, tidak menyebutkan atau menampilkan korban kejahatan, serta bersikap independen dalam mewartakan sebuah peristiwa

Selanjutnya Ajeng membagikan salah satu karyanya yang berjudul ‘Mr X’. Karya yang memenangkan Anugerah Pewarta Foto Indonesia 2017 ini bercerita tentang fenomena tunawan– pria yang meninggal tanpa identitas diri. Ia juga membagikan cerita foto bertajuk ‘250cc’, sebuah kisah tentang perjalanan buruh kontrak yang menilai motor ber-cc besar sebagai pencapaian status sosial. 

Thoudy Badai, pewarta foto di media Republika, lantas berbagi pengalamannya sebagai pewarta foto “angkatan Covid-19”. Ia menceritakan suka-duka pengalaman penugasan saat meliput kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia. Bagi Thoudy, menjadi pewarta foto itu perihal bertukar rasa. Perlu kedekatan dan pemahaman seorang seorang pewarta foto terhadap subjek yang ia liput. Hal ini penting untuk membangun rasa nyaman dan aman bagi narasumber. Ia juga menceritakan bagaimana profesi pewarta foto menuntutnya untuk cepat beradaptasi dengan dengan perkembangan teknologi, salah satunya dengan kemampuan mengoperasikan drone untuk mengambil gambar.

Dalam sesi tanya jawab, seorang fotografer muda bertanya bagaimana caranya untuk memulai karir sebagai jurnalis foto. Menurut Ajeng dan Thoudy, penting sekali untuk membangun relasi dan jaringan. Sebab banyak sekali pewarta foto lepas/independen yang karyanya mendunia meski tidak bernaung di bawah lembaga media.

Kunjungi permata-photojournalistgrant.org untuk mendapat inspirasi dari para praktisi fotografi yang berpengalaman melalui seri program fotografi oleh PannaFoto Institute.