Setelah menyepakati topik peliputan di beberapa kelas sebelumnya, kini 10 peserta PPG XII: Inspiration memasuki kelas Photo Editing I bersama Rosa Panggabean dan Yoppy Pieter. Dalam sesi yang berlangsung selama tiga jam penuh, para mentor mengamati aspek konten, konteks, dan teknis foto mereka di lapangan.

Satu persatu peserta dipanggil untuk menjelaskan hasil foto dan amatannya di lapangan. Sesuai urutan pengiriman foto, Kristi Dwi Utami menjadi peserta pertama. Setiap peserta diwajibkan mengumpulkan maksimal 60 foto hingga akhir pelatihan namun Kristi sengaja mengirim 85 foto agar punya banyak pilihan jika fotonya kelak dinilai kurang layak oleh mentor.
Menurut Rosa, Kristi masih harus banyak belajar dari segi komposisi, warna, dan hal teknis lainnya, “Kita nanti atur waktu untuk kelas lepasan khusus untuk belajar tentang ini,” ujar Rosa.

Selain menilai teknis, Rosa juga mengulik pemahaman peserta tentang hal mendasar dalam fotografi: Menyebut narasumber sebagai subyek bukan obyek. “Tapi subyek di sini tidak terbatas pada manusia tapi bisa juga hewan, tumbuhan atau alam dan lainnya,” sambungnya. Menurut Rosa, inklusivitas menjadi pondasi penting dalam kerja-kerja jurnalistik karenanya, pewarta foto harus paham betul agar tidak mengobyektivikasi narasumber yang diliput. Hal ini serupa pula dengan etika dasar sebelum memotret, tidak boleh melakukannya tanpa seizin subyek yang bersangkutan.

Muhammad Tohir, peserta yang mengangkat isu anak-anak penyandang disablitias di sekolah inklusi menampilkan keseluruhan fotonya yang berkelir hitam putih, “Saya ingin fokus ke cerita mereka bukan ke warna-warna yang ada di sekitar,” ungkapnya. Tapi alih-alih fokus pada cerita, menurut Rosa, hitam putih malah membuat stigma penyandang disabilitas penuh kesedihan. Padahal menurut amatan Tohir, anak-anak terlihat ceria dan semangat belajar seperti di sekolah pada umumnya, “Kamu pernah sedih kan? Tapi tidak mungkin bilang, sedih saya seberat 8 ton. Karena sedih itu perasaan dan tidak bisa diukur, kamu harus mengeksplorasi cara untuk bisa menyampaikan perasaan,” ungkap Rosa.

Sementara Adwit Pramono yang mengangkat isu konservasi Anoa di Manado mengaku kesulitan untuk mengambil gambar Binatang langka tersebut. Ada jarak maksimal yang harus ia taati, “Saya tidak boleh masuk ke kendang, karena itu saya pakai lensa tele,” ujarnya. Siasat Adwit dinilai cukup baik oleh Rosa, namun ia menyarankan agar mencari gestur komposisi warna agar tidak terlihat terlalu maskulin.