Pada kelas sebelumnya, kesepuluh peserta telah memaparkan rancangan awal proposal kepada para mentor. Hari ini, Yoppy Pieter membawakan materi tentang bagaimana merancang mind map atau peta pemikiran yang akan membantu mereka mengembangkan gagasan secara sistematis.

Peta pemikiran adalah metode sederhana yang terdiri dari daftar pertanyaan yang akan menuntun langkah fotografer bertemu kepada beragam narasumber dan lokasi peliputan hingga menemukan pendekatan visual yang tepat, “Buat fotografer yang belum terbiasa metode ini bisa sangat membantu tapi bagi yang sudah terbiasa seperti saya, mind map ini sudah autopilot di kepala,” kata Yoppy.

Sebelum melompat ke pembahasan utama, peraih Erasmus Huis Fellowship to Amsterdam 2015 ini membuka kelas dengan mengutip gagasan Kenneth Kobre dalam buku Photojournalism: The Professionals Approach. Dalam bukunya, Kenneth menawarkan beberapa pertanyaan penting yang perlu dijawab sebelum memulai peliputan, (1). Ada ide dan tema yang kuat untuk diceritakan, (2). Mengapa kamu orang yang tepat untuk mengerjakan tema ini? (3). Apa relevansi proyekmu dengan fenomena yang tengah berkembang di masyarakat?

Muhammad Tohir merespons pemaparan Yoppy. Ia yang mengangkat isu disabilitas merasa relevan karena berangkat dari pengalaman dibesarkan oleh orang tua yang menyandang disabilitas. Menurut Yoppy, alasan Tohir sangat kuat dan meyakinkan untuk membawakan isu tersebut, “Pertanyaan seperti ini pasti akan kalian temukan jika suatu saat melamar grant. Lembaga donor pasti akan mengulik apakah kamu benar peduli pada isu itu?” sambungnya.

Masih menurut Yoppy, kepedulian kita pada isu sangat penting untuk menjaga kita dari eksotisme dan obyektivikasi pada subyek yang kita wartakan. Selain mematuhi konten dan konteks, ia tak lupa menyertakan satu aspek lagi yang mutlak tak bisa ditawar: kemampuan teknis fotografi. “Jika ada anggapan foto jurnalistik itu tidak memerlukan kemampuan teknis fotografi yang mumpuni, itu salah besar. Kekuatan storytelling terdiri dari perpaduan konten, konteks, dan teknis,” tegasnya.
Dus, ia beranjak pada peta pemikiran, ada 3 lapis yang perlu diperhatikan fotografer: (1). Cerita Utama (fotografer sudah menentukan subyek cerita), (2). Mengapa? (fotografer diajak untuk mempertanyakan apa pentingnya mengangkat isu atau pemilihan subyek?), dan yang pamungkas, (3). Pertanyaan (sederet pertanyaan kritis yang harus dijawab dengan riset mendalam). Tiga pertanyaan ini, imbuh Yoppy mampu membuat kita terbebas dari kebingungan, “Motret apa lagi ya setelah ini?”.

Sebagai simulasi, sepuluh peserta dibagi ke dalam dua kelompok untuk membuat peta pemikiran. Dengan tema perempuan karir yang memiliki anak, mereka belajar untuk mendedah apa saja yang perlu digali. “Kalau bikin pertanyaan jangan normatif, karena hasilnya foto kalian pasti juga normatif. Dicatat ya!” tutupnya.