Photo Seminar RISING SEA LEVELS | Kadir van Lohuizen (NOOR) | 11 Feb 2015

 

Poster_Kadir20135

PermataBank dan Erasmus Huis mempersembahkan:

Seminar Fotografi ‘Rising Sea Levels’

Kadir van Lohuizen (NOOR)

Projek terbaru Kadir yang menceritakan tentang kenaikan permukaan air laut dan dampaknya dalam skala global. Ia tak hanya fokus pada daerah-daerah yang terkena dampak langsung, dalam projek tersebut ia juga mengunjungi daerah relokasi bagi mereka yang terkena dampak kenaikan permukaan air laut.

 

Rabu, 11 Februari 2015

Pukul 19.30 - 21.00 WIB

Terbuka untuk umum

 

Auditorium Erasmus Huis

Jl. HR Rasuna Said Kav. S - 3

Jakarta 12950

Phone (+62) 21 524 1069

www.erasmushuis.org

 

CP: Elisha (085692021655)

info@pannafoto.org

 

Kadir van Lohuizen (The Netherlands, 1963) memiliki pengalaman panjang meliput konflik di Afrika dan beberapa kawasan lainnya, meski demikian sosoknya lebih dikenal melalui karya-karya projek foto jangka panjang seperti

"7 Rivers", industri berlian dan migrasi di Amerika. Beragam penghargaan bergengsi telah diraihnya, diantaranya dua kali berturut-turut meraih penghargaan World Press Photo. Pada bulan September 2007, Kadir bersama 10 rekannya mendirikan agensi foto dan yayasan NOOR. Di tahun 2008, ia didaulat menjadi anggota Supervisory Board of World Press Photo.

Sampai saat ini, Kadir telah menerbitkan empat buku foto, beberapa diantaranya "Diamond Matters, the trail of the diamond" dan "Rivers". Di tahun 2011, Kadir memulai projek "Via PanAm", 12 bulan perjalanan di sepanjang jalur Pan-American. Projek tersebut memuat investigasi terjadinya migrasi di Amerika. Saat ini Kadir berbasis di Amsterdam.

 

ENGLISH VERSION

PermataBank and Erasmus Huis proudly present :

Photo Seminar ‘Rising Sea Levels’

Kadir van Lohuizen (NOOR)

Kadir’s latest project focuses on the consequences of the rising sea levels on a global scale. He looks both at the affected regions, and the areas for re-location of those affected.

A presentation of these photographs will now be shown in Jakarta.

 

Wednesday February 11, 2015

7.30 – 9 pm

Open for public

 

Auditorium Erasmus Huis

Jl. HR Rasuna Said Kav. S – 3

Jakarta 12950

Phone  (+62) 21 524 1069

http://erasmushuis.nlmission.org/

 

CP Elisha

085692021655

info@pannafoto.org

 

Kadir van Lohuizen (The Netherlands, 1963) has covered conflicts in Africa and elsewhere, but is probably best known for his long-term projects on the seven rivers of the world, the diamond industry and migration in the Americas. He has received numerous prizes for his work, including two World Press Photo awards. In September 2007, Kadir and ten others established the photo agency and foundation NOOR. Kadir became a member of the supervisory board of World Press Photo in 2008. To date, he  has published four photo books, including “Diamond Matters, the trail of the diamond” and “Rivers”. In 2011, Kadir started Via PanAm, a 12-month journey along the Pan-American highway, investigating contemporary migration in the Americas. Kadir is based in Amsterdam.


10 PESERTA WORKSHOP TRAINING of TRAINERS (ToT) | 4-6 Februari 2015

poster_v2_final-POSTPONED

Terinspirasi pengalaman mengikuti ToT yang diselenggarakan World Press Photo tahun 2006, PannaFoto Institute mendesain workshop ToT bagi teman-teman yang telah berkarya dibidang pendidikan fotografi di Indonesia.

Acara ini merupakan rangkaian program Permata Photojournalist Grant (PPG) 2014, program pertama di Indonesia yang didedikasikan bagi pengembangan pewarta foto muda Indonesia dipersembahkan oleh Permata Bank dan Erasmus Huis.

Panitia mengucapkan terima kasih atas antusiasme teman-teman untuk mengikuti workshop yang akan diselenggarakan hari Rabu, Kamis dan Jumat, 4-6 Februari 2015 di Erasmus Huis.

Hingga batas akhir pendaftaran pada hari Jum’at, 30 Januari 2015 Panitia menerima 38 aplikasi. Mengingat kapasitas yang tersedia untuk 10 peserta, maka kami melakukan proses seleksi dengan mempertimbangkan :

  1. Portfolio
  2. Dedikasi dibidang pendidikan fotografi, apa yang sudah dilakukan dan yang akan dilakukan
  3. Motivasi dan komitmen untuk mengikuti program
  4. Mendukung pengembangan dan kemajuan para pewarta foto dan fotografer perempuan.
  5. Mendukung perkembangan pendidikan fotografi di luar kota Jakarta.

Sepuluh (10) peserta workshop ToT tersebut adalah sebagai berikut:

  1. AGUS SUSANTO – Pewarta Foto Kompas, Mentor Foto Jurnalistik di SMA & Universitas, Pelatih foto jurnalistik dasar di beberapa lembaga– Jakarta
  2. BEAWIHARTA – Pewarta Foto Thomson Reuters, Pembicara diberbagai kelas fotografi - Jakarta
  3. DANNY WETANGTERAH – Pengajar Sekolah MUSA (Multimedia untuk Semua) – Kupang - NTT
  4. IDA SUSANTI – Dosen Fotografi Politeknik Negeri Media Kreatif, Bina Sarana Informatika dan STIKOMCKI Cengkareng - Jakarta
  5. PRASETYO UTOMO – Pewarta AntaraFoto, Pengisi Materi Fotografi diberbagai kampus & institusi – Jakarta.
  6. RACHMA SAFITRI YOGASARI – Direktur Eksekutif Yayasan Kampung Halaman, Pengisi Materi Fotografi diberbagai institusi – Yogyakarta.
  7. SIHOL SITANGGANG – Freelance, aktif di Komunitas Galeri Jalanan BauTanah – Jakarta
  8. SRI SADONO- Redaksi CFVD, Grup Kompas Gramedia, Mentor / pembicara Fotografi di berbagai Kampus & institusi, Relawan pengajar dan humas untuk Komunitas Sahabat Anak - Jakarta
  9. SANDI JAYA SAPUTRA – Freelance, Dosen Fotografi FIKOM UNPAD, Aktif di Komunitas Bungkus! – Bandung.
  10. TAUFAN WIJAYA – Freelance, Mentor / pembicara Fotografi di sejumlah kampus & NGO -Yogyakarta

Selamat kepada para peserta yang terpilih! Apresiasi dan ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua teman-teman yang telah mengirimkan aplikasi. Tetap Semangat & Berkarya!

Salam hangat,

Panitia Workshop ToT


Sesi 15 Kelas PPG: Penulisan

150130_Kelas PPG_Daus (1)150130_Kelas PPG_Daus (2)

Photo story kerap membutuhkan prolog atau kata pengantar yang berfungsi sebagai ‘pintu pembuka’ agar audiens / penikmat foto mengerti isu maupun cerita dalam sebuah photo story. “Sebetulnya kata-kata atau tulisan dalam sebuah foto jurnal fungsinya lebih untuk membatasi konteks dari persoalan yang ingin difoto,” ujar Firman Firdaus, Text Editor National Geographic Indonesia, yang kembali hadir sebagai mentor tamu untuk mengisi sesi Kelas PPG tentang Penulisan pada hari Jumat (30/1) di Gedung Permata WTC II, Jakarta.

Selama dua jam, pria yang akrab dipanggil Daus ini menjelaskan pada para peserta PPG tentang penulisan naratif dan deskriptif, pemilihan verba maupun kata sifat serta pentingnya untuk menghindari penggunaan dan pemilihan kata-kata yang sumir dan multitafsir. Meski menulis bukan pekerjaan utama seorang fotografer, namun Daus menyampaikan bahwa tak ada salahnya para fotografer membuka kembali KBBI (KamusBesarBahasa Indonesia) agar bisa menulis sesuai EYD.

Selepas menyampaikan teori-teori terkait penulisan, mentor juga membahas satu persatu tulisan deskripsi photo story yang telah dibuat oleh para peserta dan mendiskusikannya bersama-sama. Sebagai mentor, Daus juga menekankan penggunaan dan pemilihan kata-kata atau kutipan yang menggugah atau yang memberikan harapan. Daus pun menambahkan, “Klise memang, tapi sebaiknya kita tidak ingin menampilkan sesuatu yang menghindari keputusasaan. Dengan pemilihan kata yang tepat, kita bisa menampilkan harapan karena harapan itu penting untuk mengakhiri sebuah persoalan.”

Meski sesi Penulisan ini hanya berlangsung beberapa jam, para peserta cukup merasakan manfaatnya. Seperti yang diungkapkan salah satu peserta PPG 2014, Anggara Mahendra, foto jurnalis Bali Buzz.

“Penting banget. Sesi yang berguna karena mempelajari hal baru di luar kebiasaan foto. Hal positiflainnya yang aku dapat, yaitu opsi tentang gaya bercerita dan hal-hal yang bisa difokuskan untuk alur cerita.” Selain itu, Anggara juga menambahkan, menurutnya seorang fotografer yang memiliki kemampuan menulis yang baik dan benar merupakan salah satu sarana latihan bagi fotografer untuk berpikir sistematis. (Teks: AWS /Foto: Fakhri).


Sesi 14 Kelas PPG: Multimedia (Review the work)

150128_PPG_MULTIMEDIA

Story line, script, soundbyte, narasi, pentingnya membangun story, adalah beberapa hal yang terus-menerus diingatkan mentor tamu Ramadian Bachtiar di pertemuan ketiga sesi multimedia yang berlangsung pada hari Selasa (27/1) di kelas PPG. Di sesi ini, mentor melakukan review projek multimedia yang sudah dibuat oleh para peserta sekaligus mempertajam narasi dari projek multimedia masing-masing.

Di dalam sesi ke-13 ini, peserta juga diajak memahami pentingnya message story serta pemanfaatan audio ataupun konteks berupa teks yang bias digunakan untuk memunculkan message story. “Dalam mengerjakan karya multimedia, fotografer juga harus mulai memikirkan komponen-komponen seperti tembang, lagu, atau monolog si subjek yang bias digunakan untuk kebutuhan multimedia,” kata Ramadian.

Pada sesi kedua, mentor menekankan pentingnya kerangka naratif. Mentor pun memberikan contoh-contoh karya multimedia serta contoh outline dimana outline ini nantinya berfungsi sebagai rencana kerja dan membantuf otografer agar bias bekerja lebih efektif dan efisien. Mentor pun melatih para peserta untuk mulai membuat outline untuk projek multimedia masing-masing lengkap dengan alur narasi, gambaran visual yang akan ditampilkan, audio yang dibutuhkan, bahkan perkiraan durasi.

Di akhir sesi, para peserta mendiskusikan outline masing-masing dan baik mentor maupun peserta saling memberikan feedback. “Subjektivitas itu perlu dan statement keberpihakan seorang fotografer harus terlihat dari message story karyanya,” pesan mentor saat mengakhiri kelas. (AWS / Foto: Fakhri)


Sesi 13 Kelas PPG: Panel Presentation PPG 2014

150123_Panel Presentasi_PPG

150123_Panel Presentasi_PPG

Setelah hampir dua bulan mengikuti kelas PPG, akhirnya kesepuluh peserta Permata Photojournalist Grant untuk pertama kalinya memaparkan projek photo story yang mereka kerjakan. Dalam sesi Panel Presentation yang diadakan pada hari Jumat (23/1) di The Twenty 8, Senopati, Jakarta Selatan, satu-persatu memaparkan projeknya di hadapan Tim Panelis.

Tim Panelis yang terdiri dari Leila Djafaar (EVP-Head Corporate Affairs Permata Bank), Catrini Pratihari (Ketua I Badan PelestarianPusaka Indonesia), dan Oscar Motuloh (Kurator Galeri Foto Jurnalistik Antara) banyak memberikan masukan, kritik, serta saran dari hasil pemaparan para peserta; mulai dari urutan foto, pentingnya konsistensi, pendekatan fotografi yang digunakan, hingga pemilihan konsep dan subjek terkait dengan tema PPG 2014 yakni Indonesian Heritage.

“Beberapa peserta ada yang masih terjebak dengan ide yang repetitive terkait tema Heritage, tapi ada juga peserta yang tampaknya berani keluar dari pakem dan membuat story yang out of the box dan cukup berhasil mendefinisikan heritage dari sudut pandang yang berbeda,” ujar Leila setelah melihat presentasi ke-10 peserta.

Menurut Catrini Pratihari, pemilihan tema Indonesian Heritage dirasa sangat menarik mengingat saat ini penting bagi masyarakat Indonesia untuk memahami dan memaknai lebih dalam pentingnya mempertahankan warisan budaya Indonesia. Tentunya melalui grant ini, ia berharap semangat untuk mempertahankan warisan budaya Indonesia bias tersampaikan melalui karya-karya visual para 10 fotojurnalis peserta PPG.

Selain pentingnya memahami lebih dalam akan pemaknaan Indonesian Heritage, dari sisi foto jurnalistik, Oscar Motuloh, kurator yang juga berprofesi sebagai fotojurnalis ini juga menyampaikan bahwa seorang fotojurnalis ketika membuat sebuah karya tentunya juga harus tahu apa konsekuensi dan tanggung-jawab yang diembannya sebagai seorang pewarta.

“Workshop dan grant PPG ini adalah tempat belajar dan melakukan kesalahan untuk dapat melahirkan karya yang terbaik, namun yang terpenting adalah adanya kejujuran dalam sebuah pembentukan karya,” pesan Oscar kepada para peserta.

Selain kehadiran Tim Panelis, turut hadir para mentor PPG seperti EdyPurnomo, Beawiharta (Reuters) sebagai mentor tamu, para perwakilan dari PermataBank dan Erasmus Huis, tamu undangan, serta para alumni PPG. (Teks: AWS / Foto: Fakhri)


Sesi 12 Kelas PPG: Sharing Session dengan Mast Irham

PPG_150120_KELAS 12

Pengalaman adalah guru yang paling baik dan pengalaman itu bisa didapat dari mana saja, termasuk belajar dari pengalaman orang lain. Dan tentunya banyak hal bisa diperoleh ketika sesama fotografer saling menceritakan pengalaman. Di pertemuan yang ke-12 yang berlangsung pada hari Selasa (20/1), Kelas PPG mengundang Mast Irham, Chief Photographer European Pressphoto Agency (EPA) Indonesia, untuk berbagi pengalaman.

Selama kurang lebih tiga jam, sosok yang lebih akrab dipanggil Irham ini, menceritakan pengalamannya saat pertama kali berkenalan dengan dunia foto jurnalistik, seluk-beluk profesi yang telah ia geluti saat menjadi fotografer di beberapa surat kabar, pentingnya deadline, hingga trik-nya yang selalu menyempatkan diri membuat personal project di sela-sela penugasan.

Menurut Irham, projek pribadi sangat penting bagi fotografer agar tidak hanya terjebak dalam rutinitas pekerjaan kantor yang tidak ada habisnya. Tuntutan kerja yang dibatasi oleh deadline terkadang membuat seorang fotografer ‘stuck’, tidak bisa berbuat dan berpikir untuk melakukan hal lain.

“Projek pribadi membuat kita untuk tetap bisa menikmati hal-hal yang secara personal kita sukai. Tidak perlu membuat story dengan isu-isu yang luar biasa. Buatlah sesuatu yang sederhana tapi bersifat long-term. Dan yang terpenting harus fun, karena fotografi itu adalah sesuatu yang fun, yang kita sukai,” tutur Irham dihadapan para peserta PPG.

Dalam sesi sharing, Irham juga sempat menceritakan pengalamannya saat mengikuti workshop World Press Photo di Hanoi. Disitulah ia pertama kali benar-benar mempelajari bagaimana membuat photo story yang benar sekaligus memiliki kesempatan untuk dibimbing fotografer-fotografer sekaliber John Stanmeyer atau bahkan sekadar saling berdiskusi dengan sesama fotografer dari berbagai negara.

Ia sendiri sangat mendukung fotografer harian untuk berusaha membuat photostory dan sering berdiskusi. Masih menurut Irham, ada banyak hal yang bisa didapat ketika seorang fotografer mengerjakan photo story. Bahwasanya saat melakukan riset, menyusun foto, serta diskusi yang terjadi dalam proses pengerjaan photo story akan membuat fotografer berpikir lebih sistematis dalam menyampaikan pesan secara lebih dalam. (Teks: AWS / Foto: Fakhri)


Sesi 11 Kelas PPG: Caption bersama Sasa Kralj

 

fq150116_PPG_kelas 11_076 edit low res

“What is the difference between photographer and photojournalist ?”

“Are you a photographer or photojournalist ?”

“How much do you write for your photo project ?”

 

Beberapa pertanyaan yang terlontar dari tutor asal Kroasia, Sasa Kralj, sempat membuat seluruh peserta terdiam sejenak dan berpikir keras. Di sesi ke-11 Kelas PPG yang berlangsung pada Jumat malam (16/1), Sasa tak hanya mengajak mereka untuk berpikir apa perbedaan mendasar antara fotografer dan fotojurnalis, namun juga berusaha memahami makna dan konteks sebuah foto  tanpa caption ataupun ketika sebuah foto dilengkapi caption.

Dalam sesi kelas yang berlangsung secara online, Sasa menyampaikan bahwa foto pun bias memberikan aspek yang berbeda bagi pembaca melalui tulisan yang disampaikan di caption. Sasa pun lantas memberikan beberapa contoh satu foto dengan dua caption dimana pembaca pada akhirnya memiliki pemahaman akan aspek yang berbeda dari satu buah foto.

“Caption forces you to look at the picture in a different way and the way you see the picture is totally changing,” kata Sasa.

Elemen-elemen penting yang perlu disertakan dalam caption, pentingnya riset, perlunya mewawancarai subjek maupun para pakar, menentukan konsep, serta relevansi, adalah beberapa hal penting yang sangat ditekankan oleh Sasa ketika menulis caption.Jika caption ditulis sangat detail lengkap dengan data-data yang diperoleh melalui riset atau mewawancarai narasumber, bahkan tak jarang keberadaan caption justru semakin memudahkan fotografer untuk menentukan foto selanjutnya ketika membuat photo story.

Meski sekadar menulis caption, jika fotografer melakukan riset dan menghabiskan waktu untuk berbicara dengan subjek-nya, Sasa yakin bahwa fotografer pun akan mempelajari hal baru dan menemukan banyak hal menarik yang bias digali dari story-nya.

Sebelum menutup kelas, Sasa pun mengingatkan seluruh peserta PPG akan pentingnya menampilkan emosi, informasi, dan unik di dalam karya foto para fotografer. “If photojournalist is not deeply connected to the story and discover something to amaze himself, then there is nothing that he can pass on to the audience that can be also relevance to them,”pesan Sasa pada para peserta. (Teks: AWS / Foto: Fakhri)


Sesi 10 Kelas PPG: Photo Editing 2

1

Hujan dan macetnya lalu-lintas ibukota Jakarta rupanya tidak menghalangi semangat para peserta Permata Photojournalist Grant (PPG) untuk menghadiri kelas PPG yang sudah memasuki sesi Editing 2 pada hari Selasa (13/1). Ketiga mentor PPG; EdyPurnomo, Ahmad ‘DeNy’ Salman, bersama mentor tamu Beawiharta (Reuters), tampak serius mengamati hasil foto para peserta.

“Saya yakin, teknis bukan lagi persoalan bagi kawan-kawan peserta PPG karena toh dalam keseharian kita cukup percaya mereka adalah jurnalis foto yang memotret setiap hari. Mungkin tantangannya adalah bagaimana menghasilkan foto yang ‘wow’ mengingat fotografer bekerja di bidang visual,” tutur Beawiharta.

Masih menurut Beawiharta dan para mentor lainnya, selain ide, riset, dan konsep, tantangan dalam membuat photo story adalah proses editing dimana fotografer selain melakukan self-editing namun juga tetap membutuhkan ‘mata ketiga’ dalam menyusun urutan-urutan foto untuk menjadi satu rangkaian photo story.

Elemen-elemen photo story, detail, portrait, interaksi, dll, adalah beberapa hal penting yang kerap diingatkan para mentor pada para peserta. Tak jarang beberapa peserta harus melakukan foto ulang demi satu keutuhan rangkaian photo story-nya.

“Setiap editor atau mentor punya gaya yang berbeda dalam menyusun urutan foto, tapi dari sesi Photo Editing ini, saya sadar pentingnya konteks dan menaruh emosi agar orang yang melihat foto-foto kita jugabisamerasakannya. Itu yang susah,” kata Ricky Martin, fotografer majalah anak Bobo, yang menjadi salah satu peserta PPG 2014.

Sebelum mengakhiri kelas, para mentor pun mengingatkan para peserta bahwa kekuatan sebuah photo story bukan sekadar kemampuan teknis semata. Fotografer sebagai visual story teller diharapkan mampu menghadirkan karya-karya visual yang mampu menghadirkan emosi dan menghadirkan fakta dan cerita yang kerap luput dari mata publik. (Teks: AWS / Foto: Fakhri)

 

 


Sesi 9 Kelas PPG: Visual Literacy

combo 1combo 2

Dalam sebuah penelitian, 90 persen informasi diterima melalui mata. Tapi kendala yang terjadi, kerap kali kita hanya sebatas dalam tahap “look” bukan tahap “see”. Dimana kita masih lebih sering melihat dan belum mengamati informasi yang dilihat oleh mata kita. Karenanya, sangat penting bagi seorang fotografer untuk tidak hanya memproduksi karya visual, tapi juga memiliki kemampuan untuk mengerti dan memahami sebuah karya visual.

Masih berkaitan dengan pentingnya pemahaman karya visual, pertemuan pertama di tahun 2015 diisi dengan kelas Visual Literacy yang berlangsung pada hari Jumat (9/1). Sebagai mentor, Edy Purnomo menjelaskan apa itu visual literacy, elemen-elemen visual, proses dalam “melihat: sebuah karya visual, termasuk beberapa teori terkait visual literacy yakni Teori Gestalt.

Dalam sesi kelas yang berlangsung selama kurang lebih 3 jam, para peserta PPG diajak berdiskusi dan mencoba “membaca” karya visual dari beberapa contoh visual yang diberikan oleh mentor. Beberapa foto karya Sebastio Salgado, Henry Cartier Bresson, Robert Frank, atau karya-karya Edgar Rubin dan W.E Hill, menjadi bagian dari diskusi para peserta dalam memahami visual literacy.

“Visual Literacy penting sih, secara gak langsung ngajarin untuk memasukkan hal apa saja ke dalam foto,” kata Grandyos Zafna Manase Mesah, fotografer detik.com, yang menjadi salah satu penerima Permata Photojournalist Grant 2014. Sama halnya seperti Grandyos, Muniroh, fotografer Sinar Harapan, yang sebelumnya juga belum pernah mendengar atau tahu tentang visual literacy, mengungkapkan antusiasmenya saat mengikuti kelas. Menurutnya visual literacy adalah salah satu ilmu yang penting untuk melatih kepekaan indera penglihat. (AWS / EL )

 


Sesi 8 Kelas PPG: Multimedia (Review the work)

141219_PPG_Kelas 8_1

141219_PPG_Kelas 8_2

Setelah sesi sebelumnya mengenal pemahaman serta teknik dasar multimedia, pada sesi ke-8 Kelas PPG yang berlangsung pada hari Jumat (19/12), para peserta mulai memasuki tahap basic editing. Dibimbing mentor tamu Ramadian Bachtiar, para peserta yang telah bereksperimen dengan hasil rekaman video mulai menyusun dan mengidentifikasi story sesuai projek masing-masing. Mentor pun tak segan-segan mengulang beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengerjaan multimedia, seperti technical aspect, setting the story, soundback, teknik interview narasumber, hingga bagaimana menggali sebuah cerita dari narasumber.

Sesuai dengan tema, mentor juga menyampaikan bahwa logika maupun proses editing photo still dan motion tentunya berbeda. Karenanya memilih, memotong, dan menggabungkan gambar-gambar atau hasil rekaman video memerlukan keahlian serta kejelian, dan tentunya peran editor sebagai ‘mata ketiga’. Tak jarang mentor mengingatkan peserta untuk sesering mungkin menunjukkan hasil pekerjaan / karya ke orang lain agar banyak mendapat masukan secara obyektif.

Beberapa materi tambahan juga disampaikan oleh mentor untuk memperkaya kemampuan dan pemahaman peserta akan multimedia. Diantaranya bagaimana membangun cerita (Story Development), Cutting, Transitions (Fade out, fade in, dissolve, wipe), makna gabungan, paper edit/script, serta tips & triks.

“Mengidentifikasi story vehicles kita itu perlu, termasuk soal angle sehingga perencanaan kita menjadi lebih matang sebelum proses shooting,” ujar Rama. Masih menurut mentor, KENAPA, APA, dan BAGAIMANA adalah formulasi sederhana yang harus dicoba ditangkap di awal. Kelas pun diakhiri dengan membedah dan me-review hasil rekaman video yang sudah dikerjakan para peserta. (AWS / Foto: Fakhri)


Sesi 7 Kelas PPG: Research and & Proposal

PPG_SESI 7_161214_01 PPG_SESI 7_161214_02

Beberapa fotografer kerap merasa riset adalah sesuatu yang melelahkan dan membuang waktu, akhirnya banyak ditemui karya-karya foto yang secara teknis sangat bagus namun tidak memilki kekuatan dan kedalaman cerita dalam photo story-nya. Hal tersebut disampaikan oleh Firman Firdaus, Editor National Geographic Indonesia, yang hadir sebagai mentor tamu di Kelas PPG pada hari Selasa (16/12).

Pada sesi ke-7 Kelas PPG, pria yang akrab disapa Daus ini juga menyampaikan materi terkait bagaimana membuat proposal yang singkat, padat, dan jelas, serta pentingnya melakukan riset untuk menunjang kekuatan proposal. Termasuk betapa riset akan sangat membantu dan memudahkan fotojurnalis dalam menghemat waktu, biaya, bahkan  memungkinkan jurnalis menemukan peluang serta ide untuk membuat story lainnya.

“Hal terpenting adalah, riset membantu Anda mengetahui persoalan besar dari sebuah isu dan itulah yang seharusnya disampaikan oleh seorang fotojurnalis untuk dicoba wacanakan agar masyarakat atau orang-orang yang memilik kepentingan bisa melakukan perubahan lewat karya Anda,” kata Daus.

Sesi kelas yang berlangsung selama tiga jam pun semakin menarik saat proposal masing-masing 10 peserta PPG dibahas satu-persatu. Berbagai saran & masukan dari sesama partisipan dan mentor tamu, turut memperkaya pengetahuan para peserta bagaimana membuat proposal yang lebih baik.

“Research it well, write it well, keep it short and simple”. Pesan Daus sebelum menutup kelas. (AWS/foto: Elisha)

 


Sesi 6 Kelas PPG: Photo Editing 1

121214_PPG_sesi6 (1) 121214_PPG_sesi6 (2)

Foto-foto berjejer dan tersusun rapi di atas meja. Tiga ruangan yang ada di lantai 21, PermataBank Tower WTC II, Jakarta tampak digunakan sekaligus pada hari Jumat (12/12). Di sesi ke-6 Kelas PPG, para peserta diwajibkan membawa hasil foto terkait photo story yang mereka kerjakan.

Tiga mentor PPG; Edy Purnomo, Ahmad ‘DeNy’ Salman, bersama mentor tamu Beawiharta sebagai fotografer senior Reuters, tampak memberikan arahan ke setiap peserta terutama saat proses editing photo story masing-masing. Memilih dan menyusun urutan foto agar sesuai dengan narasi cerita ternyata bukan hal yang mudah.

Para mentor pun tak segan-segan memberikan masukan dan saran. “Tidak perlu bikin story yang besar. Cukup yang sederhana saja. Satu aspek diperdalam dan jangan lupa gunakan teknik baru yang sudah dipelajari,” kata Ahmad ‘DeNy’ Salman mengingatkan para peserta. Menurutnya, fokus dengan cerita dan tidak tergoda dengan hal-hal yang tidak penting di luar story adalah dua hal yang harus selalu diingat.

Serupa dengan hal tersebut, Beawiharta juga memberikan masukan kepada para peserta PPG. Bahwasanya photo story yang para peserta kerjakan adalah bagian dari portfolio yang bisa menjadi peluang sebagai seorang fotografer untuk mengembangkan potensi yang dimiliki. ( EL / Foto: Fakhri)