Photo Editing 1: Melihat Foto-Foto Pertama Peserta PPG 2020

Pelatihan Fotografi program Permata Photojournalist Grant (PPG) 2020 memasuki pertemuan keempat dengan materi Photo Editing 1, (18/12/2020). Selama pelatihan ini, kesepuluh penerima program akan melalui empat sesi Photo Editing. Sebelum setiap sesi Photo Editing, peserta diminta untuk mengirimkan 45 frame foto terpilih dari seluruh foto yang telah mereka ambil dalam pengerjaan proyek foto masing-masing. Dari 45 frame tersebut, mereka kemudian diminta untuk memilih 15 frame yang mereka anggap menarik dan dapat digunakan dalam photo story mereka.

Kelas dibagi ke dalam dua ruang, 5 orang dengan bimbingan mentor Rosa Panggabean (Fotografer Lepas) dan 5 orang dengan bimbingan mentor Yoppy Pieter (Fotografer Lepas). Di dalam kelas tersebut, masing-masing peserta mendapatkan waktu sekitar 15 menit untuk mendiskusikan foto-foto yang mereka ambil. Mentor menyampaikan pendapat dan masukkan atas frame-frame yang dikirimkan oleh para peserta.

60 menit berlalu, seluruh peserta dan mentor kembali ke ruang utama dimana masing-masing peserta kemudian mempresentasikan foto-foto terpilihnya sambil menceritakan gagasan yang ingin ia sampaikan dalam photo story mereka.

Pertemuan ini ditutup dengan refleksi atas penemuan-penemuan, kesulitan-kesulitan, dan pelajaran yang para peserta temukan dan dapatkan tidak hanya selama proses Photo Editing 1, tapi juga saat melakukan pemotretan di lapangan. Di kesempatan ini Nita Dian Afianti (Tempo, Jakarta) menyampaikan ia masih berupaya mengenal emosi subyek fotonya. Lain dengan Indra Abriyanto (Harian Rakyat Sulsel, Makassar) yang mengaku masih bingung dengan konsep konseptual dan belum terlalu dekat dengan subyek-subyek fotonya.

Untuk menutup, Ng Swan Ti (Managing Director PannaFoto Institute) menyampaikan, "Terkadang teman-teman ingin mencari ide-ide yang tidak biasa. Padahal sebetulnya ide yang mungkin terlihat klise, ketika digarap dengan baik dan dikenali ceritanya, bisa jadi sesuatu juga". // Lisna Dwi Astuti


Menyusun Proyek Personal bersama Yoppy Pieter

Pada hari Selasa (15/12/2020) sepuluh penerima Permata Photojournalist Grant (PPG) 2020 kembali bertemu dalam ruang virtual untuk mengikuti Pelatihan Fotografi program PPG 2020. Pertemuan ketiga dari rangkaian pelatihan ini dibuka oleh mentor Yoppy Pieter (Fotografer Lepas dan alumni PPG 2011) yang menyampaikan materi bertajuk Developing Your Project: Make It Personal and Matter.

Kenapa 'personal and matter'? "Biasanya karya berangkat dari hal-hal yang dipedulikan dan memiliki kedekatan dengan pembuatnya. Dari situ, terbangun karya yang jujur," ujarnya.

Selanjutnya Yoppy berbicara tentang headline karya. Ia menampilkan karya Sutanto Nurhadi Permana (PPG 2019) yang berjudul Waste Less. Kemudian peserta diminta untuk menuliskan apa kira-kira headline dari karya tersebut. Melalui latihan kecil ini, Yoppy menunjukkan bahwa headline memiliki peran penting dalam menyampaikan gagasan fotografer mengenai karyanya. Fotografer harus mampu menyampaikan gagasannya dalam satu kalimat yang singkat dan padat. Headline ini selanjutnya juga dapat membantu fotografer dalam menentukan visual yang ingin ditampilkan.

Sesi berikutnya masuk ke materi tentang mind mapping, di sini Yoppy mengajak peserta untuk memetakan pemikiran dan pengetahuan mereka tentang topik yang ingin mereka angkat ke dalam sebuah flowchart atau diagram. "Mind mapping bukanlah daftar frame yang akan difoto, namun lebih kepada metode dalam memahami suatu masalah," tegas Yoppy.

Menurut pemaparan Yoppy, Mind Mapping dapat digunakan untuk, 1) Note-taking, kumpulan catatan yang dibuat saat riset, dapat berupa gambar, kata, dan angka; 2) Brainstorming, memetakan ide; dan 3) Organizing Information, untuk menyederhanakan informasi yang kompleks.

Sebelum menutup presentasinya, Yoppy memperlihatkan mind mapping karya personalnya yang berjudul Eastern Comma yang memperlihatkan headline dan cabang-cabang berisi informasi dan data yang ia dapatkan dari risetnya.

Setelah pemaparan materi dari Yoppy Pieter ini, peserta mendapatkan waktu sekitar enam puluh menit untuk membuat mind mapping karya mereka masing-masing. // Lisna Dwi Astuti


Kelas Ragam Narasi Visual oleh Rosa Panggabean

Pada pertemuan pertama kelas Permata Photojournalist Grant, kita sudah berkenalan dengan kesepuluh penerima grant di program ini. Selain itu, peserta bersama dengan para mentor: Edy Purnomo, Rosa Panggabean, dan Yoppy Pieter telah mendiskusikan dan mempertajam proposal masing-masing peserta.

Dalam pertemuan kedua yang berlangsung pada Jumat, 11 Desember 2020 secara daring, mentor Rosa Panggabean (Fotografer dan Alumni PPG 2011) memberikan pembekalan pengetahuan berupa materi tentang ragam narasi visual (cara bertutur). Melalui sesi ini, peserta mengenal dan mendapatkan berbagai referensi visual yang memperlihatkan ragam narasi visual karya-karya fotografer Indonesia maupun dunia. Rosa menegaskan saat ini kebutuhan produksi visual berkembang, hal ini juga yang mempengaruhi narasi visual yang menjadi lebih variatif. Selain itu, Rosa juga mengingatkan para peserta untuk mempertimbangkan output karya masing-masing dan dimana akan mempublikasikan output tersebut, “di dalam program PPG, karya teman-teman akan dipresentasikan dalam format pameran dan buku tapi tentunya peserta juga harus mempertimbangkan publikasi lainnya. Bagi teman-teman yang bekerja di media, coba perhatikan apakah ada rubrik untuk fotografi atau photo story di media masing-masing? Dan seperti apa ketentuannya.”

Pelatihan fotografi ini merupakan rangkaian program Permata Photojournalist Grant (PPG) 2020 persembahan PermataBank, bekerja sama dengan PannaFoto Institute yang diikuti oleh 10 pewarta foto dan pewarta foto lepas yang dipilih berdasarkan seleksi portfolio dan proposal. Hasil karya kesepuluh peserta akan dipresentasikan dalam bentuk pameran di akhir program PPG 2020. // Lisna Dwi Astuti


Workshop Intensif bersama Jenny Smets

Tiga Hari Workshop Intensif Bersama Jenny Smets

Workshop Intensif bersama Jenny Smets

Selama tiga hari. 10-12 Februari 2020, sepuluh peserta Permata Photojournalist Grant (PPG) 2019 mengikuti sesi Workshop Intensif bersama Jenny Smets, seorang independen kurator dan editor foto dari Belanda di Erasmus Huis. Jenny Smets juga merupakan salah satu Project Advisors bagi program Joop Swart Masterclass yang diselenggarakan oleh World Press Photo Foundation dan seorang pengajar di KABK Art Academy di Den Haag, Belanda. Dalam workshop intensif ini, bersama Jenny dan para mentor; Edy Purnomo, Ramdani, Rosa Panggabean, dan Yoppy Pieter, peserta melakukan final edit atas karya photo story mereka. Selain itu, para peserta juga melakukan pitching atau presentasi singkat tidak hanya di hadapan mentor dan peserta lainnya, tetapi juga di hadapan editor foto dari berbagai media lokal, alumni PPG, dan mitra penyelenggara program Permata Photojournalist Grant 2019 - Erasmus Huis Fellowship to Amsterdam 2020.

Seusai menyelesaikan final edit bersama Jenny, para peserta mengaku lega dan usaipresentasi final mereka terlihat tersenyum lepas. Kerja keras mereka selama pelatihan yang dimulai sejak bulan Desember 2019 lalu terbayar lunas karena kesepuluh peserta dinyatakan lulus dari program PPG 2019 dan dapat mengikuti Pameran Foto Innovation yang akan berlangsung 5 Maret-5 April 2020 di Erasmus Huis, Jakarta Selatan.

(Lisna Dwi Astuti / Foto: Agoes Rudianto - Fotografer Independen)


Sesi Penulisan oleh Budi Setiyono

Mengenal Dasar-Dasar Penulisan

Sesi Penulisan oleh Budi Setiyono

Sesi Penulisan dalam Kelas Permata Photojournalist Grant (PPG) 2019 terbagi dalam dua sesi dan diampu oleh Budi Setiyono, wartawan dan Redaktur Pelaksana Historia.id. Sesi Penulisan I berlangsung pada tanggal 21 Januari 2020 di WTC 2 - Sudirman dengan materi utama mengenal dasar-dasar penulisan.

(Lisna Dwi Astuti / Foto: Agoes Rudianto, Fotografer Independen)


Editing 3: Photo Sequencing

PPG2019_Class8_Collage - low

Ratusan lembar foto terhampar di atas 10 meja menandakan sesi kedelapan Kelas Permata Photojournalist Grant (PPG) 2019 kali ini adalah sesi editing. Bila pada Editing 1 dan 2 kesepuluh peserta PPG diajak memilih foto-foto yang mereka anggap bagus dan bisa mereka gunakan dalam photo story, dalam sesi Editing 3 yang berlangsung pada 17 Januari 2020 di WTC 2 - Sudirman ini peserta belajar bagaimana menyusun sequence atau urutan foto untuk menceritakan kisah mereka serta menyampaikan gagasan. Ketiga mentor PannaFoto Institute; Edy Purnomo, Yoppy Pieter, dan Rosa Panggabean, serta observer Ramdani (Media Indonesia) turut membantu peserta bagaimana melakuan sequencing foto. Seperti sesi Editing 1 & 2, peserta juga diminta untuk menceritakan kembali secara lisan, tema yang mereka angkat.

Di akhir sesi, peserta menyampaikan melalui sequencing mereka jadi mengetahui, "foto yang kurang dan penting untuk ada untuk melengkapi cerita" - Rivan Awal Lingga, Antara Foto, Jakarta. Selain Rivan, Iqbal Lubis (Pewarta Foto Lepas, Makassar) menyampaikan, "Pemilihan foto harus berdasarkan data dan harus ada argumennya. Menyadari bahwa foto cantik tidak harus selalau dipertahankan, argumen diperlukan atas setiap foto yang dipilih."

Yoppy Pieter, menutup sesi dengan merangkum: 1) Sequence bukan merupakan sebuah kompilasi foto bagus. Harus ada logika bercerita. 2) Foto satu sama lain harus saling mengisi dan menyusun sebuah cerita.

(Lisna Dwi Astuti / Foto: Dwi Prasetya - Narasi.tv)


Research dan Data Capture bersama Saša Kralj

WhatsApp Image 2020-01-15 at 12.28.24

"The first problem is that most of your stories are coming from what you already know. This way, you think you need to describe your story instead of doing research on it, instead of learning about it," Saša Kralj.

Kalimat di atas menjadi pembuka sesi Research dan Data Capture oleh Saša Kralj yang berlangsung pada Selasa, 14 Januari 2020 di Gedung PermataBank, WTC 2. Dalam pertemuan ketujuh ini, masing-masing peserta mendapatkan umpan balik atas proposal photo story yang mereka ajukan di awal program.

Pada sesi pertama pertemuan ini, Saša Kralj menjelaskan alur kerja dari pembuatan photo story adalah 1). Berangkat dari ide, 2). Memotret sekaligus melakukan riset, 3). Melakukan edit, 4). Melakukan riset berdasarkan temuan-temuan di lapangan (dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak biasa dan mencoba mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu dengan menemui ahli atau membaca informasi dari berbagai sumber yang terpercaya), 5). Kembali memotret, 6). Melakukan riset lagi, dan begitu seterusnya sampai merasa cukup, puas, dan ide/gagasan yang ingin disampaikan sudah tersampaikan di dalam photo story.

Ada beberapa pernyataan menarik dalam sesi ini:

"Question everything! You also have to question the thing you think you know," Saša Kralj

"Ask unsual, crazy question," Saša Kralj

"Ketika kamu menjalankan peran sebagai jurnalis, perlu memelihara skeptisisme. Jangan langsung mempercayai semua yang disampaikan narasumber, cek lagi kebenarannya," Rosa Panggabean.

Dari pernyataan-pernyataan di atas rasanya bisa kita simpulkan bahwa riset adalah sebuah proses yang tidak linear melainkan melingkar, untuk terus bertanya dan mempertanyakan dan berusaha mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu. Jadi, sudah seharusnya sebuah karya berangkat dari ketertarikan dan keingintahuan, dan hasil akhirnya mengilustrasikan keingintahuan itu, bukan sekedar mendeskripsikan hal-hal yang sudah kita (dan mungkin orang lain) ketahui. Jika hanya mendeskripsikan yang sudah kita ketahui, bisa saja karyanya jadi membosankan.

(Sesi Research dan Data Capture bersama Saša Kralj masih akan berlanjut pada tanggal 24 Januari 2020.)

(Lisna Dwi Astuti / Foto: Aprillio Akbar - AntaraFoto/PPG 2018)


Kelas Visual Literacy oleh Edy Purnomo (PannaFoto Institute)

Visual Literacy: Pemaknaan Visual

Kelas Visual Literacy oleh Edy Purnomo (PannaFoto Institute)

“Pemaknaan visual sangat terpengaruh atas memori visual fotografer,” Edy Purnomo

Sebagai fotografer penting untuk memiliki kekayaan visual. Fotografer dapat memperbanyak referensi visual dengan cara membaca buku foto berbagai genre karya berbagai fotografer, membaca buku baik fiksi maupun nonfiksi, menonton film, dan mendengarkan musik. Dalam kelas Visual Literacy oleh Edy Purnomo (PannaFoto Institute) ini, peserta menerima berbagai stimulus mulai dari melihat karya-karya August Sander, Sebastiao Salgado, Grant Wood, Henri Cartier-Bresson, Seydou Keita, Alex Webb, Elliot Erwit, Martin Parr, Fernando Randy, dan karya Edy Purnomo sendiri. Kemudian mendengarkan musik, hingga menebak gambar dan ilustrasi. Selain itu, mentor Edy Purnomo juga memperkenalkan Teori Gestalt serta bagaimana membaca dan memaknai sebuah karya menggunakan teori tersebut, sebelum akhirnya masing-masing peserta mencoba menerka apa yang ingin fotografer sampaikan melalui sebuah karya foto.

Kelas Visual Literacy merupakan sesi keenam dari Pelatihan Fotografi program Permata Photojournalist Grant (PPG) 2019 yang berlangsung di World Trade Center 2, Sudirman pada tanggal 10 Januari 2020 dan merupakan rangkaian program Permata Photojournalist Grant 2019 - Erasmus Huis Fellowship to Amsterdam 2020 persembahan PermataBank dan Erasmus Huis, bekerja sama dengan PannaFoto Institute, Leica Store Jakarta dan para mitra.

(Lisna Dwi Astuti / Foto: Agoes Rudianto, Fotografer Independen)


Sesi Editing 2

Memilih Foto, Memahami Konsistensi Visual dalam Sesi Editing 2

Sesi Editing 2

Jakarta, 7 Januari 2020, ratusan lembar foto baik berwarna maupun hitam putih terhampar di atas sepuluh meja, sepuluh orang pewarta foto berkutat dengan foto-foto tersebut, mempelajari satu per satu foto yang sudah mereka ambil selama dua minggu ini, menimbang-nimbang foto mana yang kiranya dapat mereka gunakan untuk membangun photo story yang sedang mereka kerjakan.

"Apa yang ingin kamu sampaikan melalui photo story kamu? Coba ceritakan secara singkat dalam tiga kalimat", menjadi pertanyaan pertama dari setiap mentor di sesi editing. Pertanyaan ini untuk mengingatkan kembali tujuan mereka, sekaligus sebagai latihan mempresentasikan karya mereka. Mereka menceritakan tentang kisah yang ingin mereka sampaikan sekaligus memperlihatkan lima belas foto yang menurut mereka menarik dan kemudian mendiskusikannya dengan mentor.

Diakhir sesi, seluruh peserta, mentor, dan kepala sekolah duduk bersama untuk merangkum pertemuan kali ini, apa saja yang para peserta dapatkan dalam pertemuan kelima Pelatihan Fotografi dari program Permata Photojournalist Grant (PPG) 2019 ini. Riska Munawarah, pewarta foto lepas dari Aceh menyatakan ia baru mengetahui pentingnya konsistensi visual dalam sebuah photo story, pernyataannya ini diamini oleh rekannya Iqbal Septian Nugroho, pewarta foto Merdeka.com. Sama halnya dengan bercerita melalui film atau melalui tulisan konsistensi visual, tutur, dan gaya diperlukan untuk memudahkan pembaca/penonton memahami gagasan yang ingin disampaikan oleh pembuat cerita.

(Teks: Lisna Dwi Astuti / Foto: Agoes Rudianto, Fotografer Independen/PPG 2016)


Mengenal Edit Fotografi dalam Sesi Editing 1

PPG2019_Class4_Collage - low

Ramdani, pewarta foto Media Indonesia dan alumni Permata Photojournalist Grant (PPG) tahun 2013, membuka pertemuan keempat Pelatihan Fotografi dari rangkaian program Permata Photojournalist Grant 2019 - Erasmus Huis Fellowship to Amsterdam 2020 dengan mempresentasikan puluhan photo story yang telah ia buat sejak mengikuti program PPG 2013 hingga hari ini, yang sudah pernah dipublikasikan di media tempat ia bekerja, dengan berbagai kisah dari kisah tentang tenaga kerja Indonesia di luar negeri, budaya pulang kampung dengan motor, hingga revolusi transportasi kereta dalam kota dari tahun ke tahun.

Setelah presentasi dari Ramdani, sesi selanjutnya adalah Editing 1. Pertemuan yang berlangsung di PermataBank, WTC 2 Sudirman pada 20 Desember 2019 ini memberikan ketegangan tersendiri bagi kesepuluh peserta karena mereka diharuskan membawa foto tercetak sebanyak 45 frame yang kemudian akan dipilih lima belas foto yang dapat digunakan untuk membangun cerita mereka. Setiap peserta diminta untuk menyusun seluruh foto yang mereka bawa di atas meja dan kemudian memilih 12-15 foto yang menurut mereka menarik dan dapat digunakan dalam photo story yang tengah mereka kerjakan. Kemudian para mentor: Edy Purnomo, Rosa Panggabean, dan Yoppy Pieter, serta observer Ramdani secara bergantian menghampiri masing-masing peserta untuk mendiskusikan frame yang mereka pilih.

Mereka mengakui 45 angka yang besar dan selama memotret mereka lebih banyak fokus untuk memenuhi kuota tersebut hingga lupa menikmati proses memotret dan bertemu narasumber, maupun pada cerita yang ingin mereka ceritakan melalui proyek foto mereka ini. Di akhir pertemuan keempat ini, para mentor kembali mengingatkan peserta untuk juga bersenang-senang selama mengerjakan proyek foto mereka. "Jika kalian mengerjakannya dengan senang, saya percaya gambar akan mengikuti, akan ada saja visual yang kalian temui di lapangan," ujar Edy Purnomo.

Pertemuan keempat ini menutup sesi di tahun 2019, kelas selanjutnya akan berlangsung pada tanggal 7 Januari 2020. Dalam dua minggu ke depan peserta akan memanfaatkan waktu untuk melanjutkan cerita mereka; memotret, wawancara narasumber, termasuk melihat kembali mind map dan mempertajamnya bila dirasa perlu.

Segenap tim Permata Photojournalist Grant 2019 - Erasmus Huis Fellowship to Amsterdam 2020 mengucapkan Selamat Tahun Baru 2020!

(Lisna Dwi Astuti / Foto: Aprillio Akbar - Antara Foto/PPG 2018)


Membuat Mind Map, Mempertajam Cerita

PPG2019_Class3_Collage - low

Developing Photo Story: Ideas into Photo Story menjadi bahasan utama dalam pertemuan ketiga pelatihan fotografi Permata Photojournalist Grant 2019 dan disampaikan oleh Yoppy Pieter. Salah satu materi yang masuk dalam sesi ini adalah metode mind mapping.

Mind mapping, dipopulerkan oleh Tony Buzan (Psikolog, Penulis, dan Bintang Televisi ternama di Inggris), secara harfiah berarti memetakan pikiran, salah satu metode yang diterapkan dalam pelatihan fotografi program Permata Photojournalist Grant 2019. Mind map untuk merancang dan mengembangkan photo story bermanfaat sebagai alat ukur dalam memahami konten dan sebagai metode untuk mencatat ide maupun gagasan/pikiran. Melalui pembuatan mind mapping ini akan terlihat seberapa dalam peserta memahami topik yang akan mereka angkat dalam photo story mereka. Selanjutnya, dengan berdiskusi dengan mentor mereka akan dapat mengetahui bagian mana dari seluruh peta yang harus mereka pertajam dan angkat dalam pembuatan photo story mereka.

Sesi III pelatihan fotografi ini berlangsung pada 17 Desember 2019 di Gedung PermataBank, WTC 2, Lantai 21 dan merupakan rangkaian program Permata PhotoJournalist Grant 2019 - Erasmus Huis Fellowship to Amsterdam 2020. Pelatihan fotografi terdiri dari 12 sesi kelas dan 3 hari workshop intensif yang akan berlangsung hingga 12 Februari 2020.

(Lisna Dwi Astuti / Foto: Agoes Rudianto, Fotografer Independen/PPG 2016)


Finalisasi Proposal dan Pengenalan Photo Story

WhatsApp Image 2019-12-16 at 08.41.25

Jakarta, 13 Desember 2019, sesi kedua pelatihan fotografi program Permata Photojournalist Grant 2019. Tim mentor yang terdiri dari Edy Purnomo, Rosa Panggabean, dan Yoppy Pieter mengawali pertemuan ini dengan mendengarkan update dari masing-masing peserta atas penajaman proposal sekaligus finalisasi proposal siapa saja yang sudah bisa mulai dieksekusi. Sebelumnya tim mentor menantang kesepuluh peserta untuk memperbaiki proposal mereka maupun membuat proposal alternatif, yang kemudian dibedah dalam pertemuan pertama pada 10 Desember lalu.

Pertemuan kemudian dilanjutkan dengan pemaparan materi Introduction Photo Story oleh Rosa Panggabean. Rosa memaparkan ragam cara bertutur yang dapat digunakan para peserta untuk menyampaikan kisahnya yang bertema Inovasi. Ia juga memperlihatkan berbagai contoh photo story baik karya pribadinya, karya alumni program Permata Photojournalist Grant, hingga karya fotografer internasional. Sesi ini selain memberikan pengetahuan mengenai apa itu photo story tapi juga memberikan beragam referensi visual yang diharapkan dapat memperkaya bahasa visual para peserta.

Sesi kedua ini diakhiri ini dengan penugasan riset dan memotret. Pada pertemuan berikutnya, mind mapping akan menjadi materi utama dan foto-foto yang akan mereka ambil ini dapat membantu dalam penyusunan mind map tersebut.

(Lisna Dwi Astuti / Foto: Agoes Rudianto, Fotografer Independen/PPG 2016)