“Coba kalian tebak, menurut kalian kira-kira ini foto apa?” tanya Edi Purnomo saat menunjukkan salah satu foto melalui proyektor di hadapan para peserta kelas PPG.

 

Kepala banteng…”

 

“Kyak jok sepeda…”

 

“Hanger (gantungan baju)..”

 

“Stang sepeda….”

 

Jawaban yang terlontar ternyata cukup beragam ketika mereka mencoba menerka foto Buffalo karya Pablo Picasso. Mentor sengaja menunjukkan foto yang mengundang interpretasi berbeda dengan tujuan tidak lain untuk menyampaikan bahwa setiap orang memiliki visual memori yang terekam dalam benaknya. Dengan ‘rekaman’ visual memori yang berbeda tersebut  pada akhirnya menimbulkan persepsi pada setiap orang tidak akan selalu sama.

“Pada dasarnya, visual literacy bermain dengan persepsi kita. Bahwa apa yang kita lihat itu sebetulnya tidak sama dengan apa yang ada di persepsi kita,” ujar Edi saat menyampaikan materi dasar tentang Visual Literacy pada Jumat (8/11), di kelas PPG di PermataBank Tower, Jakarta.

“Visual Literacy adalah kemampuan untuk mengerti atau memahami dalam memproduksi karya visual,” kata mentor menambahkan.

Selain membahas beberapa foto yang dibedah melalui kacamata visual literacy, para peserta kelas PPG juga diperkenalkan dengan teori Figure – Background dan Prinsip-Prinsip dalam Teori Gestalt. Seperti Proximity (Kedekatan), Similarity (Kesamaan), Continuity (Kesinambungan), dan Closure (Penutup).

Memasuki sesi kedua, Edi bersama mentor lainnya, Ahmad ‘Deny’ Salman, mengajak para peserta untuk berlatih ‘membaca’ foto dengan mempraktekan Teori Gestalt yang baru saja mereka pelajari. Setiap peserta membawa hasil karya masing-masing dan mencoba menjelaskannya berdasarkan prinsip-prinsip dalam Gestalt.

“Dengan mengenal dan mempelajari visual literacy, fotografer sebagai seorang story teller, harus bisa mengontrol efek apa yang ingin Anda hasilkan ke pembaca,” kata Ahmad ‘Deny’ Salman. Diskusi kelas juga semakin ramai dengan hadirnya salah satu alumni peserta PPG  2012 tahun lalu, yakni Fernando Randy. (AWS/foto: Radityo Widiatmojo)