Tri, Berjihad di Bongkaran Dengan Ilmu

TRI, BERJIHAD DI BONGKARAN DENGAN ILMU
Totok Wijayanto, Kompas

Jihad. Inilah kata yang terlintas dalam benak Triningsih (37), perempuan beranak satu, ketika memutuskan menjadi guru mengaji bagi anak-anak di kawasan Bongkaran, Tanah Abang, Jakarta. Kehidupan ‘keras’ di Bongkaran yang kurang baik bagi jiwa anak-anak telah menggugah kepedulian Tri.

Bongkaran merupakan kawasan hunian liar berukuran sekitar 25m x 300m yang diapit oleh rel kereta jurusan Tanah Abang-Serpong dan Tanah Abang-Manggarai. Sekitar 600 keluarga tinggal di atas tanah milik PT KAI itu. Mereka tinggal di gubuk yang telah disekat- sekat berukuran sekitar 3m x 4m.

Warga Bongkaran bekerja sebagai pengemis, pemulung, buruh di Pasar Tanah Abang, pengamen, dan pekerja informal lainnya. Bongkaran juga terkenal sebagai tempat prostitusi kelas bawah.

Tri mengajari anak-anak di Bongkaran mengaji. Sekitar 30-an anak dengan rentang usia 3-10 tahun menjadi muridnya. Tak semua selalu bisa hadir untuk mengaji di sore hari karena bekerja di jalanan sebagai pemulung maupun pengemis untuk membantu orangtua, sebagian lagi lebih memilih bermain.

Tri terkadang mengeluh dengan kondisi seperti itu. Usahanya untuk menjaga ‘moral’ anak- anak di Bongkaran kurang mendapat dukungan dari orangtua muridnya. “Saya paling sedih kalau saatnya mengaji, tapi anak malah disuruh cari duit oleh ibunya,” keluh Tri.

Walaupun seolah-olah bekerja sendirian, dan murid yang datang selalu berganti-ganti wajah, Tri tetap semangat hadir di tempat mengaji setiap sore. Tak kenal lelah mengajar disela-sela kesibukannya mengasuh Febri, putra semata wayangnya, dan mendampingi suaminya yang bekerja sebagi buruh lepas pembuat kancing baju di Pasar Tanah Abang.

Tri berharap agar kelak anak-anak itu memperoleh kehidupan yang lebih baik dari yang mereka dapatkan saat ini.