The Jakarta Messengers

The Jakarta Messengers

Bisma Septalisma (CNNIndonesia.com, Jakarta)

Bunyi bising klakson kendaraan bermotor dan irama nyala mesin berbaur pada suatu Kamis sore di Jalan Thamrin, Jakarta, akhir Desember lalu. Seorang pengendara sepeda dengan tas selempang erat memeluk punggung mencoba menerobos deretan mobil di sekitarnya dan menjauhi arena kemacetan. Raut wajahnya kusam akibat asap kendaraan bermotor. Keringat menetes di pipinya seiring derit rantai yang berputar.

Namanya Achmad Zainul Rosyid (24), akrab disapa Ocit, seorang kurir sepeda. Di sudut jalan menuju Salemba, ia duduk meneguk air minum, menikmati keseharian kota yang belum ramah terhadap sepeda.

“Setiap hari, ya begini [jalan macet]. Udah biasa,” ujar Ocit sambil menyandarkan sepeda di tepi trotoar. Pemuda asli Kebumen ini sudah dua tahun berprofesi sebagai kurir sepeda di Westbike Messenger Service (WMS).

Laporan kualitas udara dunia 2018 AirVisual IQAir menempatkan Jakarta sebagai salah satu kota paling berpolusi di Asia Tenggara (CNNIndonesia.com, 2019). Bersepeda adalah bentuk keengganannya mengotori udara ibu kota. Pada setiap kayuhan sepedanya, Ocit merasakan kebanggaan tersendiri. Semangat dan kecintaannya terhadap sepeda itulah yang menjadi perwujudan inovasi untuk menjaga lingkungan.

Ocit bercerita, pengalamannya bersepeda di ibu kota tidaklah selalu mulus. Ocit sempat menjadi korban tabrak belakang di jalan raya. Namun, Ocit tidak pernah mengendurkan semangatnya bersepeda.

“Dulu pernah ditabrak dari belakang pas awal-awal kerja di WMS. Sepeda rusak, badan luka-luka, duit tabungan belum banyak. Sempat drop sih, setelah itu, tapi ya mau gimana, udah cinta sama sepeda,” papar Ocit sembari menunjuk bagian bahu hingga kaki bagian kiri bekas kecelakaan.

“Udah risiko sih, ya, namanya di jalan. Kalau nggak nabrak, ya ditabrak. Kena polusi juga. Sempat awal-awal orang tua nggak setuju, tapi pelanpelan saya jelasin. Akhirnya mereka [orang tua Ocit] cuma pesan hati-hati kalau sepedaan di jalan,” tambahnya.

Ocit juga kerap naik sepeda untuk kembali ke kampung halamannya. “Sekitar tiga hari dua malamlah, kalau santai, sampai ke Kebumen. Ya, pelan-pelan juga saya ngeracunin adik saya sama temen-temen saya di kampung buat sepedaan,” ujar Ocit.

“Mimpinya sih ada bike messenger atau malah bikin usaha bike messenger juga di kampung halaman,” pungkasnya.