Foto : A. Rahadian Wijaya

Setumpuk ‘Post-It’ dan spidol langsung tersedia di meja setiap peserta PPG 2012 saat mereka memasuki kelas. Mentor sesi ini, Ahmad ‘DeNy’ Salman atau lebih sering disebut Bung Deny, mengajak mereka untuk menuliskan apa saja yang para peserta PPG pikirkan atau ketahui tentang photo story dalam 10 kata.

Jawaban yang dituliskan beragam. Ada yang menulis ‘Cerita’, ‘Struktur’, ‘Detail’, ‘Riset’, ‘Alur’ dan lain-lain. Setelah membaca sekian jawaban yang mereka tulis dan ditempelkan di white board, Deny pun akhirnya membuka materi sesi tiga mengenai “Introduction to Photo Story” pada hari Selasa (9/10).

“Yang membedakan photo single dengan photo story adalah jumlah fotonya,” kata Deny.

Photo story tak lain adalah foto yang bercerita dengan menggunakan foto sebagai medianya dan biasanya terdiri dari sekumpulan foto. Deny menjelaskan bentuk-bentuk Photo Story yang terbagi atas tiga, yakni Descriptive, Narrative, dan Essay. Setiap bentuk Photo Story juga dijelaskan secara mendalam lengkap dengan contoh-contoh fotonya, definisi dan ciri khas masing-masing bentuk Photo Story tersebut.

Penyajian materi di dalam kelas semakin menarik ketika Deny menampilkan contoh-contoh Photo Story dan mendiskusikannya dengan para peserta PPG. Mulai dari Photo Story ‘Global Health Crisis’ karya James Natchwey, Country Doctor karya Eugene Smith, ‘Mia – Living Life Trying’ karya David Hogsholt, dan masih banyak contoh Photo Story lainnya.

“Selama ini gue bikin photo story ‘ngasal’ aja, yang gue tahu kalau bikin photo story itu ya photo essay. Ternyata setelah belajar dari materi ini, gue baru tahu bentuk-bentuk dari Photo Story itu nggak cuma Essay,” tutu Ardiles Akyuwen sembari tertawa.

Alhasil setelah mendapatkan materi seputar pengenalan dasar Photo Story, Ardiles, fotografer harian Jurnal Nasional yang juga menjadi salah satu peserta PPG 2012, malah semakin terpacu untuk membuat photo story sesuai dengan bentuk-bentuk Photo Story yang baru saja dipelajari di kelas. Dari penyajian materi di kelas, Ia juga merasa semakin fokus dan bisa menentukan photo story jenis apa kedepannya yang ingin ia kerjakan.

“Gue jadi tahu dan sadar bahwa selama ini photo story yang gue kerjain baru sebatas bentuk yang Descriptive. Dan gue sekarang jadi pengen bikin Photo Essay dengan lebih benar, lengkap dengan analisa-analisa dan argumen gue sebagai seorang fotografer,” kata Ardiles menambahkan.

Dari penyampaian materi sesi ketiga, sebagai seorang mentor, Deny berharap semua peserta semakin memahami dasar-dasar dan bentuk Photo Story itu sendiri.

“Jadi, jangan ada lagi pertanyaan apa bedanya Photo Story dengan Photo Essay,” kata Deny mengingatkan. Setuju, Bung Deny!!! (DIKA/ AWS)