“Belajar menulis dapat dilakukan dengan mempelajari tulisan orang”, kata Budi Setiyono, wartawan dan Redaktur Pelaksana Historia.id, mengawali kelas penulisan narasi sesi dua, Selasa (29/3/2022). Budi juga menjelaskan pentingnya membuat kerangka cerita terlebih dahulu. Tujuannya agar ide-ide yang acak bisa tersusun, membuat kita lebih fokus dan memudahkan kita dalam proses penulisan. Setelah melewati tiga tahapan penulisan; persiapan, menulis dan mengoreksi tulisan, tahapan terakhir yang harus diselesaikan adalah menyunting tulisan. “Dalam proses penyuntingan, aspek substansi tak kalah penting dengan aspek bahasa”, ungkap Budi.

Tinggalkan kalimat-kalimat klise dengan gaya tulisan akademis dan menyajikan data sebagai pembuka tulisan. Poin paragraf pembuka lazim disebut lead. Lead yang baik akan membuat pembaca tertarik untuk menuntaskan cerita dari awal sampai akhir. Alih-alih penggunaan data keras, tulisan dapat dibuka dengan pengenalan tokoh atau deskripsi suasana. “Bagaimana menyajikan data yang menarik?”, tanya Felix Jody Kinarwan (pewarta Project Multatuli). Perihal ini, Budi mengingatkan bahwa tidak semua data perlu ditampilkan. Jika harus, data tak perlu diberikan secara detail dan hindari menaruh informasi data di pembuka tulisan. Data keras (statistik, tanggal, bulan atau tahun) bisa mengganggu alur tulisan. Untuk itu, sebaiknya ditaruh di pertengahan tulisan dan dipertimbangkan dengan baik penggunaanya. 

Selama kurang lebih tiga jam kelas berlangsung, Budi mengulas satu per satu tulisan esai foto yang sudah dikerjakan oleh para peserta. Peserta diminta untuk membacakan tulisannya dan dilanjutkan dengan proses penyuntingan. Peserta juga mengutarakan tentang kesulitan-kesulitan saat proses menulis. Salah satunya Feny Selly Pratiwi, pewarta foto Antara Foto, yang mengalami kesulitan untuk meringkas poin-poin yang ingin disampaikan dalam satu setengah. “Saya memiliki banyak data untuk mendukung foto. Pertimbangannya apa saja dalam memilih data untuk melengkapi foto?”, kata Feny. Menurut Budi, tulis hal-hal yang tidak ada dalam foto dan tidak semua hal harus diungkapkan. Biarkan pembaca menginterpretasikan foto itu sendiri. “Terkait pendalaman, penting untuk menambahkan data. Tapi perhatikan porsi data dalam tulisan. Menurut saya, maksimal 30% agar tidak mengganggu alur tulisan”, tambah Budi.  

Perihal ini, Budi mengakui memang sulit membuat tulisan pendek untuk tulisan yang bercerita. Untuk memudahkan proses penulisan, kita dapat mempersempit angle dari outline cerita foto yang kita telah miliki.