Program terbaru Permata Bank dan PannaFoto Institute, Permata Youth Photostory (PYP) 2022, diramaikan dengan seri webinar fotografi Permata Youth Photostory 2022 (17 Mei – 30 Juni). Di seri ini, para pelaku fotografi dapat mencari inspirasi dengan mendengar lebih banyak JOURNEY dari para praktisi fotografi yang berpengalaman.

Rabu (18/03/2022) seri webinar kedua diisi oleh beberapa anggota kolektif Arkademy dengan topik “Fotografi dan Masyarakat” yang dipandu oleh Arif Furqan (pengajar dan peneliti) dan panelis; Ben Laksana, Kurniadi Widodo, Rara Sekar. Arkademy adalah kolektif fotografi yang berfokus pada pendidikan fotografi dengan pendekatan kritis, reflektif dan lintas disiplin. Anggota kolektif memiliki beragam latar belakang profesi: fotografer dokumenter, edukator, peneliti, dan kurator. Mereka tertarik untuk mendalami fotografi sebagai medium untuk memahami fenomena-fenomena sosial yang ada di masyarakat, peran dan pengaruh fotografi dalam masyarakat serta relasi fotografi dan/atau fotografer dengan masyarakat.   

Andre Sebastian (VP, Head of External Communications) membuka sesi webinar dengan menyampaikan aspirasi Permata Bank untuk memperluas jangkauan pendidikan fotografi ke generasi yang lebih muda. Selanjutnya, dalam sesi ini, panelis akan mengurai hubungan fotografi dengan masyarakat melalui studi referensi sejarah visual fotografi dan memahami peran fotografi sebagai pengetahuan di masyarakat menggunakan kerangka berpikir sosial-budaya.

Rara Sekar membuka sesi presentasi dengan pertanyaan, bagaimana hubungan fotografi dan masyarakat penting untuk dipahami? Ia lalu menyinggung perkembangan teknologi kamera yang sangat demokratis karena setiap orang memiliki akses terhadap kepemilikan kamera. Didukung dengan perkembangan media sosial, masyarakat Indonesia semakin menjadi masyarakat visual. Ben Laksana kemudian mengurai secara singkat peran fotografi sebagai medium pengetahuan dan alat komunikasi yang tidak netral. Ada konteks sudut pandang/keberpihakan fotografer, lingkungan, sosial, politik, budaya, ekonomi, dll yang menambah ketidaknetralan sebuah foto. Persepsi masyarakat akan ‘kebenaran’ dan ‘keindahan’ turut dipengaruhi oleh fotografi sebagai medium visual.  

Fotografi, secara sadar atau tidak sadar, telah membentuk dan/atau mengubah banyak hal di sekitar kita; apa yang kita inginkan, membentuk siapa diri kita, kemana kita ingin pergi dan apa yang kita ingin lakukan di tempat yang kita kunjungi, membentuk apa yang kita ingat (bahkan ingatan yang tidak kita alami), juga apa yang kita anggap baik dan/atau buruk. “Fotografi memang akhirnya menjadi bagian yg sangat penting dalam mengaktualisasikan diri kita, secara personal maupun profesional”, terang Rara Sekar.

Selanjutnya, Kurniadi Widodo memaparkan contoh foto dan proyek foto cerita tentang hal-hal yang kita bicarakan (dan tidak) ketika kita membicarakan fotografi. Dari pemaparan tersebut, semakin jelas jika untuk dapat memahami fotografi dengan lebih reflektif dan kritis, diperlukan pengetahuan non-fotografis. Singkatnya, selain pemahaman akan fotografi dalam menciptakan maupun membaca karya, dibutuhkan pengetahuan, pendekatan dan pengalaman historis, kultural dan politis – lintas disiplin, untuk mempertajam baik pengkaryaan maupun pembacaan atas foto.   

Kunjungi permata-photojournalistgrant.org untuk mendapat inspirasi dari para praktisi fotografi yang berpengalaman melalui seri program fotografi oleh PannaFoto Institute.