Utopia

Namaku Imo.

Usiaku 25 tahun. Dulu, aku hidup menggelandang bersama teman-temanku. Tampilanku berdebu, dekil, kusam, dan tak pernah mandi. Aku pun harus berjuang untuk mengisi perutku yang selalu keroncongan. Aku kira aku akan selalu dijauhi manusia, tapi aku salah.

Aku ditemukan oleh seorang perempuan, pengemudi ojek daring. Saat perjumpaan pertama kami, dia menyuguhiku seonggok makanan untuk disantap. Tanpa perkenalan, ia langsung mengajakku untuk tinggal di rumahnya.

Setibanya kami di rumahnya, ada sebuah kamar kecil untuk tinggal bersama dua teman seperjuanganku. Setelah beberapa hari aku mendiami rumahnya, perlahan aku mulai mengenal lebih dekat sosok perempuan baik hati ini.

Orang-orang memanggilnya Dharma.

Dharma sangat peduli padaku dan teman- temanku. Setiap hari, dia selalu memberi makan, minum, dan membersihkan kamar kami.

Setiap kali Dharma menghampiri, aku selalu senang. Aku selalu menantikan ketika Dharma memanjakanku dengan belaian lembut—mengelus keningku, mengusap perutku, dan memelukku. Aku sering sengaja membuat kegaduhan, karena aku tahu saat itulah Dharma akan langsung mendekatiku, memberikan perhatian yang hangat, dan memberiku sentuhan mesra.

Kalau Dharma tidak ada di rumah, hatiku merasa gundah. Waktu terasa lambat berjalan ketika aku menanti dia pulang. Aku rindu. Aku sangat menyukai Dharma. Aku tak ingin kehilangan dirinya. Jika ada marabahaya atau ancaman, pasti akan kuberitahu. Mataku selalu waspada, memastikan bahwa sekelilingnya aman. Meski aku hanya seekor kucing, aku akan selalu berada di sisinya dan melindunginya.