Mengibas Ekor

Mengibas Ekor

Helmi Afandi Abd (Kumparan.com, Jakarta)

Seekor anjing menggonggong di sudut rumah, memecah keheningan di tapal batas yang tertutup rapat. Setiap kali ada orang asing menghampiri, buntutnya bersembunyi terhadap orang lain, Pertanda bahwa orang tersebut bukan tuannya.

Ketulusan mencintai anjing penuh dengan tantangan. Prasangka buruk di sekitar terus menghantui. Tetapi Hesti tak peduli. “Sesungguhnya, yang pantas mengadili ialah Sang Illahi,” kata Hesti, perempuan muslimah bercadar berusia 39 tahun yang memelihara 11 ekor anjing.

Awal tahun 2018 merupakan awal dimana Hesti mulai ramai di beritakan media,dari stasiun tv hingga media online. Hesti menceritakan bagaimana bisa memeliharan banyak anjing sedangkan ia seorang muslimah yang bercadar. Terkenalnya Hesti tidak melulu berdampak baik bagi dirinya. Pemberitaan media ada yang pro dan kontra. Lingkunganya memang sudah lebih lama mengetahui keberadaan Hesti dan anjingnya. mereka kembali bertanya-tanya apa yang Hesti lakukan selama ini setelah terkenalnya. Pada bulan April 2018 warga di sekitar rumah Hesti menggeruduk, mempersekusi Hesti karena merasa terganggu dengan keberadaan anjingnya. Keberadaan anjingnya dianggap berisik dan punya aroma tak sedap.

Persekusi tersebut memaksa Hesti untuk dipisahkan dengan delapan dari sebelas anjing. Delapan anjingnya diserahkan ke tempat penampungan anjing dengan alasan mereka bisa lebih terawat dari pada hidup bersama Hesti. Kebersamaan Hesti dan anak berbulunya
kini sudah tidak seindah dulu ketika mereka masih bersama. Rasa trauma, hati yang tercabik-cabik secara spontan, ketakutan, serta kerinduanya menyatu dengan bayang-bayang kesendirian. Masalah ini membuat seakan tak ada pagar pembatas yang bisa menolong.

“Saya agak menyesalkan sikap mereka terhadap saya, ketulusan serta kasih sayang saya di salah artikan dengan hal lain’’ ujar Hesti, pasca penggerudukkan tesebut. Hesti menutup diri terhadap lingkungannya dan pemberitaan media yang memintanya untuk kembali menjelaskan tentang persekusi tersebut.

Keseharian Hesti bersama ketiga anjingnya kini berangsur normal. ketika lingkungannya mengasingkan dirinya, Hesti beranggapan bahwa dia akan tetap hidup dengan baik dan akan terus bersama anak berbulunya selagi itu tidak merugikan orang lain.rutinitas Hesti untuk melawan stigma pun ia lakukan. dirinya selalu merawat mereka seperti anaknya sendiri bahkan membelikan mainan anaknya dan selimut untuk mereka saat terlelap tidur dan bermain setiap harinya.

Perlahan Hesti mulai melakukan sterilisasi terhadap anjingnya. Hesti bercerita apa yang menguatkan dirinya bertahan memelihara mereka. Dia beranggapan bahwa Allah SWT masih menolongnya, Allah yang menggerakkan hatinya untuk terus peduli dengan mereka. Penggerudukan itu merupakan cara Allah memberikan jalan untuknya. Hesti akhirnya memutuskan keluar dari lingkungannya dan pindah ke Bogor. Di sana Hesti membeli tanah 500 meter, menurutnya itu jalan Allah untuk dia bisa bersama anjingnya. Rencananya tanah itu akan dibangun tempat penampungan anjing. Tempat itu merupakan harapan terakhir Hesti nantinya.

Saat ini anak berbulunya dipelihara di tempat penampungan anjing sementara. Hal tersebut dilakukannya agar bisa terus bersama mereka yang membutuhkan kasih sayangnya. Hesti memaafkan lingkungannya yang menzolimi dan mencaci dirinya. Ia menganggap mereka hanya manusia biasa yang kapanpun bisa melakukan kekhilafan.

Pada intinya dia merasa hanya Hesti Sutrisno dan Allah SWT yang tahu mengapa mereka persekusi saya