Kisah Pahit Madu

Kisah Pahit Madu
Andry Denisah, Pewarta Foto Lepas – Kendari

Menyusuri hutan selama berjam-jam dengan langkah kaki yang seringkali dihambat semak berduri, mendaki gunung, melewati sungai dan lembah demi menemukan pohon berbatang kokoh yang ditinggali oleh lebah-lebah penghasil madu adalah hal lumrah bagi Ryono (49) dan Bartono (32) sebagai pemburu madu hutan dari Desa Abenggi, Kecamatan Landono, Sulawesi Tenggara.

“Dulunya setiap masuk hutan pasti langsung panen, sekarang ya untung-untungan. Kalau rejeki dapat, kalau tidak ya harus pulang dengan tangan kosong,” demikian curhat Bartono.

Profesi yang telah ada selama puluhan tahun ini bagaikan dihantui mimpi buruk sejak kehadiran perusahaan kelapa sawit yang merusak hutan di sekitar tempat tinggal mereka. Berkurangnya pohon-pohon tempat lebah bersarang membuat madu menjadi barang langka. Mengutip katadata, pada 2020 Indonesia menduduki peringkat keempat dari 10 negara dengan tingkat deforestasi lahan hutan primer tertinggi. “Yah, mau bagaimana lagi. Kita hanya berharap hutan yang saat ini masih lestari tidak sampai ikut dirusak juga,” kata Ryono.

Seperti bom waktu, perubahan lahan hutan primer menjadi perkebunan kelapa sawit akan mendatangkan bencana ekologi yang akibatnya akan ditanggung generasi berikut. Selain berkurangnya populasi lebah akibat hutan yang hilang, krisis lain seperti pemanasan global dan banjir bandang juga tak terelakkan.

Profesi pemburu madu yang perlahan punah akibat deforestasi lahan bukan hanya merupakan kerugian ekonomi, namun kehilangan sebuah nilai budaya. Bagi masyarakat desa setempat, menjadi pemburu madu adalah pekerjaan yang mereka lakukan secara turun-temurun. Mengonsumsi madu hutan adalah bagian dari keseharian, setiap rumah di desa setempat pasti memiliki persediaan. 

Dengan cita-cita melestarikan tradisi, Ryona dan Bartono bertekad terus menjalankan pekerjaan sebagai pemburu madu, sembari menghidupkan tradisi konsumsi madu hutan dan berharap agar mereka tetap bisa mendapatkan madu. Usaha mereka dihargai warga sekitar yang memberi julukan Macan Hutan Landono bagi keduanya. Julukan macan hutan mencerminkan simbol kemakmuran dan sifat hewan tersebut sebagai penjaga hutan yang menyediakan air dan udara segar bagi masyarakat di sekitarnya.