Jalan Sepi

Jalan Sepi
Vickram Sombu – Universitas Nusa Cendana & Komunitas Film Kupang

“Beta bisa hidup sonde (tidak) dari film?”
“Beta bisa berkembang sonde, dalam keadaan seperti ini?”
“Beta bisa bantu menghidupi keluarga atau sonde?
“Kalau sekarang ya masih aman, tapi besok-besok nanti kermana?”

Adi (26), seorang penata suara, adalah bagian dari pekerja film di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Ia pernah dihadapkan pada kegalauan dengan pilihan profesinya. Apakah pekerjaan ini dapat memberi penghidupan?

Setelah lulus SMA pada 2014, Adi tidak melanjutkan pendidikannya. Ia bekerja di salah satu peternakan ayam di Kupang Barat. Suatu kali, ia diajak syuting proyek film kecil oleh seniornya. Karena sering diajak, ia mulai mengerti dan belajar membuat video secara otodidak. Ketertarikannya dengan dunia produksi film memperkenalkannya dengan komunitas film di kotanya.

Di tengah pembangunan yang marak di Kupang, Adi dan sesama pekerja film menyadari bahwa di kota mereka belum begitu banyak wadah belajar dan pilihan profesi yang beragam. Pilihan sebagai pekerja film di Kupang masih dilabeli stigma profesi itu bukan pekerjaan sungguhan. Untuk belajar tentang film, Adi dan sesama rekannya belajar secara otodidak dan kolektif dalam komunitas karena belum ada sarana, seperti Institusi seni, di Kupang.

Semula Adi ragu dengan pilihan profesinya. Namun, ketika ia bertemu dengan dunia perfilman, ia meyakini pilihannya dan memutuskan menato badannya sebagai simbol perlawanan terhadap pengalaman saat mengikut tes aparat berseragam.

“Beta awalnya juga ragu, apakah ini jalan ni benar atau sonde? Tapi ketika beta memutuskan untuk pilih ini jalan, ini sudah jalan yang beta pilih. Dan beta yakin dengan beta pung pilihan.”