SUNDA WIWITAN, Tradisi dan Religi yang Harmoni

SUNDA WIWITAN

Tradisi dan Religi yang Harmoni

Dwi Prasetya/Bisnis Indonesia

Warga Kampung Urug, Bogor, Jawa Barat percaya bahwa Nabi Muhammad SAW mempunyai kedekatan dengan dengan tempat tinggal mereka. Kampung tersebut menjadi salah satu awal mula penyebaran Islam di Pulau Jawa.

Sejarah yang mereka yakini adalah, generasi pertama pemangku adat di Kampung Urug mendapat perintah langsung dari Nabi Muhammad SAW untuk memimpin pertanian dan saat acara-acara perayaan. Keyakinan itu mereka wujudkan dalam perayaan yang mereka gelar lima kali dalam setahun, yang kemudian melahirkan tradisi Sunda Wiwitan.

Sunda Wiwitan di Kampung Urug sangat lekat dengan penghormatan terhadap leluhur. Apa yang mereka percayai sekarang didapat dari leluhur mereka yang diwariskan dari generasi ke generasi. ‘Wiwit’ dalam bahasa Sunda diartikan sebagai ‘awal’, sama halnya dalam Islam ada dua kalimat syahadat sebagai syarat awal seseorang masuk agama Islam. Dalam masyarakat Urug, wiwit diartikan sama dengan dua kalimat syahadat tersebut.

Islam dan tradisi kemudian tumbuh berdampingan karena hal yang mereka percayai bahwa amanah dari leluhur jangan sampai dihilangkan, sementara tradisi istiadat harus dilestarikan.

Generasi baru di kampung tersebut sejatinya telah akrab dengan tradisi sejak mereka masih kecil. Penghormatan kepada leluhur adalah hal tak kasatmata yang tertanam dalam aktivitas sehari-hari. Orang tua, terutama bapak, memegang peran sebagai pendidik utama dalam keluarga.

Meskipun tinggal di kampung adat, mereka tetap mempunyai keinginan untuk belajar dan menambah ilmu, termasuk mengenai kitab Alquran untuk menambah ilmu agama. Ada istilah yang berkembang bahwa warga Kampung Urug tidak harus pintar, tetapi harus benar.

“Harus makin meningkat. Kemajuan itu harus diharapkan, kita harus berjuang sambil berjalan. Itu harapan Abah biar berkah selamat keseluruhan,” kata ketua adat, Abah Ukat.

 

Biodata

Dwi Prasetya lahir di Sukoharjo, Jawa Tengah, Maret 1987. Ia lulusan Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, jurusan Ilmu Komunikasi. Mendalami fotografi saat bergabung dengan Fisip Fotografi Club (FFC) UNS Surakarta. Mengawali karier dari menerima order reguler orang tuanya yang perias pengantin.

Tertarik bukan hanya pada fotografi, Dwi saat kuliah mengerjakan berbagai tugas, mulai camera person, penata lampu, penata suara, editor, dan produser. Pernah juga bekerja lepas sebagai desainer grafis acara internasional di Solo, kemudian magang pendidikan di biro foto Antara Jakarta. Setelah lulus kuliah, ia bekerja di koran SOLOPOS, dan saat ini bekerja sebagai pewarta foto di Harian Bisnis Indonesia Jakarta sejak 2013.

Baginya, menjadi fotografer bukan hanya mengabadikan momen, melainkan lebih kepada tanggung jawab dan konsistensi terhadap apa yang kita senangi.