Melepas Jerat Lem Lewat Pendidikan

MELEPAS JERAT LEM LEWAT PENDIDIKAN
Sumaryanto Bronto, Media Indonesia

Dua tahun lamanya Acunk menjelajah dan tinggal di Pasar Ciroyom, Bandung. Acunk yang berusia 13 tahun ini sesekali menutup hidung dan mulutnya dengan bagian kerah dari kaos dekil yang ia kenakan. Matanya sayu, pikirannya melayang karena dia sedang menikmati bau lem yang telah menjadi candu bagi kehidupannya. Kebiasaan yang kemudian dikenal dengan ‘ngelem’ ini adalah sebuah efek sekaligus pelarian kehidupan anak jalanan.

Acunk dan puluhan teman-temannya di Pasar Ciroyom kebanyakan berasal dari keluarga miskin, yatim piatu atau masih memiliki orangtua namun telah bercerai. Kondisi-kondisi demikian membuat mereka akhirnya memilih hidup di jalanan dengan menjadi pengamen, kuli panggul, ojek payung, dan pengemis. Mereka tidur di gerobak atau kamar berdinding dan berlantai tripleks tipis tambal sulam. Kamar berukuran 2m x 2 m ini tidak layak huni karena setidaknya 20 anak laki-laki tidur berdesakkan.

Rata-rata penghasilan mereka Rp 5.000,- sehari. Uang tersebut dialokasikan Rp 3.000,- untuk makan dan sisanya membeli lem. Bentuk kepedulian datang dari 10 orang relawan yang mendirikan komunitas Sahaja (Sahabat Anak Jalanan). Komunitas memberikan pendidikan dan keterampilan kepada anak-anak jalanan. Ada 40 anak yang tergabung di sini. Mereka antusias belajar membaca,
menghitung, menulis budi pekerti dan menari sambil sesekali menghirup lem.

Bagi anak-anak yang telah terbebas dari lem dan berkeinginan mengubah hidupnya agar terhindar dari kebiasaan buruk, dipindahkan ke sekolah anak jalanan yang sudah memiliki sistem pengajaran, salah satunya sekolah Master Anak Jalanan di Depok.