Photo Editing III:  Jeli Memilah Foto, Peka Melihat Sekitar

Sejak kelas dimulai pada Maret lalu, tak terasa para peserta hampir memasuki sesi pamungkas dalam PPG XII: Inspiration. Kelas ini berlangsung makin intensif dan ketat dengan seleksi foto langsung dari para mentor.

Deretan pertanyaan terus terlontar dari mulut para mentor saat membuka satu persatu dari puluhan foto pilihan peserta. Para mentor ingin menggali sejauh mana wawasan dan riset mereka terhadap subyek yang diceritakan. Bagus Kurniawan menceritakan pengalamannya saat meliput sengketa lahan di kawasan gambut, Yoppy Pieter menguji pengetahuan Abdan dari peta kawasan hingga izin lahan. Pewarta foto asal Prabumulih ini kemudian merujuk Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, “Di atas 3 meter lahan gambut gak boleh dialih fungsikan dan tidak bisa dicaplok perusahaan,” ungkapnya.

Dari amatan Bagus di lapangan, ia menceritakan ada sarang burung wallet dalam sebuah gedung di tepi gambut. Namun ceritanya tak sesuai dengan foto yang ditampilkan, “Kenapa tidak ada foto burung waletnya? Urus perizinannya pasti bisa masuk untuk motret. Cari cara bagaimana melobi warga setempat,” ujar Yoppy.

Sejak awal kelas, ia selalu menekankan pentingnya menunjukan daya juang, jarak dan perizinan yang sulit menjadi bagian harga mahal yang harus dibayar pewarta foto untuk mendapatkan kualitas foto terbaik.

Selain mendapat kualitas foto yang prima, observasi di lapangan juga membuat pewarta foto menemukan informasi menarik yang tak dapat ditemukan dalam literatur atau internet. Rizki Prabu menceritakan pengalamannya saat meliput Tugu Tubang di Muara Enim, Palembang, “Ternyata di sana warga mengepul sayuran sebagai penghasilan cadangan saat penjualan kopi turun. Di sana juga ada mata air yang tidak boleh dibuka karena akan kering dan merusak perairan sawah,” ungkapnya.

Lain lagi dengan Bagus Khoirunas yang berkutat dengan perjuangan panjang Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang menuntut disahkannya RUUPRT. Dalam pemaparannya, pewarta foto LKBN ANTARA Banten ini menceritakan nasib seorang PRT yang mengalami kebutaan. Di tengah kondisi sang ibu pascakehilangan penglihatan, aktivitasnya menjadi terbatas di rumah.

Hal ini membuat Bagus cukup kebingungan memotret kegiatannya, “Itu-itu aja sih kegiatannya,” katanya. Namun alih-alih gitu-gitu aja, Yoppy justru menangkap peristiwa itu sebagai  celah yang dapat mengasah empati kita terhadap PRT dan pekerja perempuan. “Kamu tanggalkan male gaze atau cara pikir laki-laki dan pakai cara pandang perempuan. Aktivitas keseharian yang kamu anggap biasa-biasa saja itu justru hal yang kompleks setelah dia tidak bisa melihat lagi,” saran Yoppy.

Menyambung Yoppy, Edy Purnomo menambahkan, soal perjuangan tiap orang selalu punya caranya masing-masing dan hal tersebut tidak melulu ditunjukan dengan hal besar seperti berjuang dalam serikat pekerja. “Hal kecil seperti mengajarkan anak hidup disiplin di tengah usahanya membagi waktu bekerja di tanah rantau, misalnya seringkali dianggap remeh dan bukan bagian dari perjuangan,” pungkasnya.