Embrace Change: A Manifesto on Contemporary Documentary Photography by Jenny Smets

A3 - Poster Seminar Foto Jenny Smets_low

PermataBank and Erasmus Huis present photography seminar “Embrace Change: A Manifesto on Contemporary Documentary Photography” by Jenny Smets (Independent Curator & Photo Editor). This photo seminar is a manifesto about the state of contemporary documentary photography and where we are heading to with the medium. Jenny will show examples of projects that illustrate the way photography is heading in upcoming years. About experiment, originality, and diversity.

Tuesday, 11 February 2020, 7:30 PM
Erasmus Huis
Jl. H.R. Rasuna Said Kav S-3, Jakarta 12950
Phone: (+62) 021 524 1069
www.erasmushuis.org

Free admission

This event is in conjunction with the Permata Photojournalist Grant (PPG) 2019 – Erasmus Huis Fellowship to Amsterdam 2020 programme.

For more info visit www.permata-photojournalistgrant.org or contact Lisna 0852 1556 5835.

About the speaker

Jenny Smets is an independent curator of photography exhibitions, educator, consultant and photo-editor.

She was the curator for the exhibition on Privacy (2015) for FOTODOK, place for documentary photography in Utrecht (NL). She also co-curated the exhibitions There is Something about my Family (spring 2016) and the show on religion: Believe (September 2016), (Re)Inventing nature and Beyond Us and Them (2017). For Photoville in New York she curated the exhibitions of Robin de Puy and Jan Hoek.

Jenny studied history of modern and contemporary art at UVA University in Amsterdam, the Netherlands and specialized during her studies in the history of photography.

Her interest in digital storytelling made Jenny one of the partners of PhotoStories: an international conference on digital storytelling for photographers and filmmakers.

Jenny trains photojournalists in different parts of the world. She is a Project Advisor on contemporary photography and advisor for the Joop Swart Masterclass of World Press Photo foundation. She teaches at the KABK Art Academy in The Hague, Holland.


PermataBank and Erasmus Huis mempersembahkan Seminar Foto “Embrace Change: A Manifesto on Contemporary Documentary Photography” oleh Jenny Smets (Kurator Independen dan Editor Foto). Seminar foto ini merupakan manifesto akan fotografi dokumenter kontemporer dan ke mana kita akan mengarah dengan medium ini. Jenny akan mempresentasikan beberapa proyek foto yang mengilustrasikan arah fotografi di tahun-tahun mendatang. Tentang eksperimen, orisinalitas, dan keragaman.

Selasa, 11 Februari 2020, 19:30 WIB
Erasmus Huis
Jl. H.R. Rasuna Said Kav S-3, Jakarta 12950
Telepon: (+62) 021 524 1069
www.erasmushuis.org

Tidak dikenakan biaya

Seminar ini merupakan rangkaian program Permata Photojournalist Grant (PPG) 2019 – Erasmus Huis Fellowship to Amsterdam 2020.

Informasi selengkapnya kunjungi www.permata-photojournalistgrant.org atau hubungi Lisna 0852 1556 5835.

Tentang Pembicara

Jenny Smets adalah kurator pameran fotografi independen, pengajar, konsultan, dan editor foto.

Jenny juga menjadi kurator untuk pameran foto bertajuk Privacy (2015) untuk FOTODOK, salah satu fasilitas dan sarana ruang berpameran untuk fotografi dokumenter di Utrecht. Ia juga menjadi kurator beberapa pameran lainnya, diantaranya There is Something about my Family (spring 2016), dan pameran lainnya yang bertema agama: Believe (September 2016), (Re)Inventing nature and Beyond Us and Them (2017). Untuk Photoville di New York, dia mengkurasi pameran Robin de Puy dan pameran Jan Hoek.

Ia mempelajari Sejarah Modern dan Seni Kontemporer di UVA University di Amsterdam, Belanda, dengan spesialisasi sejarah fotografi.

Ketertarikannya terhadap seni bertutur menggunakan visual secara digital membuatnya dipilih sebagai salah satu mitra kerja PhotoStories: Konferensi Internasional seni bertutur secara digital bagi kalangan fotografer, dan pembuat film.

Sebagai bagian dari tim pelatihan yang diselenggarakan World Press Photo, Jenny telah melatih beberapa pewarta foto di berbagai belahan dunia. Ia juga menjadi Project Advisor di World Press Photo Foundation; dan mengajar di sekolah seni KABK di Den Haag, Belanda.


Sesi Penulisan oleh Budi Setiyono

Mengenal Dasar-Dasar Penulisan

Sesi Penulisan oleh Budi Setiyono

Sesi Penulisan dalam Kelas Permata Photojournalist Grant (PPG) 2019 terbagi dalam dua sesi dan diampu oleh Budi Setiyono, wartawan dan Redaktur Pelaksana Historia.id. Sesi Penulisan I berlangsung pada tanggal 21 Januari 2020 di WTC 2 - Sudirman dengan materi utama mengenal dasar-dasar penulisan.

(Lisna Dwi Astuti / Foto: Agoes Rudianto, Fotografer Independen)


Editing 3: Photo Sequencing

PPG2019_Class8_Collage - low

Ratusan lembar foto terhampar di atas 10 meja menandakan sesi kedelapan Kelas Permata Photojournalist Grant (PPG) 2019 kali ini adalah sesi editing. Bila pada Editing 1 dan 2 kesepuluh peserta PPG diajak memilih foto-foto yang mereka anggap bagus dan bisa mereka gunakan dalam photo story, dalam sesi Editing 3 yang berlangsung pada 17 Januari 2020 di WTC 2 - Sudirman ini peserta belajar bagaimana menyusun sequence atau urutan foto untuk menceritakan kisah mereka serta menyampaikan gagasan. Ketiga mentor PannaFoto Institute; Edy Purnomo, Yoppy Pieter, dan Rosa Panggabean, serta observer Ramdani (Media Indonesia) turut membantu peserta bagaimana melakuan sequencing foto. Seperti sesi Editing 1 & 2, peserta juga diminta untuk menceritakan kembali secara lisan, tema yang mereka angkat.

Di akhir sesi, peserta menyampaikan melalui sequencing mereka jadi mengetahui, "foto yang kurang dan penting untuk ada untuk melengkapi cerita" - Rivan Awal Lingga, Antara Foto, Jakarta. Selain Rivan, Iqbal Lubis (Pewarta Foto Lepas, Makassar) menyampaikan, "Pemilihan foto harus berdasarkan data dan harus ada argumennya. Menyadari bahwa foto cantik tidak harus selalau dipertahankan, argumen diperlukan atas setiap foto yang dipilih."

Yoppy Pieter, menutup sesi dengan merangkum: 1) Sequence bukan merupakan sebuah kompilasi foto bagus. Harus ada logika bercerita. 2) Foto satu sama lain harus saling mengisi dan menyusun sebuah cerita.

(Lisna Dwi Astuti / Foto: Dwi Prasetya - Narasi.tv)


Research dan Data Capture bersama Saša Kralj

WhatsApp Image 2020-01-15 at 12.28.24

"The first problem is that most of your stories are coming from what you already know. This way, you think you need to describe your story instead of doing research on it, instead of learning about it," Saša Kralj.

Kalimat di atas menjadi pembuka sesi Research dan Data Capture oleh Saša Kralj yang berlangsung pada Selasa, 14 Januari 2020 di Gedung PermataBank, WTC 2. Dalam pertemuan ketujuh ini, masing-masing peserta mendapatkan umpan balik atas proposal photo story yang mereka ajukan di awal program.

Pada sesi pertama pertemuan ini, Saša Kralj menjelaskan alur kerja dari pembuatan photo story adalah 1). Berangkat dari ide, 2). Memotret sekaligus melakukan riset, 3). Melakukan edit, 4). Melakukan riset berdasarkan temuan-temuan di lapangan (dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak biasa dan mencoba mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu dengan menemui ahli atau membaca informasi dari berbagai sumber yang terpercaya), 5). Kembali memotret, 6). Melakukan riset lagi, dan begitu seterusnya sampai merasa cukup, puas, dan ide/gagasan yang ingin disampaikan sudah tersampaikan di dalam photo story.

Ada beberapa pernyataan menarik dalam sesi ini:

"Question everything! You also have to question the thing you think you know," Saša Kralj

"Ask unsual, crazy question," Saša Kralj

"Ketika kamu menjalankan peran sebagai jurnalis, perlu memelihara skeptisisme. Jangan langsung mempercayai semua yang disampaikan narasumber, cek lagi kebenarannya," Rosa Panggabean.

Dari pernyataan-pernyataan di atas rasanya bisa kita simpulkan bahwa riset adalah sebuah proses yang tidak linear melainkan melingkar, untuk terus bertanya dan mempertanyakan dan berusaha mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu. Jadi, sudah seharusnya sebuah karya berangkat dari ketertarikan dan keingintahuan, dan hasil akhirnya mengilustrasikan keingintahuan itu, bukan sekedar mendeskripsikan hal-hal yang sudah kita (dan mungkin orang lain) ketahui. Jika hanya mendeskripsikan yang sudah kita ketahui, bisa saja karyanya jadi membosankan.

(Sesi Research dan Data Capture bersama Saša Kralj masih akan berlanjut pada tanggal 24 Januari 2020.)

(Lisna Dwi Astuti / Foto: Aprillio Akbar - AntaraFoto/PPG 2018)


Kelas Visual Literacy oleh Edy Purnomo (PannaFoto Institute)

Visual Literacy: Pemaknaan Visual

Kelas Visual Literacy oleh Edy Purnomo (PannaFoto Institute)

“Pemaknaan visual sangat terpengaruh atas memori visual fotografer,” Edy Purnomo

Sebagai fotografer penting untuk memiliki kekayaan visual. Fotografer dapat memperbanyak referensi visual dengan cara membaca buku foto berbagai genre karya berbagai fotografer, membaca buku baik fiksi maupun nonfiksi, menonton film, dan mendengarkan musik. Dalam kelas Visual Literacy oleh Edy Purnomo (PannaFoto Institute) ini, peserta menerima berbagai stimulus mulai dari melihat karya-karya August Sander, Sebastiao Salgado, Grant Wood, Henri Cartier-Bresson, Seydou Keita, Alex Webb, Elliot Erwit, Martin Parr, Fernando Randy, dan karya Edy Purnomo sendiri. Kemudian mendengarkan musik, hingga menebak gambar dan ilustrasi. Selain itu, mentor Edy Purnomo juga memperkenalkan Teori Gestalt serta bagaimana membaca dan memaknai sebuah karya menggunakan teori tersebut, sebelum akhirnya masing-masing peserta mencoba menerka apa yang ingin fotografer sampaikan melalui sebuah karya foto.

Kelas Visual Literacy merupakan sesi keenam dari Pelatihan Fotografi program Permata Photojournalist Grant (PPG) 2019 yang berlangsung di World Trade Center 2, Sudirman pada tanggal 10 Januari 2020 dan merupakan rangkaian program Permata Photojournalist Grant 2019 - Erasmus Huis Fellowship to Amsterdam 2020 persembahan PermataBank dan Erasmus Huis, bekerja sama dengan PannaFoto Institute, Leica Store Jakarta dan para mitra.

(Lisna Dwi Astuti / Foto: Agoes Rudianto, Fotografer Independen)


Sesi Editing 2

Memilih Foto, Memahami Konsistensi Visual dalam Sesi Editing 2

Sesi Editing 2

Jakarta, 7 Januari 2020, ratusan lembar foto baik berwarna maupun hitam putih terhampar di atas sepuluh meja, sepuluh orang pewarta foto berkutat dengan foto-foto tersebut, mempelajari satu per satu foto yang sudah mereka ambil selama dua minggu ini, menimbang-nimbang foto mana yang kiranya dapat mereka gunakan untuk membangun photo story yang sedang mereka kerjakan.

"Apa yang ingin kamu sampaikan melalui photo story kamu? Coba ceritakan secara singkat dalam tiga kalimat", menjadi pertanyaan pertama dari setiap mentor di sesi editing. Pertanyaan ini untuk mengingatkan kembali tujuan mereka, sekaligus sebagai latihan mempresentasikan karya mereka. Mereka menceritakan tentang kisah yang ingin mereka sampaikan sekaligus memperlihatkan lima belas foto yang menurut mereka menarik dan kemudian mendiskusikannya dengan mentor.

Diakhir sesi, seluruh peserta, mentor, dan kepala sekolah duduk bersama untuk merangkum pertemuan kali ini, apa saja yang para peserta dapatkan dalam pertemuan kelima Pelatihan Fotografi dari program Permata Photojournalist Grant (PPG) 2019 ini. Riska Munawarah, pewarta foto lepas dari Aceh menyatakan ia baru mengetahui pentingnya konsistensi visual dalam sebuah photo story, pernyataannya ini diamini oleh rekannya Iqbal Septian Nugroho, pewarta foto Merdeka.com. Sama halnya dengan bercerita melalui film atau melalui tulisan konsistensi visual, tutur, dan gaya diperlukan untuk memudahkan pembaca/penonton memahami gagasan yang ingin disampaikan oleh pembuat cerita.

(Teks: Lisna Dwi Astuti / Foto: Agoes Rudianto, Fotografer Independen/PPG 2016)


Mengenal Edit Fotografi dalam Sesi Editing 1

PPG2019_Class4_Collage - low

Ramdani, pewarta foto Media Indonesia dan alumni Permata Photojournalist Grant (PPG) tahun 2013, membuka pertemuan keempat Pelatihan Fotografi dari rangkaian program Permata Photojournalist Grant 2019 - Erasmus Huis Fellowship to Amsterdam 2020 dengan mempresentasikan puluhan photo story yang telah ia buat sejak mengikuti program PPG 2013 hingga hari ini, yang sudah pernah dipublikasikan di media tempat ia bekerja, dengan berbagai kisah dari kisah tentang tenaga kerja Indonesia di luar negeri, budaya pulang kampung dengan motor, hingga revolusi transportasi kereta dalam kota dari tahun ke tahun.

Setelah presentasi dari Ramdani, sesi selanjutnya adalah Editing 1. Pertemuan yang berlangsung di PermataBank, WTC 2 Sudirman pada 20 Desember 2019 ini memberikan ketegangan tersendiri bagi kesepuluh peserta karena mereka diharuskan membawa foto tercetak sebanyak 45 frame yang kemudian akan dipilih lima belas foto yang dapat digunakan untuk membangun cerita mereka. Setiap peserta diminta untuk menyusun seluruh foto yang mereka bawa di atas meja dan kemudian memilih 12-15 foto yang menurut mereka menarik dan dapat digunakan dalam photo story yang tengah mereka kerjakan. Kemudian para mentor: Edy Purnomo, Rosa Panggabean, dan Yoppy Pieter, serta observer Ramdani secara bergantian menghampiri masing-masing peserta untuk mendiskusikan frame yang mereka pilih.

Mereka mengakui 45 angka yang besar dan selama memotret mereka lebih banyak fokus untuk memenuhi kuota tersebut hingga lupa menikmati proses memotret dan bertemu narasumber, maupun pada cerita yang ingin mereka ceritakan melalui proyek foto mereka ini. Di akhir pertemuan keempat ini, para mentor kembali mengingatkan peserta untuk juga bersenang-senang selama mengerjakan proyek foto mereka. "Jika kalian mengerjakannya dengan senang, saya percaya gambar akan mengikuti, akan ada saja visual yang kalian temui di lapangan," ujar Edy Purnomo.

Pertemuan keempat ini menutup sesi di tahun 2019, kelas selanjutnya akan berlangsung pada tanggal 7 Januari 2020. Dalam dua minggu ke depan peserta akan memanfaatkan waktu untuk melanjutkan cerita mereka; memotret, wawancara narasumber, termasuk melihat kembali mind map dan mempertajamnya bila dirasa perlu.

Segenap tim Permata Photojournalist Grant 2019 - Erasmus Huis Fellowship to Amsterdam 2020 mengucapkan Selamat Tahun Baru 2020!

(Lisna Dwi Astuti / Foto: Aprillio Akbar - Antara Foto/PPG 2018)


Membuat Mind Map, Mempertajam Cerita

PPG2019_Class3_Collage - low

Developing Photo Story: Ideas into Photo Story menjadi bahasan utama dalam pertemuan ketiga pelatihan fotografi Permata Photojournalist Grant 2019 dan disampaikan oleh Yoppy Pieter. Salah satu materi yang masuk dalam sesi ini adalah metode mind mapping.

Mind mapping, dipopulerkan oleh Tony Buzan (Psikolog, Penulis, dan Bintang Televisi ternama di Inggris), secara harfiah berarti memetakan pikiran, salah satu metode yang diterapkan dalam pelatihan fotografi program Permata Photojournalist Grant 2019. Mind map untuk merancang dan mengembangkan photo story bermanfaat sebagai alat ukur dalam memahami konten dan sebagai metode untuk mencatat ide maupun gagasan/pikiran. Melalui pembuatan mind mapping ini akan terlihat seberapa dalam peserta memahami topik yang akan mereka angkat dalam photo story mereka. Selanjutnya, dengan berdiskusi dengan mentor mereka akan dapat mengetahui bagian mana dari seluruh peta yang harus mereka pertajam dan angkat dalam pembuatan photo story mereka.

Sesi III pelatihan fotografi ini berlangsung pada 17 Desember 2019 di Gedung PermataBank, WTC 2, Lantai 21 dan merupakan rangkaian program Permata PhotoJournalist Grant 2019 - Erasmus Huis Fellowship to Amsterdam 2020. Pelatihan fotografi terdiri dari 12 sesi kelas dan 3 hari workshop intensif yang akan berlangsung hingga 12 Februari 2020.

(Lisna Dwi Astuti / Foto: Agoes Rudianto, Fotografer Independen/PPG 2016)


Finalisasi Proposal dan Pengenalan Photo Story

WhatsApp Image 2019-12-16 at 08.41.25

Jakarta, 13 Desember 2019, sesi kedua pelatihan fotografi program Permata Photojournalist Grant 2019. Tim mentor yang terdiri dari Edy Purnomo, Rosa Panggabean, dan Yoppy Pieter mengawali pertemuan ini dengan mendengarkan update dari masing-masing peserta atas penajaman proposal sekaligus finalisasi proposal siapa saja yang sudah bisa mulai dieksekusi. Sebelumnya tim mentor menantang kesepuluh peserta untuk memperbaiki proposal mereka maupun membuat proposal alternatif, yang kemudian dibedah dalam pertemuan pertama pada 10 Desember lalu.

Pertemuan kemudian dilanjutkan dengan pemaparan materi Introduction Photo Story oleh Rosa Panggabean. Rosa memaparkan ragam cara bertutur yang dapat digunakan para peserta untuk menyampaikan kisahnya yang bertema Inovasi. Ia juga memperlihatkan berbagai contoh photo story baik karya pribadinya, karya alumni program Permata Photojournalist Grant, hingga karya fotografer internasional. Sesi ini selain memberikan pengetahuan mengenai apa itu photo story tapi juga memberikan beragam referensi visual yang diharapkan dapat memperkaya bahasa visual para peserta.

Sesi kedua ini diakhiri ini dengan penugasan riset dan memotret. Pada pertemuan berikutnya, mind mapping akan menjadi materi utama dan foto-foto yang akan mereka ambil ini dapat membantu dalam penyusunan mind map tersebut.

(Lisna Dwi Astuti / Foto: Agoes Rudianto, Fotografer Independen/PPG 2016)


Bertemu Sepuluh Penerima Permata Photojournalist Grant (PPG) 2019

PPG2019_Day1_Collage - low

Baris 1 (kiri-kanan): Adi Maulana Ibrahim (Katadata.co.id), Riska Munawarah (Freelance), Bisma Septalisma (CNNIndonesia.com)
Baris 2 (kiri-kanan): Rivan Awal Lingga (Antara Foto), Iqbal Septian Nugroho (merdeka.com)
Baris 3 (kiri-kanan): Hafitz Maulana (Tirto.id), Jamal Ramadhan (kumparan.com)
Baris 4 (kiri-kanan): Iqbal Lubis (Freelance), Sutanto Nurhadi Permana (Harian Umum Galamedia), Mas Agung Wilis Yudha Baskoro (Jakarta Globe)

Selasa, 10 Desember 2019 menjadi hari pertama bagi kesepuluh penerima program Permata Photojournalist Grant (PPG) 2019 tersebut di atas untuk bertatap muka dengan tiga mentor, Edy Purnomo (Fotografer dan Edukator, PannaFoto Institute), Rosa Panggabean (Fotografer Independen, Alumni PPG 2011), dan Yoppy Pieter (Fotografer Independen, Alumni PPG 2011) dalam sesi pertama pelatihan fotografi untuk pembuatan sebuah karya foto bercerita dengan tema Inovasi.

Pada pertemuan pertama ini masing-masing peserta mengemukakan proposal dan rencana pembuatan photo story yang akan mereka kerjakan selama periode pelatihan fotografi ini yakni sejak 10 Desember 2019 hingga 12 Februari 2020. Selanjutnya proposal-proposal bertema inovasi ini dibedah bersama dengan para mentor untuk kemudian dikembangkan dan difinalisasi.

PPG 2019 merupakan rangkaian program Permata Photojournalist Grant 2019 - Erasmus Huis Fellowship to Amsterdam 2020 yang diinisiasi oleh PermataBank dan Erasmus Huis bekerja sama dengan PannaFoto Institute, Leica Store Jakarta, dan para mitra.

(Lisna Dwi Astuti / Foto: Agoes Rudianto, Fotografer Independen/PPG 2016)


Penerima Permata Photojournalist Grant (PPG) 2019

Penerima PPG 2019

Kami mengucapkan terima kasih atas antusiasme dan keseriusan Rekan-rekan pewarta foto dalam mengirimkan aplikasi Permata Photojournalist Grant (PPG) 2019, rangkaian program PERMATA PHOTOJOURNALIST GRANT 2019 – ERASMUS HUIS FELLOWSHIP TO AMSTERDAM 2020. Program beasiswa dan pendidikan ini didedikasikan bagi pengembangan pewarta foto muda Indonesia, diselenggarakan oleh PermataBank dan Erasmus Huis bekerja sama dengan PannaFoto Institute, Leica Store Jakarta dan para mitra.

Hingga batas akhir pendaftaran hari Selasa, 26 November 2019, kami menerima 32 aplikasi yang memenuhi ketentuan dan kriteria administrasi untuk kemudian diseleksi oleh

  1. Agus Susanto (KOMPAS)
  2. Edy Purnomo (Fotografer & Mentor PannaFoto Institute).

Tim Seleksi menilai aplikasi dengan mempertimbangkan:

  1. Portfolio (keberagaman visual storytelling/cara bertutur secara visual, tema, cerita pendamping).
  2. Proposal.
  3. Motivasi mengembangkan diri di bidang jurnalisme foto.
  4. Komitmen untuk mengikuti program.
  5. Mendukung pengembangan dan kemajuan para pewarta foto di luar Jakarta dan fotografer perempuan.

Berdasarkan keputusan Tim Seleksi, penerima PPG 2019 adalah sebagai berikut:

  1. Adi Maulana Ibrahim – Katadata.co.id, Jakarta
  2. Bisma Septalisma – CNNIndonesia.com, Bekasi
  3. Hafitz Maulana – Tirto.id, Jakarta
  4. Iqbal Lubis – Freelance, Makassar
  5. Iqbal Septian Nugroho – merdeka.com, Jakarta
  6. Jamal Ramadhan – kumparan.com, Jakarta
  7. Mas Agung Wilis Yudha Baskoro – Jakarta Globe, Jakarta
  8. Riska Munawarah – Freelance, Banda Aceh
  9. Rivan Awal Lingga – Antara Foto, Jakarta
  10. Sutanto Nurhadi Permana – Harian Umum Galamedia, Bandung

SELAMAT kepada 10 peserta PPG 2019! Mohon maaf kepada Rekan-rekan yang belum terpilih mengikuti PPG tahun ini.

Apresiasi dan ucapan TERIMA KASIH kami sampaikan kepada Rekan-rekan pewarta foto yang telah mengirimkan aplikasi, berpartisipasi dan mendukung program ini.

Semoga program ini dapat terus bergulir secara berkesinambungan dan turut berkontribusi dalam upaya meningkatkan kualitas Pewarta Foto di Indonesia. Tetap Semangat, Berkarya, dan Bekerja!!!

Salam hangat,
Panitia PPG 2019