Foto : Yoppy Pieter

 

Sempat diremehkan dan dipertanyakan kemampuannya oleh seorang fotografer ternyata menjadi pemicu Yoppy Pieter untuk terus berkarya dan konsisten di jalur fotografi dokumenter. Ketertarikannya untuk berkecimpung di dunia fotografi berawal saat ia bekerja di bagian administrasi iklan salah satu publisher majalah-majalah travel dan lifestyle. Proses belajar memotret itu sendiri baginya adalah sebuah perjuangan.

 

Saat belajar, saya hampir frustasi melihat hasil-hasil foto saya acak-acakan. Over exposure, under exposure, dll. Tapi lambat laun saya mulai ‘ngeh’  dengan yang namanya diafragma, speed, ISO, dan segala macamnya. Sekitar 1 tahun lebih semuanya trial and error.”

Tahun 2010 ia sempat mempelajari Archetype Narrative course di PannaFoto Institute. Setahun kemudian, Yoppy terpilih dalam program beasiswa Permata Photojournalist Grant 2011 yang diberikan kepada 10 pewarta foto Indonesia dan dipilih melalui seleksi portfolio. Sampai saat ini, pemuda kelahiran tahun 4 Juli 1984 ini total sudah menggeluti dunia fotografi selama 6 tahun

 

Yoppy dan Surrealism

Bagi Yoppy tidak ada yang serba kebetulan di dunia ini karena semuanya berasal dari proses. Ia adalah pribadi yang masih dalam tahap proses atau penggodokan menuju pribadi yang diimpikan. “Today I’m nobody, but someday I’ll be someone” ujarnya.

Saya ingin dikenal sebagai seorang fotografer yang suka bereksperimen, memasukkan unsur-unsur surrealism dalam fotografi yang saya geluti sekarang. Walaupun tidak semudah ‘ngomong doang’ tapi saya selalu berusaha untuk hal ini.”

Salah satu contohnya adalah ketika ia sedang menggarap photo story tentang tawuran selama workshop Permata Photojournalist Grant 2011. Ia memasukkan unsur surealis ke salah satu fotonya yang bergambar celurit dengan latar belakang wajah pelaku tawuran. Baginya, foto tersebut memiliki efek visual yang misterius.

Foto : Yoppy Pieter

Masih ditemani kamera pertamanya Nikon D70s yang dibelinya tanggal 31 Desember 2006, Yoppy banyak menghasilkan photo story yang cukup personal dan memiliki kedekatan yang kuat dengan subjek yang difoto. Sebut saja diantaranya Flower Dynasty (2010) yang menceritakan tentang tahanan politik, The Half Breath Battle (2011) tentang seorang anak penderita Bronkientasis, sebuah perusakan atau pelebaran saluran pernafasan, http://invisiblephotographer.asia/2012/04/10/photoessay-thehalfbreathbattle-yoppypieter/ dan Boy and The Sacred Rinjani (2011).

Baru-baru ini ia sedang mengerjakan tiga projek foto dokumenter sekaligus; tentang fitness pinggir jalan, sensasi saat transisi memasuki dunia epilepsi dan unisex di dunia fashion. Projek  tentang fitness pinggir jalan sendiri sudah 70% selesai. Salah satu projek yang masih ingin direalisasikannya adalah membuat dokumenter tentang satu kaum agama minoritas di Indonesia.

Terhitung sejak 8 Mei mendatang, Yoppy akan memulai tantangan baru lainnya. Yaitu bergabung dengan salah satu grup majalah dan dipercaya menjadi seorang fotografer. Selamat berkarya dan semoga sukses di tempat baru! (AWS)