Program terbaru Permata Bank dan PannaFoto Institute, Permata Youth Photostory (PYP) 2022, diramaikan dengan seri webinar fotografi Permata Youth Photostory 2022 (17 Mei – 30 Juni). Di seri ini, para pelaku fotografi dapat mencari inspirasi dengan mendengar lebih banyak JOURNEY dari para praktisi fotografi yang berpengalaman.

Kamis (09/06/2022), dua alumni Permata Photojournalist Grant berbicara mengenai suka duka dibalik penciptaan karya-karya foto jurnalistik yang disajikan untuk publik. Mereka akan membagikan bagaimana menempuh jalur karier sejak mereka mengenal fotografi hingga menjadi pewarta foto.

Andre Sebastian (VP, Head of External Communications) membuka sesi webinar sekaligus mengumumkan 10 peserta terpilih PYP. Mewakili PermataBank, Andre Sebastian mengucapkan terima kasih atas antusiasme fotografer muda yang telah mengikuti sesi webinar fotografi PYP 2022. “Kami juga senang dan sangat mengapresiasi antusiasme yang sangat besar dari sekitar 133 pendaftar dari berbagai kota di Indonesia”, ungkap Andre Sebastian. Bagi fotografer muda yang belum dapat mengikuti PYP 2022, Andre Sebastian memberi semangat untuk tetap berkarya, mengikuti seri webinar gratis dan mencoba lagi di tahun depan.  

Sesi webinar keenam ini dimoderatori oleh Fernando Randy, dan diisi oleh Ajeng Dinar Ulfiana serta Thoudy Badai Rifanbillah. Ajeng Dinar, visual jurnalis di Reuters untuk Indonesia, memulai sesi dengan berbagi bagaimana kecintaan pada fotografi membawanya pada karir yang ia tekuni sekarang. “Bagiku karir ini adalah hobi yang dibayar”, ujar Ajeng. Secara singkat ia menjelaskan apa itu profesi jurnalis, serta peran dan tanggung jawab pewarta foto. Kemudian ia membagikan nilai-nilai apa saja yang harus dipegang oleh seorang fotografer saat memasuki industri foto jurnalistik. Menurut Ajeng, penting bagi fotografer untuk tetap memperhatikan etika jurnalistik dalam mengambil gambar. Seperti memeriksa kebenaran informasi yang akan disampaikan, keakuratan dan dan kelengkapan dalam memotret subjek, tidak menyebutkan atau menampilkan korban kejahatan, serta bersikap independen dalam mewartakan sebuah peristiwa

Selanjutnya Ajeng membagikan salah satu karyanya yang berjudul ‘Mr X’. Karya yang memenangkan Anugerah Pewarta Foto Indonesia 2017 ini bercerita tentang fenomena tunawan– pria yang meninggal tanpa identitas diri. Ia juga membagikan cerita foto bertajuk ‘250cc’, sebuah kisah tentang perjalanan buruh kontrak yang menilai motor ber-cc besar sebagai pencapaian status sosial. 

Thoudy Badai, pewarta foto di media Republika, lantas berbagi pengalamannya sebagai pewarta foto “angkatan Covid-19”. Ia menceritakan suka-duka pengalaman penugasan saat meliput kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia. Bagi Thoudy, menjadi pewarta foto itu perihal bertukar rasa. Perlu kedekatan dan pemahaman seorang seorang pewarta foto terhadap subjek yang ia liput. Hal ini penting untuk membangun rasa nyaman dan aman bagi narasumber. Ia juga menceritakan bagaimana profesi pewarta foto menuntutnya untuk cepat beradaptasi dengan dengan perkembangan teknologi, salah satunya dengan kemampuan mengoperasikan drone untuk mengambil gambar.

Dalam sesi tanya jawab, seorang fotografer muda bertanya bagaimana caranya untuk memulai karir sebagai jurnalis foto. Menurut Ajeng dan Thoudy, penting sekali untuk membangun relasi dan jaringan. Sebab banyak sekali pewarta foto lepas/independen yang karyanya mendunia meski tidak bernaung di bawah lembaga media.

Kunjungi permata-photojournalistgrant.org untuk mendapat inspirasi dari para praktisi fotografi yang berpengalaman melalui seri program fotografi oleh PannaFoto Institute.