Sesi : Editing Bersama Kemal Jufri

Foto : Rahadian Wijaya

 

Kemal Jufri fotografer dengan reputasi internasional ,pemenang World Press Photo 2011 kategori People in the News Story, hadir di kelas Permata Photojournalist Grand (PPG) 2012 untuk berbagi pengalamannya tentang photo story kepada peserta, di Binus Fx, Jakarta (30/10).

Kelas dimulai dengan menampilkan beberapa photo story karya peserta PPG 2012 yang akan dipilih untuk dipamerkan. Kemal menyaksikan satu persatu foto tersebut, kemudian mendengarkan persentasi singkat dari mereka terkait fotonya.

Ia menilai secara keseluruhan ide-ide yang  ditampilkan peserta PPG 2012 sangat menarik, termasuk pendekatan-pendekatan berbeda yang dilakukan beberapa fotografer. Salah satunya photo story peserta PPG 2012 karya Fernando Randy bertajuk “Aku dan Idolaku”. Nando menjelaskan konsep photo story-nya termasuk pendekatan seri portrait yang ia lakukan.  Tak hanya kepada Fernando, komentar dan saran ditujukan pula kepada peserta yang lain.

Selama diskusi Kemal berpesan kepada peserta untuk menjadikan pendapat siapapun sebagai masukan dan saran. Pendapat itu dapat diterima atau ditolak sepenuhnya karena pada akhirnya sang fotografer lah yang akan memutuskan.

Saya bukan menggurui,  kita sama-sama belajar, saya hanya bisa beri masukan, karena kalian yang lebih tahu konteksnya. Intinya harus kalian yang menentukan ” tandas Kemal. (Dika)


Sesi : Personal Project oleh Sasa Kralj

Foto : Rahadian Wijaya

Pada pertemuan hari Kamis (25/10) fotografer peserta Permata Photojournalist Grant 2012 mendapatkan kesempatan berinteraksi dengan Sasa Kralj, fotografer asal Kroasia. Meski tidak tatap muka melainkan via Skype peserta tetap semangat mengikuti kelas.

Saat memulai kelas, Sasa mencoba memperkenalkan diri dengan bahasa Indonesia. “Halo selamat malam, nama saya Sasa” ucapnya dengan cukup lancar. Selanjutnya, Panitia mengundang Roni Zakaria untuk membantu sebagai penterjemah demi kelancaran proses belajar mengajar di kelas.

Sebagai pembuka Sasa mengajak peserta menilai dan mengomentari sebuah foto dengan dua alternatif caption. Dari latihan tersebut dapat diketahui bagaimana caption sangat mempengaruhi cerita dari sebuah foto. Oleh karena itu ia menekankan pentingnya melakukan riset untuk mendapatkan caption atau cerita yang berarti. Ia pun menyayangkan jika ada foto yang bagus tapi tidak mempunyai caption. “Tanpa caption penilaiannya hanya berdasarkan suka dan tidak suka. Saya merasa sedih ketika menerima foto bagus tetapi tanpa caption” kata Sasa.

Pada pertemuan itu Sasa memberikan pendapat atas beberapa karya foto peserta. Di akhir kelas, Sasa berpesan kepada peserta agar photo story mereka memberikan informasi dan ‘pelajaran’ baru kepada pembaca. Tak kalah penting adalah berani keluar dari zona nyaman yang dirasakan oleh fotografer dan melakukan pendekatan yang baru dalam mengerjakan photo story (Dika / sw).


SESI : PHOTO EDITING

Foto : Rahadian Wijaya

Memasuki pertemuan ke-8, para mentor kelas Permata Photojournalist Grant (PPG) tidak lagi menyampaikan materi di depan kelas. Di sesi Photo Editing pada hari Selasa (23/10), kedua mentor PPG Ahmad 'deNy' Salman dan Edy Purnomo bersama dengan fotografer peserta program PPG mendiskusikan foto hasil bidikan mereka.

Seluruh foto para peserta yang sudah dicetak, dipresentasikan kepada mentor dan sesama peserta. Sebelumnya, para peserta PPG 2012 melakukan proses self-editing dengan menyusun urutan setiap foto agar menjadi satu kesatuan photo story yang utuh. Dilanjutkan dengan proses diskusi antara mentor, fotografer dan sesama peserta.

Selama sesi Photo Editing, beberapa foto para peserta diubah susunan fotonya disertai masukan-masukan dari mentor, mulai dari teknik pengambilan gambar, susunan blok foto, penggalian ide, bahkan para mentor tak segan-segan untuk menyuruh para peserta kembali ke lokasi pemotretan dan melakukan reshoot.

Di sesi ini, tidak hanya mentor yang bisa memberi masukan. Sesama peserta PPG pun tak jarang saling me-review karya masing-masing dan memberi kritik maupun saran.

“Proses editing itu ternyata cukup sulit dan dari sesi ini gue banyak dapat masukan dari para mentor dan teman-teman. Intinya sih, dengan sharing foto-foto kita ke orang lain, termasuk ke mentor bisa membantu kita bukan cuma soal editing, tapi ngingetin kita sama hal-hal yang sering gue lupa ketika motret,” kata Dwianto Wibowo, salah satu peserta PPG 2012.

Dwianto yang saat ini berprofesi sebagai Stringer Tempo News Room mengungkapkan bahwa ia merasa terbantu dengan sesi photo editing dalam menggarap photo story-nya.

Ia juga menambahkan, “Gue jadi tahu dan sadar kalau untuk lebih konsisten dengan frame dan unsur-unsur di dalamnya, termasuk color dan angle. Kalau nggak diingetin lewat mentor atau sharing ke teman-teman lain, sering banget lupa.”

Bisa dibilang, sesi kelas kali ini, baik Deny maupun Edy tidak sekadar me-review semua foto para peserta. Pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki keduanya pun ditularkan ke peserta. Tak hanya Dwianto, pada umumnya semua peserta PPG mendapat banyak saran, kritik bahkan pencerahan terkait evaluasi perbaikan projek foto masing-masing. (DIKA/AWS)


SESI : Journalistic Research

Foto : Rahadian Wijaya

Setelah materi photo story, kali ini peserta Permata Photojournlaist Grant 2012 mendapat pengetahuan tentang riset jurnalistik dengan pemateri yang kompeten dan pengalaman di bidangnya, Zamira Loebis, di Binus Fx, Jakarta hari Jum'at (19/10).

Zamira yang akrab dipanggil mbak Tatap berpendapat riset menjadi kunci penting dalam pembuatan photo story. Mengutip fotografer terkemuka John Stanmeyer, sahabat sekaligus rekan kerjanya, ia mengatakan kurang lebih pembuatan photo story terdiri dari 70 % riset, 20% logistik, dan 10% fotografi. “Anda harus excited menjadikan riset ini yang utama dari proyek foto Anda” ujar Mbak Tatap.

Selain berbagi bagaimana melakukan riset, mbak Tatap memberikan contoh-contoh dari pengalamannya ketika bekerja dengan para fotografer dengan reputasi internasional seperti James Nachtwey dan John Stanmeyer. Ia juga menekankan betapa pentingnya membaca ketika melakukan riset.

Jangan takut membaca buku. Rubah lah cara pikiran Anda, membaca bisa santai kalau membacanya benar. Gak perlu baca detil karena bukan ujian, ketika meriset lari ke kata kunci. Kembali ke buku untuk riset” papar Mbak Tatap.  (Dika)

 


Sesi : Photo Story

Foto : A. Rahadian Wijaya

Setumpuk ‘Post-It’ dan spidol langsung tersedia di meja setiap peserta PPG 2012 saat mereka memasuki kelas. Mentor sesi ini, Ahmad ‘DeNy’ Salman atau lebih sering disebut Bung Deny, mengajak mereka untuk menuliskan apa saja yang para peserta PPG pikirkan atau ketahui tentang photo story dalam 10 kata.

Jawaban yang dituliskan beragam. Ada yang menulis ‘Cerita’, ‘Struktur’, ‘Detail’, ‘Riset’, ‘Alur’ dan lain-lain. Setelah membaca sekian jawaban yang mereka tulis dan ditempelkan di white board, Deny pun akhirnya membuka materi sesi tiga mengenai “Introduction to Photo Story” pada hari Selasa (9/10).

“Yang membedakan photo single dengan photo story adalah jumlah fotonya,” kata Deny.

Photo story tak lain adalah foto yang bercerita dengan menggunakan foto sebagai medianya dan biasanya terdiri dari sekumpulan foto. Deny menjelaskan bentuk-bentuk Photo Story yang terbagi atas tiga, yakni Descriptive, Narrative, dan Essay. Setiap bentuk Photo Story juga dijelaskan secara mendalam lengkap dengan contoh-contoh fotonya, definisi dan ciri khas masing-masing bentuk Photo Story tersebut.

Penyajian materi di dalam kelas semakin menarik ketika Deny menampilkan contoh-contoh Photo Story dan mendiskusikannya dengan para peserta PPG. Mulai dari Photo Story ‘Global Health Crisis’ karya James Natchwey, Country Doctor karya Eugene Smith, ‘Mia – Living Life Trying’ karya David Hogsholt, dan masih banyak contoh Photo Story lainnya.

“Selama ini gue bikin photo story ‘ngasal’ aja, yang gue tahu kalau bikin photo story itu ya photo essay. Ternyata setelah belajar dari materi ini, gue baru tahu bentuk-bentuk dari Photo Story itu nggak cuma Essay,” tutu Ardiles Akyuwen sembari tertawa.

Alhasil setelah mendapatkan materi seputar pengenalan dasar Photo Story, Ardiles, fotografer harian Jurnal Nasional yang juga menjadi salah satu peserta PPG 2012, malah semakin terpacu untuk membuat photo story sesuai dengan bentuk-bentuk Photo Story yang baru saja dipelajari di kelas. Dari penyajian materi di kelas, Ia juga merasa semakin fokus dan bisa menentukan photo story jenis apa kedepannya yang ingin ia kerjakan.

“Gue jadi tahu dan sadar bahwa selama ini photo story yang gue kerjain baru sebatas bentuk yang Descriptive. Dan gue sekarang jadi pengen bikin Photo Essay dengan lebih benar, lengkap dengan analisa-analisa dan argumen gue sebagai seorang fotografer,” kata Ardiles menambahkan.

Dari penyampaian materi sesi ketiga, sebagai seorang mentor, Deny berharap semua peserta semakin memahami dasar-dasar dan bentuk Photo Story itu sendiri.

“Jadi, jangan ada lagi pertanyaan apa bedanya Photo Story dengan Photo Essay,” kata Deny mengingatkan. Setuju, Bung Deny!!! (DIKA/ AWS)


SESI : FROM A CONCEPT INTO A SOLID STORY

Foto : A. Rahadian Wijaya

Selain materi-materi yang disajikan sangat berbobot, salah satu yang menarik dari kelas Permata Photojournalist Grant 2012 adalah kehadiran para mentor tamu dari berbagai bidang ilmu yang sangat kompeten di bidangnya.

Seperti sesi 2 kelas PPG pada hari Kamis (4/10) kemarin yang menghadirkan mentor tamu Hadi Winarto, Senior Produser Metro Files, Metro TV. Hadi yang telah cukup lama dan berpengalaman dalam penggarapan film-film dokumenter sejarah di Metro TV membawakan materi “How to develop a concept into a solid story.”

Di sesi ini, Hadi banyak membagi pengalamannya saat ia membuat film dokumenter, sebelum akhirnya ia mulai melemparkan pertanyaan-pertanyaan kritis ke setiap peserta terkait dengan proposal photo story yang sebelumnya telah mereka buat.

Beberapa hal yang selalu ditekankan dan terus menerus ditanyakan Hadi ke para peserta adalah;

"Apakah dalam membuat proposal dan memilih ide cerita, Anda sudah melakukan riset yang cukup?

 "Seberapa jauh Anda telah melakukan riset untuk projek tersebut?"

 "What is your photo statement?"

Menurut Hadi, riset sangatlah penting sebelum seorang fotografer memulai sebuah projek. Ada empat hal penting terkait dengan keperluan riset, yakni; Riset Topik, Riset Karakter Cerita, Riset Lokasi, dan riset yang berhubungan dengan kehidupan di situ.

“Riset akan sangat berguna ketika teman-teman fotografer akan memvisualisasikan subjek yang akan dipotret dengan tujuan agar faktar tidak tergeser,” kata Hadi.

Lebih lanjut Hadi menambahkan, “Itulah fungsinya riset, karena sebuah karya dokumenter akan diukur dari seberapa dekat karya kita dengan kenyataan yang ada. Sesuatu yang sifatnya riil.”

Selama kurang lebih dua jam, Hadi 'membedah' setiap proposal sembilan peserta yang hadir dan membantu mereka untuk mempertajam proposal photo story masing-masing. Ia memberi masukan dari sisi  seorang Produser lantas membandingkannya dari angle seorang fotografer.

Dari pertemuan sesi 2 ini, semua peserta banyak terbantu dalam menyusun sebuah proposal, strategi dalam melakukan riset dan pentingnya memiliki photo statement dalam setiap karya/projek yang akan kita kerjakan. Bahwa photo statement seorang fotografer bersifat personal dan akan menjadi guidance, sikap fotografer untuk memvisualisasikan karyanya dan menentukan serta memilih subjek cerita. (AWS)

 

 

 

 

 


Sesi : VISUAL LITERACY

Foto : A. Rahadian Wijaya

“The camera is an instrument that teaches people how to see without a camera.”

Sepenggal kutipan dari Dorothea Lange mengawali sesi 1 kelas Permata Photojournalist Grant 2012 dengan mentor Edy Purnomo dari PannaFoto Institute.

Menurut Edy kemampuan untuk mengerti dan memahami karya visual adalah satu hal yang sangat penting bagi seorang fotografer terlepas dari kemampuan teknis semata. Karenanya, Visual Literacy menjadi materi utama di sesi perdana kelas Permata Photojournalist Grant 2012 yang dimulai pada hari Selasa (2/10) di Universitas Bina Nusantara - FX Mall, Jakarta.

Selain menampilkan beragam contoh karya visual, mentor juga mengajak sepuluh peserta PPG 2012 untuk menebak sebuah foto/karya visual sesuai dengan persepsi masing-masing. Melalui materi ini (Visual LIteracy), Edy mencoba mengajak mereka memahami bagaimana sebuah visual memiliki persepsi yang berbeda. Bahwasanya memori visual akan selalu membawa kita pada pemaknaan sebuah gambar dan menyadari bahwa ‘melihat’ bukanlah proses yang sederhana karena setiap orang bisa saja mempunyai jawaban atau persepsi yang berbeda.

“Ketika melihat sebuah karya visual, pada dasarnya kita semua mencoba mempersepsikan. Kita mencoba bahwa sebetulnya membuat sebuah karya visual adalah tentang membuat persepsi,” kata Edy di hadapan para peserta kelas.

Inti dari Visual Literacy itu sendiri adalah kemampuan untuk mengerti dan memahami karya visual, termasuk kemampuan membaca visual. Disini sepuluh peserta mendengarkan materi dari mentor yang mengangkat Teori Gelstat (1912), salah satu aliran psikologi di Jerman yang masih menjadi acuan seseorang untuk memahami salah satu karya visual.

Dalam teori tersebut diterangkan bagaimana manusia mengatur atau mengelompokkan elemen visual sehingga elemen itu dirasakan menjadi satu kesatuan serta empat prinsip Gelstat yang sangat penting untuk membuat konsep visual.

Usai membahas seputar teori, selanjutnya peserta diajak diskusi kelompok untuk menebak elemen-elemen visual yang ditampilkan mentor melalui slideshow. Terakhir, masing-masing peserta mempresentasikan satu karya visual favorit dan mencoba ‘membaca’ setiap elemen visual yang ada sekaligus mempraktikkan Teori Gelstat yang baru saja dipelajari. (AWS )


PEMBUKAAN KELAS PERMATA PHOTOJOURNALIST GRANT 2012

Executive Room di lantai 22 gedung PermataBank Tower I, pada hari Jumat (28/9) petang tampak dipenuhi rekan-rekan Pewarta Foto dan komunitas fotografi, juga beberapa teman dari kalangan media. Diantara mereka juga terlihat para mentor dan kurator Permata Photojournalist Grant, seperti Edy Purnomo, Ahmad 'deNy Salman, dan Beawiharta.

Dalam suasana penuh keakraban, mereka semua hadir di acara pembukaan kelas Permata Photojournalist Grant (PPG) 2012. Tepat pukul 7 malam, acara pun dimulai dan diawali dengan kata sambutan dari David Fletcher, President Director PermataBank.

Menurutnya, saat ini adalah masa dimana setiap orang bisa memiliki kamera dan menghasilkan foto. Fotografi menjadi bahasa visual sebagai suatu sarana interaktif lintas budaya dan bahasa. Namun disatu sisi, melalui program PPG ini diharapkan munculnya kesadaran bagi masyarakat Indonesia akan pentingnya pendidikan serta tanggung jawab profesionalisme dalam dunia fotografi jurnalistik.

“We want to promote that photojournalists have responsibility to the public, we want to educate  and to make sure about education in Indonesia,” ujar David.

Hal serupa juga ditekankan oleh Ton Van Zeeland, Director of Erasmus Huis, Head of the Press & Cultural Section - Netherland Embassy, yang juga turut hadir di pembukaan kelas PPG 2012. Ia sangat menekankan pentingnya profesionalisme dan berharap akan lahir lebih banyak lagi para Pewarta Foto di Indonesia yang menjunjung tinggi kode etik dan profesionalisme.

Dalam sambutannya ia menuturkan, “The most important thing is profesionalism. Working together and having a good photographer. You can damage a lot with bad photos, so we are responsible with the public. We hope to have a responsible photojournalist in Indonesia.”

 

Kadir Van Lohuizen Sebagai Mentor Tamu

Selepas kata sambutan dari para tamu undangan, acara dilanjutkan dengan pemutaran video tentang PPG sebagai tanda resmi dibukanya kelas Permata Photojournalist Grant (PPG) 2012. Ke-10 partisipan PPG 2012 yang terpilih melalui proses seleksi juga turut hadir. Dihadiri para petinggi dari jajaran manajemen PermataBank seperti Leila Djafaar, Executive Vice President, Head Corporate Affairs PermataBank, kesepuluh partisipan menerima kenang-kenangan berupa tas dari PPG sebagai simbol telah dimulainya kelas PPG 2012.

Talkshow tentang PPG menjadi acara penutup dalam rangkaian pembukaan kelas PPG 2012. Bincang-bincang singkat yang dipandu dan dimoderatori oleh Swan Ti dari PannaFoto Institute ini menghadirkan Ahmad 'deNy Salman selaku mentor PPG tahun ini dan Rommy Pujianto serta Yoppie Pieter sebagai alumni PPG 2011.

Salah satu hal menarik yang dibahas dalam talkshow tersebut adalah bahwa untuk kelas PPG tahun ini, akan ada redesign materi seperti menambah materi mengenai riset dan mengembangkan konsep menjadi sebuah karya photo story.

Menariknya lagi, menurut Ahmad 'deNy Salman atau yang akrab dipanggil Bung Deny, tahun ini PPG akan menghadirkan Kadir Van Lohuizen dari NOOR Photo Agency asal Belanda, yang juga merupakan fotografer berkelas internasional yang pernah menang ajang World Press Photo. Kadir akan menjadi mentor tamu selama dua hari untuk para peserta workshop PPG 2012 dan memberikan seminar untuk publik.

Para partisipan ini nantinya akan mengikuti kelas secara intensif selama dua bulan sejak awal Oktober hingga November 2012.

Kepada para partisipan, selamat datang, selamat bergabung di kelas Permata Photojournalist Grant 2012, dan selamat berkarya!  (AWS - Foto foto : Radian Wijaya)

 


Sesi 12: Final Editing

Tidak seperti biasanya, suasana kelas hari ini terasa seperti sebuah pameran foto. Peserta ditugaskan untuk melakukan layouting terhadap photo story-nya dan dicetak di atas kertas berukuran A2. Hasil cetak ini kemudian ditempel pada tiap sisi dinding ruang kelas.

Hari ini peserta masih memiliki kesempatan untuk mengubah pilihan foto yang akan digunakan. Tiap peserta masih berkesempatan untuk mendapatkan feedback dari peserta lain dan mentor sebagai pertimbangan. Hasil akhir tugas photo story ini nantinya akan dipamerkan bersama dengan pameran "World Press Photo". (GBA)


Sesi 11: Third Review of Photo Story Project

Hari ini serupa dengan sesi sebelumnya dimana Sasa Kralj memberikan review mengenai proyek photo story dari masing-masing peserta. Review dibawakan melalui video conference karena Sasa berada di Kroasia dan seluruh peserta berada di Jakarta, Indonesia.

Yang membedakan sesi ini dengan sesi sebelumnya dimana Sasa Kralj sebagai mentor, pada hari ini setiap peserta berbicara langsung dengan Sasa mengenai review yang diberikan. Peserta juga berkesempatan untuk menjawab dan berdiskusi, hal ini ditujukan sebagai bahan pertimbangan peserta megenai photo story yang ditugaskan. (GBA)

 


Sesi 10: Photo Story Review by Pewarta Foto Indonesia (PFI)

Sesi kesepuluh dalam rangkaian Indonesia Photojournalist Grant masih mengenai review dari tugas photo story peserta. Berbeda dengan sesi-sesi sebelumnya, kali ini peserta di-review oleh dua mentor tamu yang juga sebagai jurnalis foto. Mereka adalah Achmad Ibrahim (The Associated Press), dan Beawiharta (Reuters). Kedua mentor ini memberikan kritik dan saran kepada para peserta agar mereka bisa memperkuat cerita dari foto yang dibuat.

Kemudian suasana kelas menjadi semakin 'hidup' ketika para mentor tamu maju dan menunjukan photo story yang pernah mereka kerjakan. Subekti (peserta) mengatakan bahwa dirinya merinding ketika melihat foto-foto karya mentor tamu tersebut. Tidak hanya Subekti, Santirta beberapa kali mengangkat kedua jempolnya ketika melihat foto yang ditampilkan. (GBA)


Sesi 9: Second Review of Photo Story Project

Hari ini merupakan sesi lanjutan dari pertemuan ketujuh, dimana para peserta melakukan editing dan review mengenai photo story yang mereka buat. Review pada hari ini dipandu oleh Edy Purnomo dan Deny Salman.

Diskusi pada hari ini terlihat sangat 'hidup' karena setiap peserta aktif untuk memberikan pendapat dan masukan terhadap photo story peserta yang lain.

Photo story yang dikerjakan oleh masing-masing peserta ini nantinya akan dipamerkan dan berdampingan dengan pameran World Press Photo. Adapun tema besar untuk pameran foto ini adalah pendidikan. (GBA)